Rampogan Macan, Kisah Tradisi Gladiator di Tanah Jawa

Senin, 19 September 2022 - 05:00 WIB
loading...
A A A
Mulai di atas tahun 1860, tradisi Sima Maesa dan Rampogan Macan tidak lagi terpusat di Yogyakarta. Tradisi Gladiator Jawa tersebut bergeser ke Jawa Timur. Setiap menjelang lebaran atau tahun baru Islam digelar di alun-alun Blitar, dan Kediri.



Tradisi Sima Maesa dan Rampogan Macan juga tidak lagi digelar dalam satu paket pagelaran. Digesernya tradisi Rampogan Macan di wilayah Blitar, dan Kediri, diduga tidak terlepas dari masih tingginya populasi harimau di kedua wilayah tersebut.

Sejarawan R Kartawibawa menyebut wilayah Kecamatan Lodoyo, dan Gadungan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Blitar, serta Pare di Kabupaten Kediri, sebagai kadaton sima atau kerajaan harimau.

"Sapamireng koela tanah ingkang ketjeloek kadaton sima poenika: ing Lodaja (Blitar kidoel), Gadoengan (Pare, Kediri), Kedoewang (Wanagiri), Tjilatjap (Sepengetahuan saya tanah yang dipanggil kraton harimau itu Lodaya (Blitar selatan), Gadungan (Pare Kabupaten Kediri), Keduwang (Wonogiri) dan Cilacap)," kata R Kartawibawa dalam buku "Bakda Mawi Rampog".

Kejayaan tradisi Sima Maesa dan Rampog Macan berlangsung tahun 1830-1870. Antara 1830-1860, setiap tahun rata-rata 1.250 ekor harimau mati dibunuh. Pada tahun 1900, jumlah rata rata macan yang mati dibunuh setiap tahun 400 ekor.

Peter Boomgard dalam "Death to The Tiger" menyebut, turunnya angka harimau yang mati akibat populasinya yang merosot drastis. Sebagian diantaranya disebabkan tradisi Sima Maesa dan Rampogan Macan.



Disisi lain jumlah manusia yang mati dibunuh harimau pada tahun 1860-an sebanyak 120 orang per tahun, dan 30 orang sekitar tahun 1900. Mulai tahun 1923 tradisi Rampogan Macan menghilang dari wilayah Jawa Timur. Baik di Alun-alun Blitar maupun Kediri, tidak ada lagi gelanggang pembantaian harimau.

Tradisi gladiator Jawa tersebut punah. Sebelum lenyap, nilai perlawanan terhadap kolonial Belanda yang diusung tradisi Rampogan Macan, lebih dulu bergeser. Simbolisasi harimau sebagai Belanda yang kejam, penindas dan karenanya harus dilawan sampai tumpas, tidak lagi dikenal rakyat.
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1429 seconds (0.1#10.140)