Kisah Pasar Monyet Palabuhanratu, Pernah Jadi Legenda Hiburan Malam dan Prostitusi
Kamis, 15 Agustus 2024 - 11:32 WIB
Seiring dengan popularitasnya, Pasar Monyet menjadi terkenal sebagai lokalisasi tempat prostitusi. Para pengunjung yang datang dari berbagai daerah bisa menemukan perempuan malam yang siap menemani mereka.
Bahkan, karena minimnya fasilitas, banyak dari mereka hanya menggunakan tikar di semak-semak untuk melakukan hubungan layaknya suami istri.
Namun, ketenaran Pasar Monyet juga membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitar. Pada tahun 1999, setelah bertahun-tahun menjadi pusat prostitusi, area tersebut diobrak-abrik dan dibakar oleh sejumlah orang yang tidak ingin kampung mereka dicemari oleh aktivitas tersebut.
"Tahun 1999 ada pembakaran oleh sejumlah orang yang tidak mau kampung ini dikotori pengunjung. Setelah itu, pemerintah setempat membangun area tersebut dan mengubahnya menjadi warung kopi, bukan lagi warung minuman keras," jelas Umi Isah.
Setelah insiden pembakaran, pemerintah melarang penjualan minuman keras dan melarang keberadaan perempuan malam di Pasar Monyet.
Namun, aktivitas mereka tidak sepenuhnya hilang. Para perempuan malam kemudian pindah ke Kampung Katapang Condong, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, yang kini dikenal sebagai lokasi kafe-kafe yang menawarkan hiburan malam serupa.
"Orang-orang yang dulu di Pasar Monyet pindah ke Katapang Condong. Di sana dibangun kafe-kafe, dan mereka menetap sampai sekarang. Jadi, Pasar Monyet sudah tidak boleh ditempati lagi oleh perempuan-perempuan malam," ungkap Umi Isah.
Hingga kini, meski Pasar Monyet telah beralih fungsi dan tak lagi menjadi pusat kehidupan malam. Meski demikian, cerita-cerita mengenai masa lalunya masih hidup di antara warga.
Wilayah tersebut kini dihuni oleh beragam orang dari berbagai daerah, yang masih melanjutkan kehidupan di sekitar lokasi yang dulu terkenal ini.
"Sekarang Karangnaya yang dulu disebut pasar monyet telah berubah, tapi ceritanya masih ada dan masyarakat berpikir Pasar Monyet itu yang sekrang jadi cafe cafe di Katapang Condong," tandasnya.
Bahkan, karena minimnya fasilitas, banyak dari mereka hanya menggunakan tikar di semak-semak untuk melakukan hubungan layaknya suami istri.
Namun, ketenaran Pasar Monyet juga membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitar. Pada tahun 1999, setelah bertahun-tahun menjadi pusat prostitusi, area tersebut diobrak-abrik dan dibakar oleh sejumlah orang yang tidak ingin kampung mereka dicemari oleh aktivitas tersebut.
"Tahun 1999 ada pembakaran oleh sejumlah orang yang tidak mau kampung ini dikotori pengunjung. Setelah itu, pemerintah setempat membangun area tersebut dan mengubahnya menjadi warung kopi, bukan lagi warung minuman keras," jelas Umi Isah.
Setelah insiden pembakaran, pemerintah melarang penjualan minuman keras dan melarang keberadaan perempuan malam di Pasar Monyet.
Namun, aktivitas mereka tidak sepenuhnya hilang. Para perempuan malam kemudian pindah ke Kampung Katapang Condong, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, yang kini dikenal sebagai lokasi kafe-kafe yang menawarkan hiburan malam serupa.
"Orang-orang yang dulu di Pasar Monyet pindah ke Katapang Condong. Di sana dibangun kafe-kafe, dan mereka menetap sampai sekarang. Jadi, Pasar Monyet sudah tidak boleh ditempati lagi oleh perempuan-perempuan malam," ungkap Umi Isah.
Hingga kini, meski Pasar Monyet telah beralih fungsi dan tak lagi menjadi pusat kehidupan malam. Meski demikian, cerita-cerita mengenai masa lalunya masih hidup di antara warga.
Wilayah tersebut kini dihuni oleh beragam orang dari berbagai daerah, yang masih melanjutkan kehidupan di sekitar lokasi yang dulu terkenal ini.
"Sekarang Karangnaya yang dulu disebut pasar monyet telah berubah, tapi ceritanya masih ada dan masyarakat berpikir Pasar Monyet itu yang sekrang jadi cafe cafe di Katapang Condong," tandasnya.
tulis komentar anda