Pembelajaran Jarak Jauh Akibat Pandemi COVID-19 Berdampak pada Kualitas Generasi Bangsa
Jum'at, 27 Agustus 2021 - 00:24 WIB
"Harapan kami segera PTM, karena dengan PTM kita bisa ketemu secara fisik dengan peserta didik. Pembentukan karakter, pengawalannya mudah dan anak-anak bisa sosialisasi. Itu yang penting yang mempengaruhi faktor psikologi siswa. Pendidikan karakter seperti ibadah, kalau tidak ketemu juga susah," tuturnya.
Ia meyakinkan, jika PTM digelar sekolah sudah siap dengan protokol kesehatan ketat. Skema pembelajaranpun sudah diatur sedemikian rupa sejak akhir tahun lalu. "Issue-issue PTM selama ini sering. Namun terus di tunda. Padahal kita sudah siapkan prokes dan skema belajar mengajarnya agar tidak terjadi klaster COVID-19 di sekolah. Mudah-mudahan kalau memang PTM ya memang benar dilaksanakan. Kita kan bisa mengatur bagaimana strateginya. Kan sekolah juga tidak sembrono," tegasnya.
Sejalan dengan kondisi PPJ, pengamat pendidikan Doni Koesoema, menyebut selama PJJ anak-anak kerap mengalami kekerasan fisik dan verbal di dalam rumah tangga. Para orang tua selama pandemi COVID-19 ini "dipaksa" menjadi guru. Sementara tidak semua orang tua memiliki pengalaman dan pengetahuan untuk pelajaran anak-anak sekolah. "Karena ketidakdewasaan orang tua dalam mengelola emosinya. Ini mungkin juga terjadi karena krisis ekonomi dalam keluarga sehingga anak-anak menjadi korban," katanya.
Masalah kekerasan terhadap anak ini, kata dia, tentu memerlukan perhatian khusus. Sekolah, terutama guru harus berkomunikasi dengan orang tua untuk menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh agar berjalan dengan baik. "Tentu sesuai dengan kondisi sekolah, siswa, dan orang tua," tuturnya.
PJJ yang dalam praktiknya sangat mengandalkan jaringan internet juga membuka ancaman baru terhadap anak. Mereka bisa mendapatkan cyber bullying ketika berselancar di dunia maya di tengah waktu belajar.
Sementara itu, salah satu orangtua siswa SMP di Kota Surabaya, Ika Wahyuning mengaku, sudah kewalahan mendampingi anaknya belajar daring. Perempuan yang akrab disapa Iik ini ingin pembelajaran tatap muka segera dibuka, tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. "Saya setuju kalau sekolah dibuka lagi. Sebagai wali murid aku sudah tak sanggup mendampingi," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan, sekolah yang berada dalam wilayah PPKM level 1-3 sudah boleh melakukan PTM terbatas.
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 30/2021, disebutkan bahwa pembelajaran di satuan pendidikan level 1-3 boleh melakukan pembelajaran tatap muka. Peraturan selama pembelajaran mengacu pada SKB Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19.
Ia meyakinkan, jika PTM digelar sekolah sudah siap dengan protokol kesehatan ketat. Skema pembelajaranpun sudah diatur sedemikian rupa sejak akhir tahun lalu. "Issue-issue PTM selama ini sering. Namun terus di tunda. Padahal kita sudah siapkan prokes dan skema belajar mengajarnya agar tidak terjadi klaster COVID-19 di sekolah. Mudah-mudahan kalau memang PTM ya memang benar dilaksanakan. Kita kan bisa mengatur bagaimana strateginya. Kan sekolah juga tidak sembrono," tegasnya.
Sejalan dengan kondisi PPJ, pengamat pendidikan Doni Koesoema, menyebut selama PJJ anak-anak kerap mengalami kekerasan fisik dan verbal di dalam rumah tangga. Para orang tua selama pandemi COVID-19 ini "dipaksa" menjadi guru. Sementara tidak semua orang tua memiliki pengalaman dan pengetahuan untuk pelajaran anak-anak sekolah. "Karena ketidakdewasaan orang tua dalam mengelola emosinya. Ini mungkin juga terjadi karena krisis ekonomi dalam keluarga sehingga anak-anak menjadi korban," katanya.
Masalah kekerasan terhadap anak ini, kata dia, tentu memerlukan perhatian khusus. Sekolah, terutama guru harus berkomunikasi dengan orang tua untuk menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh agar berjalan dengan baik. "Tentu sesuai dengan kondisi sekolah, siswa, dan orang tua," tuturnya.
PJJ yang dalam praktiknya sangat mengandalkan jaringan internet juga membuka ancaman baru terhadap anak. Mereka bisa mendapatkan cyber bullying ketika berselancar di dunia maya di tengah waktu belajar.
Sementara itu, salah satu orangtua siswa SMP di Kota Surabaya, Ika Wahyuning mengaku, sudah kewalahan mendampingi anaknya belajar daring. Perempuan yang akrab disapa Iik ini ingin pembelajaran tatap muka segera dibuka, tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. "Saya setuju kalau sekolah dibuka lagi. Sebagai wali murid aku sudah tak sanggup mendampingi," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan, sekolah yang berada dalam wilayah PPKM level 1-3 sudah boleh melakukan PTM terbatas.
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 30/2021, disebutkan bahwa pembelajaran di satuan pendidikan level 1-3 boleh melakukan pembelajaran tatap muka. Peraturan selama pembelajaran mengacu pada SKB Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19.
tulis komentar anda