Kisah Pasar Monyet Palabuhanratu, Pernah Jadi Legenda Hiburan Malam dan Prostitusi

Kamis, 15 Agustus 2024 - 11:32 WIB
loading...
Kisah Pasar Monyet Palabuhanratu,...
Kondisi Pasar Monyet Sukabumi di Karangnaya, Cikakak yang telah berubah setelah sebelumnya pernah menjadi tempat hiburan malam dan lokalisasi. Foto/Ilham Nugraha
A A A
SUKABUMI - DI BALIK pesona wisata Pantai Selatan Sukabumi, Jawa Barat terdapat kisah menarik dan kontroversial mengenai eks lokalisasi yang dikenal sebagai Pasar Monyet di Palabuhanratu.

Namanya terdengar aneh, Pasar Monyet namun lokalisasi ini memiliki sejarah panjang sejak pertama kali muncul pada 1985 silam.



Pasar Monyet, yang awalnya berada di Kampung Karangnaya, Desa/Kecamatan Cikakak, dulunya adalah area yang dihuni oleh banyak monyet, yang hidup di tegal dan semak belukar.

Namun, seiring waktu, wilayah ini mulai berubah ketika warung-warung mulai berdiri, dan kehidupan malam mulai menjamur.

"Pertama yang ngewarung di Karangnaya Teh Umi pada tahun 1981, bermodal Rp18 ribu. Dulu di kenalnya itu tegal monyet atau tempat diamnya monyet. Setelah itu berdiri warung lain yang jual minum (beralkohol)," ungkap Umi Isah (63), seorang warga setempat, Kamis (15/8/2024).

Warung-warung yang mulai muncul ini menjadi tempat menjual minuman keras, dan dengan cepat menjadi pusat aktivitas malam yang semakin ramai.



Meskipun bangunan-bangunan awalnya sangat sederhana, dengan atap dari rumbia dan tanpa listrik, para pengunjung tetap berdatangan, mencari hiburan yang hanya diterangi lampu patromak.

"Dulu enggak mewah, enggak ada listrik. Remang-remang, cuma pakai atap kirai sama tenda. Pake lampu yang pake kaca, rame warung-warung, dan jadilah warung pasar monyet tahun 1985," kenang Umi Isah.

Seiring dengan popularitasnya, Pasar Monyet menjadi terkenal sebagai lokalisasi tempat prostitusi. Para pengunjung yang datang dari berbagai daerah bisa menemukan perempuan malam yang siap menemani mereka.

Bahkan, karena minimnya fasilitas, banyak dari mereka hanya menggunakan tikar di semak-semak untuk melakukan hubungan layaknya suami istri.

Namun, ketenaran Pasar Monyet juga membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitar. Pada tahun 1999, setelah bertahun-tahun menjadi pusat prostitusi, area tersebut diobrak-abrik dan dibakar oleh sejumlah orang yang tidak ingin kampung mereka dicemari oleh aktivitas tersebut.

"Tahun 1999 ada pembakaran oleh sejumlah orang yang tidak mau kampung ini dikotori pengunjung. Setelah itu, pemerintah setempat membangun area tersebut dan mengubahnya menjadi warung kopi, bukan lagi warung minuman keras," jelas Umi Isah.

Setelah insiden pembakaran, pemerintah melarang penjualan minuman keras dan melarang keberadaan perempuan malam di Pasar Monyet.

Namun, aktivitas mereka tidak sepenuhnya hilang. Para perempuan malam kemudian pindah ke Kampung Katapang Condong, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, yang kini dikenal sebagai lokasi kafe-kafe yang menawarkan hiburan malam serupa.

"Orang-orang yang dulu di Pasar Monyet pindah ke Katapang Condong. Di sana dibangun kafe-kafe, dan mereka menetap sampai sekarang. Jadi, Pasar Monyet sudah tidak boleh ditempati lagi oleh perempuan-perempuan malam," ungkap Umi Isah.

Hingga kini, meski Pasar Monyet telah beralih fungsi dan tak lagi menjadi pusat kehidupan malam. Meski demikian, cerita-cerita mengenai masa lalunya masih hidup di antara warga.

Wilayah tersebut kini dihuni oleh beragam orang dari berbagai daerah, yang masih melanjutkan kehidupan di sekitar lokasi yang dulu terkenal ini.

"Sekarang Karangnaya yang dulu disebut pasar monyet telah berubah, tapi ceritanya masih ada dan masyarakat berpikir Pasar Monyet itu yang sekrang jadi cafe cafe di Katapang Condong," tandasnya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2299 seconds (0.1#10.140)