Polres Tanjung Perak Didesak Limpahkan Penyerobotan Tanah ke Kejaksaan
loading...
A
A
A
SURABAYA - Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya hingga saat ini belum melimpahkan berkas kasus dugaan penyerobotan dan pemakaian lahan kepada kejaksaan.
Padahal putusan sidang praperadilan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 2015 telah memerintahkan agar Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya melimpahkan berkas kasus tersebut kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya.
"Amar putusan juga menyebut, memerintahkan Kejari Tanjung Perak untuk menyatakan P-21 untuk berkas perkara dari Polisi, dan segera melimpahkan ke PN Surabaya," kata Penasihat Hukum Boediono Santoso selaku pelapor, Lisa Rachmat, Selasa (23/6/2020).
Dalam kasus ini, Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya sempat menghentikan kasus itu dengan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Namun Boediono mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 2013. Praperadilan itu dikabulkan. Majelis hakim memerintahkan penyidik untuk membuka kembali kasus tersebut.
Penyidik kembali membuka perkara itu. Namun, mereka kembali mengeluarkan SP3. Alasannya, perbuatan KW bukan tindak pidana. Boediono kembali mengajukan praperadilan di PN pada 2015. Majelis hakim kembali mengabulkan permohonannya.
Desember 2011, Boediono Santoso membuat laporan ke Polrestabes Surabaya terhadap NW dan KW atas dugaan tindak pidana penyerobotan atas tanah seluas 5.000 meter persegi di Jalan Kalianak Barat Nomor 53 Surabaya.
Selanjutnya Polrestabes melakukan penyelidikan, penyidikan hingga gelar perkara dan mengeluarkan SP2HP, di mana An dan KW ditetapkan sebagai tersangka. Pada saat penyidikan berlangsung, terdapat pembagian wilayah antara Polrestabes Surabaya dan Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Sehingga tempat kejadian perkara (locus delicti) masuk wilayah Polres Pelabuhan Tanjung Perak.
Di bagian lain, eksekusi tanah objek sengketa hingga saat ini belum dilakukan. Penundaan ini berdasarkan hasil rapat koordinasi antara PN Surabaya, Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Polsek Asemrowo, Camat Asemrowo dan Lurah Genting Kalianak. Eksekusi ditunda karena usulan polisi. Menurut polisi saat ini masih dalam masa pandemi sehingga dilarang ada kerumunan massa.
Penetapan eksekusi itu dikeluarkan setelah Boediono Santoso memenangkan gugatan terhadap Kemis Wandoko terkait sengketa tanah seluas 5.000 meter persegi tersebut. Mahkamah Agung (MA) memenangkan Boediono di tingkat kasasi. Dia juga sebelumnya menang di PN dan banding di Pengadilan Tinggi Surabaya. "Saya tidak masalah eksekusi ditunda karena pandemi COVID-19. Tapi, saya minta pidananya dilanjutkan. Sekarang masih belum dilimpahkan oleh penyidik ke jaksa," kata Boediono.
Tanah tersebut dibeli Boedi pada 1992 dalam keadaan bersertifikat sesuai yang dikonfirmasikan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sementara Kemis Wandoko mengklaim membeli tanah tersebut pada 2007 dengan status petok D.
Dalam sidang, pihak KW hanya memiliki bukti foto copy ikatan jual beli yang diberi materai dan diberi tanda tangan. "Pihak KW pernah mengklaim lahan dimaksud masuk kampung Pokak, padahal kampung Pokak berada di sebelah barat lahan yang diserobot," terang Boediono.(Baca juga : 1.629 Pasien Covid-19 di Surabaya Sembuh, Ini Resepnya )
Selain perdata, kasus ini juga diselesaikan secara pidana. KW ditetapkan sebagai tersangka pemakaian tanah tanpa izin. Berkas perkaranya hingga kini masih belum diterima Kejari Tanjung Perak. Penyidik Polres Pelabuhan Tanjung Perak masih belum melimpahkannya.
Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Iptu M Gananta saat dikonfirmasi berjanji akan segera melakukan pendalaman dan gelar perkara. "Sesegera mungkin akan kami proses karena saat ini kami masih fokus dengan fasilitasi program Kampung Tangguh COVID-19," katanya.
Padahal putusan sidang praperadilan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 2015 telah memerintahkan agar Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya melimpahkan berkas kasus tersebut kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya.
"Amar putusan juga menyebut, memerintahkan Kejari Tanjung Perak untuk menyatakan P-21 untuk berkas perkara dari Polisi, dan segera melimpahkan ke PN Surabaya," kata Penasihat Hukum Boediono Santoso selaku pelapor, Lisa Rachmat, Selasa (23/6/2020).
Dalam kasus ini, Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya sempat menghentikan kasus itu dengan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Namun Boediono mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 2013. Praperadilan itu dikabulkan. Majelis hakim memerintahkan penyidik untuk membuka kembali kasus tersebut.
Penyidik kembali membuka perkara itu. Namun, mereka kembali mengeluarkan SP3. Alasannya, perbuatan KW bukan tindak pidana. Boediono kembali mengajukan praperadilan di PN pada 2015. Majelis hakim kembali mengabulkan permohonannya.
Desember 2011, Boediono Santoso membuat laporan ke Polrestabes Surabaya terhadap NW dan KW atas dugaan tindak pidana penyerobotan atas tanah seluas 5.000 meter persegi di Jalan Kalianak Barat Nomor 53 Surabaya.
Selanjutnya Polrestabes melakukan penyelidikan, penyidikan hingga gelar perkara dan mengeluarkan SP2HP, di mana An dan KW ditetapkan sebagai tersangka. Pada saat penyidikan berlangsung, terdapat pembagian wilayah antara Polrestabes Surabaya dan Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Sehingga tempat kejadian perkara (locus delicti) masuk wilayah Polres Pelabuhan Tanjung Perak.
Di bagian lain, eksekusi tanah objek sengketa hingga saat ini belum dilakukan. Penundaan ini berdasarkan hasil rapat koordinasi antara PN Surabaya, Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Polsek Asemrowo, Camat Asemrowo dan Lurah Genting Kalianak. Eksekusi ditunda karena usulan polisi. Menurut polisi saat ini masih dalam masa pandemi sehingga dilarang ada kerumunan massa.
Penetapan eksekusi itu dikeluarkan setelah Boediono Santoso memenangkan gugatan terhadap Kemis Wandoko terkait sengketa tanah seluas 5.000 meter persegi tersebut. Mahkamah Agung (MA) memenangkan Boediono di tingkat kasasi. Dia juga sebelumnya menang di PN dan banding di Pengadilan Tinggi Surabaya. "Saya tidak masalah eksekusi ditunda karena pandemi COVID-19. Tapi, saya minta pidananya dilanjutkan. Sekarang masih belum dilimpahkan oleh penyidik ke jaksa," kata Boediono.
Tanah tersebut dibeli Boedi pada 1992 dalam keadaan bersertifikat sesuai yang dikonfirmasikan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sementara Kemis Wandoko mengklaim membeli tanah tersebut pada 2007 dengan status petok D.
Dalam sidang, pihak KW hanya memiliki bukti foto copy ikatan jual beli yang diberi materai dan diberi tanda tangan. "Pihak KW pernah mengklaim lahan dimaksud masuk kampung Pokak, padahal kampung Pokak berada di sebelah barat lahan yang diserobot," terang Boediono.(Baca juga : 1.629 Pasien Covid-19 di Surabaya Sembuh, Ini Resepnya )
Selain perdata, kasus ini juga diselesaikan secara pidana. KW ditetapkan sebagai tersangka pemakaian tanah tanpa izin. Berkas perkaranya hingga kini masih belum diterima Kejari Tanjung Perak. Penyidik Polres Pelabuhan Tanjung Perak masih belum melimpahkannya.
Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Iptu M Gananta saat dikonfirmasi berjanji akan segera melakukan pendalaman dan gelar perkara. "Sesegera mungkin akan kami proses karena saat ini kami masih fokus dengan fasilitasi program Kampung Tangguh COVID-19," katanya.
(nun)