Polemik Rel KA, Anggota DPR Minta Pemkot Makassar-Pemprov Sulsel Berhenti Debat
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Anggota Komisi V DPR RI, Hamka B Kady meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan ( Pemprov Sulsel ) berhenti berdebat terkait konstruksi rel kereta api (KA) Makassar-Parepare segmen E.
Dia meminta agar kedua pihak duduk bersama membahas masalah tersebut, dan mencari jalan keluar agar tidak semakin berpolemik. Dengan begitu, transportasi massal itu bisa segera beroperasi.
"Saya sarankan untuk duduk bersama karena jangan sampai, wali kota juga punya pertimbangan-pertimbangan tersendiri dan dari pihak kementerian secara teknis dan biaya mungkin menjadi pertimbangan sehingga kereta api poros Maros Makassar konsepnya bukan elevated," jelasnya.
Kendati demikian, dia menilai konsep at grade yang ditetapkan kementerian sudah cukup tepat dengan sejumlah pertimbangan. Mulai dari lokasi pembangunan hingga pembiayaan.
"Contohnya kereta cepat Jakarta-Bandung. Boleh dikata timbul pembengkakan biaya dalam proses perjalanannya yang tidak sedikit. Itu anggarannya sampai selesai bisa Rp100 sampai Rp110 triliun. Padahal awalnya berdasarkan perencanaan hanya 85 triliun. Jadi tidak sedikit anggaran yang harus dikeluarkan," bebernya.
Hamka menjelaskan konsep rel elevated atau melayang sebenarnya bisa saja diterapkan. Itu memungkinkan jika memang sudah tak ada jalur untuk at grade. Sementara hal itu tidak terjadi dalam proyek kereta api segmen E.
"Saya sudah mencermati laporan yang sudah disampaikan Balai Kereta Api, tidak ada pemukiman padat yang dipotong di situ, hanya di dalamnya itu ada empang," tuturnya.
Meski begitu, dirinya tetap menghargai pemikiran Wali Kota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto, dan pihak lain yang menginginkan konsep rel elevated. Hanya saja, dia menginginkan agar semua pihak bersama-sama mencari solusi.
Dia khawatir, kondisi yang terjadi pada kereta cepat Jakarta-Bandung juga terjadi di kereta api Makassar-Parepare. Padahal, proyek ini memiliki nilai investasi yang cukup besar, mencapai Rp8 triliun.
Dia meminta agar kedua pihak duduk bersama membahas masalah tersebut, dan mencari jalan keluar agar tidak semakin berpolemik. Dengan begitu, transportasi massal itu bisa segera beroperasi.
"Saya sarankan untuk duduk bersama karena jangan sampai, wali kota juga punya pertimbangan-pertimbangan tersendiri dan dari pihak kementerian secara teknis dan biaya mungkin menjadi pertimbangan sehingga kereta api poros Maros Makassar konsepnya bukan elevated," jelasnya.
Kendati demikian, dia menilai konsep at grade yang ditetapkan kementerian sudah cukup tepat dengan sejumlah pertimbangan. Mulai dari lokasi pembangunan hingga pembiayaan.
"Contohnya kereta cepat Jakarta-Bandung. Boleh dikata timbul pembengkakan biaya dalam proses perjalanannya yang tidak sedikit. Itu anggarannya sampai selesai bisa Rp100 sampai Rp110 triliun. Padahal awalnya berdasarkan perencanaan hanya 85 triliun. Jadi tidak sedikit anggaran yang harus dikeluarkan," bebernya.
Hamka menjelaskan konsep rel elevated atau melayang sebenarnya bisa saja diterapkan. Itu memungkinkan jika memang sudah tak ada jalur untuk at grade. Sementara hal itu tidak terjadi dalam proyek kereta api segmen E.
"Saya sudah mencermati laporan yang sudah disampaikan Balai Kereta Api, tidak ada pemukiman padat yang dipotong di situ, hanya di dalamnya itu ada empang," tuturnya.
Meski begitu, dirinya tetap menghargai pemikiran Wali Kota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto, dan pihak lain yang menginginkan konsep rel elevated. Hanya saja, dia menginginkan agar semua pihak bersama-sama mencari solusi.
Dia khawatir, kondisi yang terjadi pada kereta cepat Jakarta-Bandung juga terjadi di kereta api Makassar-Parepare. Padahal, proyek ini memiliki nilai investasi yang cukup besar, mencapai Rp8 triliun.