Penataan Keramba Jaring Apung Danau Toba Harus Ramah Lingkungan
loading...
A
A
A
"Pada dasarnya, kegiatan budidaya perikanan ini dapat dilakukan dengan syarat mengedepankan tata kelola pembangunan berkelanjutan, di mana aspek ekonomi, sosial dan lingkungan berjalan beriringan. Salah satunya dengan mematuhi zona budidaya ikan KJA sesuai dengan Perpres Nomor 81/2013," ujar Ternala.
Usaha KJA terus berkembang hingga saat ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menunjukkan produksi ikan nila di Danau Toba sebesar 80.941 ton dengan rata-rata produksi 62.000 ton per tahunnya. Itu belum termasuk jenis ikan lainnya yang dibudidayakan. Kontribusi sektor perikanan terhadap produk domestik regional bruto 21 persen.
Ramah Lingkungan
Sementara peneliti dari CARE LPPM IPB, Prof Parulian dan Dr Dahri Tanjung menyampaikan hasil kajian CARE IPB tahun 2021 yang bekerja sama dengan LPDP, menemukan bahwa kualitas air Danau Toba dalam status mesotrofik. Adapun daya dukung daya tampungnya berkisar 33.830-101.435 ton/tahun dan merekomendasikan sebesar 60.000 ton per tahun.
Dengan status kesuburan air mesotrofik, maka kegiatan perekonomian dapat dilakukan di Danau Toba seperti kegiatan pariwisata, sumber bahan baku air minum, transportasi air, pertanian, dan perikanan dengan tetap mengedepankan keberlanjutan lingkungan.
Prof Parulian menambahkan, keberadaan usaha KJA sudah jelas memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang terlibat dan menjadi usaha penopang perekonomian yang dapat bertahan bahkan saat masa pandemi sekalipun. Kehadiran KJA di Danau Toba mampu memberikan multiplier effects ekonomi yang cukup besar, yaitu mendekati Rp5 Triliun/tahun, yang dapat mengurangi ketimpangan sosial ekonomi antar wilayah dan antar kelompok.
Untuk itu para peneliti merekomendasikan revisi SK Gubsu 2017 dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian terbaru di atas serta pengelolaan KJA di masa yang akan datang sebaiknya KJA harus ramah lingkungan (teknologi konservasi), berstandar manajemen budidaya berkelanjutan, dan terintegrasi KJA-Pariwisata berkelanjutan, serta perlu memiliki izin.
Usaha KJA terus berkembang hingga saat ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menunjukkan produksi ikan nila di Danau Toba sebesar 80.941 ton dengan rata-rata produksi 62.000 ton per tahunnya. Itu belum termasuk jenis ikan lainnya yang dibudidayakan. Kontribusi sektor perikanan terhadap produk domestik regional bruto 21 persen.
Ramah Lingkungan
Sementara peneliti dari CARE LPPM IPB, Prof Parulian dan Dr Dahri Tanjung menyampaikan hasil kajian CARE IPB tahun 2021 yang bekerja sama dengan LPDP, menemukan bahwa kualitas air Danau Toba dalam status mesotrofik. Adapun daya dukung daya tampungnya berkisar 33.830-101.435 ton/tahun dan merekomendasikan sebesar 60.000 ton per tahun.
Dengan status kesuburan air mesotrofik, maka kegiatan perekonomian dapat dilakukan di Danau Toba seperti kegiatan pariwisata, sumber bahan baku air minum, transportasi air, pertanian, dan perikanan dengan tetap mengedepankan keberlanjutan lingkungan.
Prof Parulian menambahkan, keberadaan usaha KJA sudah jelas memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang terlibat dan menjadi usaha penopang perekonomian yang dapat bertahan bahkan saat masa pandemi sekalipun. Kehadiran KJA di Danau Toba mampu memberikan multiplier effects ekonomi yang cukup besar, yaitu mendekati Rp5 Triliun/tahun, yang dapat mengurangi ketimpangan sosial ekonomi antar wilayah dan antar kelompok.
Untuk itu para peneliti merekomendasikan revisi SK Gubsu 2017 dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian terbaru di atas serta pengelolaan KJA di masa yang akan datang sebaiknya KJA harus ramah lingkungan (teknologi konservasi), berstandar manajemen budidaya berkelanjutan, dan terintegrasi KJA-Pariwisata berkelanjutan, serta perlu memiliki izin.
(shf)