Pembelajaran Jarak Jauh Akibat Pandemi COVID-19 Berdampak pada Kualitas Generasi Bangsa

Jum'at, 27 Agustus 2021 - 00:24 WIB
loading...
Pembelajaran Jarak Jauh...
Pelajaran ekstrakulikuler menjadi andalan bagi sekolah untuk membangun karakter siswa-siswinya, namun akibat pandemi COVID-19 prosesnya mengalami kendala besar. Foto/SINDOnews/Ali Masduki
A A A
SURABAYA - Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama hampir dua tahun, memaksa para pelajar dan mahasiswa melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PPJ). Kondisi membuat dilema penyelenggara pendidikan dan orangtua siswa.



Kemudahan teknologi yang ditawarkan ternyata belum cukup mampu menggantikan peran guru dalam dunia nyata. Adaptasi yang berjalan setahun lebih, ternyata tidak membuat kualitas pendidikan semakin bagus, justru membungkam intelektual secara pelan.



Kepala Sekolah SMP Khadijah Wonokromo Surabaya, Rif'ah Nuroniya mengakui, bahwa PJJ atau proses belajar mengajar secara daring memang tidak mudah. Selain dibutuhkan kesiapan seperti sarana prasarana yang cukup baik agar proses belajar mengajar berjalan lancar, Sumber Daya Manusia (SDM) antara guru dan peserta didik juga harus memadai.



SMP Khadijah sendiri, kata dia, sempat kelabakan saat pertamakali kebijakan PPJ itu diterapkan. Guru, siswa dan orangtua siswa membutuhkan jedah beberapa bulan hingga PPJ bisa dijalankan maksimal. "Di SMP Khadijah, ketika pandemi datang kita langsung ada penambahan bandwidth dan setiap kelas kami siapkan kebutuhan PJJ itu," katanya.

Sekolah favorit di bawah naungan Yayasan Taman Pendidikan dan Sosial Nahdlatul Ulama (YPTSNU) yang menyandang akreditasi "A", dan terletak di pintu masuk Kota Surabaya, ini mulai memberlakukan PPJ pada sekitar April 2020. Sejak saat itu, Kurikulum sekolah otomatis juga menyesuaikan dengan situasi masa pademi COVID-19.

Jika sebelumnya 42 jam pelajaran, maka kala pandemi COVID-19 dipangkas jadi setengahnya. Proses belajar mengajarpun harus kelar pukul 12.00 WIB. "Semisal ada mata pelajaran selama enam jam pelajaran, hanya dilaksanakan tiga jam dan seterusnya," katanya.



Pada awal PPJ, proses belajar mengajar umumnya memakai Zoom atau Google Meet. Namun saat ini, memasuki tahun ajaran 2020/2021 sudah menggunakan Teams Microsoft Office 365 sesuai permintaan Dinas Pendidikan Kota Surabaya.

Untuk mensiasati agar peserta didik tidak ketinggalan materi, semua guru SMP Khadijah diwajibkan mengunggah materi mata pelajaran ke kanal Youtube. Sehingga siswa yang tidak bisa hadir bisa mengaksesnya.

Meski PPJ berjalan, ternyata belajar daring tersebut belum cukup mampu menggantikan sakralnya belajar secara tatap muka. Dimana interaksi antara guru dengan peserta didik, antara siswa dengan siswa lainnya terjadi. Aroma kentalnya silaturahmi begitu hangat. "Tapi mau gimana lagi. Demi keamanan dan keselamatan maka kita mau tidak mau harus menjalankan," ucapnya.



Niyah, sapaan akrab Rif'ah Nuroniya ini menuturkan, selain terpangkasnya kurikulum dan hilangnya silaturahmi, pembelajaran daring juga menggerus tingkat kedisiplinan baik Guru maupun peserta didik. Peserta didik SMP yang jumlahnya mencapai 460 orang, seringkali fokusnya terpecah saat guru menyampaikan materi sekolah. Di sisi lain, Gurupun terkadang susah dikontrol jika mengajar dari rumah.

"Kalau daring, apalagi siswa SD dan SMP sulit fokus. Perhatian masih mudah teralihkan dan menjenuhkan. Kalau di kelas, meski jenuh masih bisa ketemu teman-temannya, bisa ke kantin dan main-main bersama temannya. Kalau daring, kadang tampilan video dikasih foto yang didiamkan kita juga gak tahu sedang apa siswanya," tegasnya. Belum lagi jika jaringan internet bermasalah, maka otomatis materi yang disampaikan guru tidak utuh.

Alumnus Magister Psikologi Universitas Surabaya ini berharap, meski guru dan siswa SMP Khadijah bisa bertahan selama pandemi COVID-19, namun ia tetap menginginkan kran Pembelajaran Tatap Muka (PTM) segera dibuka, mengingat selama ini banyak hak-hak peserta didik terkikis. Tiga kurikulum unggulan yang terdiri dari Kurikulum Nasional, Kurikulum Cambridge International Examinations (CIE) dan Kurikulum Agama selama pandemi ini tidak bisa diberikan maksimal.

"Unggulan kami salah satunya di bidang agama adalah Ta'limul Al-Quran yang sudah terverifikasi. Jadi selama tiga tahun siswa minimal hafal dua juzz. Alhamdulillah kemarin ada yang hafal 7-10 juzz," terangnya.



Rif'ah Nuroniya kawatir, jika proses belajar mengajar terus dilakukan secara daring maka kualitas hafalan siswa menurun, karena tidak bisa drilling. "Kesulitannya disitu. Tidak hanya di tartil Al-Quran saja terjadi learning loss, tapi mapel lain juga sama. Saya kawatir kualitas menurun, itu tidak bisa dipungkiri," tegasnya. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler yang menjadi salah satu pendidikan karakter, dan penyaluran minat bakat siswa praktis berhenti.

"Harapan kami segera PTM, karena dengan PTM kita bisa ketemu secara fisik dengan peserta didik. Pembentukan karakter, pengawalannya mudah dan anak-anak bisa sosialisasi. Itu yang penting yang mempengaruhi faktor psikologi siswa. Pendidikan karakter seperti ibadah, kalau tidak ketemu juga susah," tuturnya.

Ia meyakinkan, jika PTM digelar sekolah sudah siap dengan protokol kesehatan ketat. Skema pembelajaranpun sudah diatur sedemikian rupa sejak akhir tahun lalu. "Issue-issue PTM selama ini sering. Namun terus di tunda. Padahal kita sudah siapkan prokes dan skema belajar mengajarnya agar tidak terjadi klaster COVID-19 di sekolah. Mudah-mudahan kalau memang PTM ya memang benar dilaksanakan. Kita kan bisa mengatur bagaimana strateginya. Kan sekolah juga tidak sembrono," tegasnya.

Pembelajaran Jarak Jauh Akibat Pandemi COVID-19 Berdampak pada Kualitas Generasi Bangsa


Sejalan dengan kondisi PPJ, pengamat pendidikan Doni Koesoema, menyebut selama PJJ anak-anak kerap mengalami kekerasan fisik dan verbal di dalam rumah tangga. Para orang tua selama pandemi COVID-19 ini "dipaksa" menjadi guru. Sementara tidak semua orang tua memiliki pengalaman dan pengetahuan untuk pelajaran anak-anak sekolah. "Karena ketidakdewasaan orang tua dalam mengelola emosinya. Ini mungkin juga terjadi karena krisis ekonomi dalam keluarga sehingga anak-anak menjadi korban," katanya.

Masalah kekerasan terhadap anak ini, kata dia, tentu memerlukan perhatian khusus. Sekolah, terutama guru harus berkomunikasi dengan orang tua untuk menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh agar berjalan dengan baik. "Tentu sesuai dengan kondisi sekolah, siswa, dan orang tua," tuturnya.

PJJ yang dalam praktiknya sangat mengandalkan jaringan internet juga membuka ancaman baru terhadap anak. Mereka bisa mendapatkan cyber bullying ketika berselancar di dunia maya di tengah waktu belajar.



Sementara itu, salah satu orangtua siswa SMP di Kota Surabaya, Ika Wahyuning mengaku, sudah kewalahan mendampingi anaknya belajar daring. Perempuan yang akrab disapa Iik ini ingin pembelajaran tatap muka segera dibuka, tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. "Saya setuju kalau sekolah dibuka lagi. Sebagai wali murid aku sudah tak sanggup mendampingi," katanya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan, sekolah yang berada dalam wilayah PPKM level 1-3 sudah boleh melakukan PTM terbatas.

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 30/2021, disebutkan bahwa pembelajaran di satuan pendidikan level 1-3 boleh melakukan pembelajaran tatap muka. Peraturan selama pembelajaran mengacu pada SKB Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19.

Satuan pendidikan yang berada pada wilayah PPKM level 1-3 harus diiringi dengan mitigasi risiko penularan COVID-19 dan edukasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). PTM terbatas juga hanya mengizinkan 50 persen dari kapasitas kelas normal. Artinya, siswa masih akan belajar secara jarak jauh baik daring atau luring.
(eyt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4430 seconds (0.1#10.140)