Penataan Keramba Jaring Apung Danau Toba Harus Ramah Lingkungan

Rabu, 07 Desember 2022 - 20:52 WIB
loading...
Penataan Keramba Jaring...
Danau Toba, Sumatera Utara merupakan aset sangat penting dan memiliki multifungsi. Salah satunya memberdayakan dan menata KJA (keramba jaring apung). Foto/Ist
A A A
TOBA - Danau Toba, Sumatera Utara merupakan aset yang sangat penting dan memiliki multifungsi. Salah satunya memberdayakan dan menata KJA (keramba jaring apung) yang tersebar di danau terluas di Indonesia ini.

Semua pihak diharapkan dapat mematuhi zona budidaya ikan KJA sesuai Perpres Nomor 81/2013. Danau Toba merupakan salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025.


Selain dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata, Danau Toba juga dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti pembangkit listrik tenaga air, sumber air baku air minum, transportasi, dan budidaya perikanan.

Keadaan kualitas perairan Danau Toba yang pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia, terutama pemukiman penduduk, peternakan, pertanian, kegiatan perindustrian dan perdagangan termasuk hotel, restoran dan kegiatan transportasi air.

Ketua Penataan KJA Danau Toba, Binsar Situmorang yang juga Staf Ahli Gubernur Sumut Bidang Polhukam mengatakan, saat ini pemerintah daerah tengah melakukan penataan KJA dan langkah-langkah yang telah dilakukan. Di antaranya penertiban sejumlah KJA di beberapa titik lokasi.

"Penataan ini dilakukan guna mengikuti peraturan yang tengah berlaku saat ini dengan merujuk SK Gubsu 2017 tentang Daya Dukung Daya Tampung (DDDT) Danau Toba sebesar 10.000 per tahun," kata Binsar, Rabu (7/12/2022).



Namun, kajian Dinas LH Provinsi Sumut terkait DDDT yang menyebutkan sekitar 55.000 per tahun dengan status kesuburan air (mesotrofik) dapat menjadi pertimbangan dan rujukan utama dalam melakukan peninjauan ulang terhadap peraturan Penataan KJA dan SK Gubernur Sumut.

Ketua Peneliti Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba (DDDT) Prof Ternala Barus yang juga Guru Besar Universitas Sumatera Utara (USU) baru saja merampungkan penelitiannya di 2022 terkait Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba yang diinisiasi oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumut.

Ternala menyampaikan bahwa hasil kajian Daya Dukung Danau Toba yakni sebesar 55.083,16 ton per tahun. Daya dukung ini tentu dapat dijalankan dengan mengaplikasikan tata kelola pembangunan yang berkelanjutan, yang meliputi pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.

"Pada dasarnya, kegiatan budidaya perikanan ini dapat dilakukan dengan syarat mengedepankan tata kelola pembangunan berkelanjutan, di mana aspek ekonomi, sosial dan lingkungan berjalan beriringan. Salah satunya dengan mematuhi zona budidaya ikan KJA sesuai dengan Perpres Nomor 81/2013," ujar Ternala.

Usaha KJA terus berkembang hingga saat ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menunjukkan produksi ikan nila di Danau Toba sebesar 80.941 ton dengan rata-rata produksi 62.000 ton per tahunnya. Itu belum termasuk jenis ikan lainnya yang dibudidayakan. Kontribusi sektor perikanan terhadap produk domestik regional bruto 21 persen.

Ramah Lingkungan

Sementara peneliti dari CARE LPPM IPB, Prof Parulian dan Dr Dahri Tanjung menyampaikan hasil kajian CARE IPB tahun 2021 yang bekerja sama dengan LPDP, menemukan bahwa kualitas air Danau Toba dalam status mesotrofik. Adapun daya dukung daya tampungnya berkisar 33.830-101.435 ton/tahun dan merekomendasikan sebesar 60.000 ton per tahun.

Dengan status kesuburan air mesotrofik, maka kegiatan perekonomian dapat dilakukan di Danau Toba seperti kegiatan pariwisata, sumber bahan baku air minum, transportasi air, pertanian, dan perikanan dengan tetap mengedepankan keberlanjutan lingkungan.

Prof Parulian menambahkan, keberadaan usaha KJA sudah jelas memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang terlibat dan menjadi usaha penopang perekonomian yang dapat bertahan bahkan saat masa pandemi sekalipun. Kehadiran KJA di Danau Toba mampu memberikan multiplier effects ekonomi yang cukup besar, yaitu mendekati Rp5 Triliun/tahun, yang dapat mengurangi ketimpangan sosial ekonomi antar wilayah dan antar kelompok.

Untuk itu para peneliti merekomendasikan revisi SK Gubsu 2017 dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian terbaru di atas serta pengelolaan KJA di masa yang akan datang sebaiknya KJA harus ramah lingkungan (teknologi konservasi), berstandar manajemen budidaya berkelanjutan, dan terintegrasi KJA-Pariwisata berkelanjutan, serta perlu memiliki izin.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5076 seconds (0.1#10.140)