Kisah Karomah Kiai Abbas dan Bakiak yang Hancurkan Tentara Sekutu di Perang 10 November
loading...
A
A
A
Baca Juga
Melihat keberanian pemuda Indonesia, para tentara sekutu (Inggris dan NICA) menghamburkan pelurunya ke segala arah. Korban dari kalangan pemuda sangat banyak sekali. Namun banyak juga serdadu Belanda yang tewas di ujung bambu runcing.
Dalam pertempuran itu, Kiai Abbas dan para kiai lainnya berada di tempat yang agak tinggi, hingga bisa memantau jalannya pertempuran. Dengan menggunakan sandal bakiak, Kiai Abbas berdiri tegak di halaman masjid sambil berdoa. Dia mengadahkan kedua tangannya ke langit, dan keajaiban terjadi.
Beribu-ribu talu (penumbuk padi) dan lesung (tempat padi saat ditumbuk) dari rumah-rumah rakyat berhamburan terbang menerjang serdadu–serdadu Belanda. Suaranya tampak bergemuruh bagaikan air bah, sehingga Belanda kewalahan dan mundur ke kapal induk mereka.
Tidak lama kemudian, pihak sekutu mengirim pesawat bomber Hercules. Akan tetapi pesawat itu tiba-tiba meledak di udara. Beberapa pesawat sekutu berturut-turut datang lagi dengan maksud menjatuhkan bom-bom untuk menghancurkan Kota Surabaya. Tetapi sekali lagi, pesawat-pesawat itu mengalami nasib yang sama, meledak di udara sebelum beraksi. Dalam catatan koran masa perjuangan, apa yang dilakukan Kiai Abbas digambarkan di luar logika. Tetapi bener adanya. Melalui karomahnya, dia meruntuhkan pesawat tentara sekutu hanya dengan mengarahkan tongkatnya ke pesawat.
Dalam berita Kedaulatan Rakjat yang bersumber dari pihak Inggris, disebutkan bahwa sejak terjadinya pertempuran di Surabaya, sampai dengan 17 Desember 1945, tentara Inggris menderita kerugian 7 pesawat Thunderbolt. Dalam kisah yang lain, dalam pertempuran itu Kiai Abbas menaburkan kerikil dan pasir ke arah tentara Inggris, namun seolah-olah menjadi senjata dan bom dimata lawan, hingga membuat pasukan sekutu lari terbirit-birit. Pada tanggal 13 November 1945, Kiai Abbas dan sejumlah rombongan kiai lainnya tiba dengan selamat di Pondok Pesantren Rembang.
Saat akan menuju Surabaya, Kiai Abbas meminta bungkusan bakiak kepada pengawalnya sekaligus memintanya untuk tidak ikut bergabung ke Surabaya dan tetap menunggu di Rembang. Walaupun semangat juang Abdul Wachid cukup menggelora, tetapi dia tidak berani melawan perintah Sang kiai. Ia tetap tinggal di Rembang, hingga pada 13 November 1945, rombongan santri yang ikut berperang di Surabaya tiba di Rembang.
Menurut para santri, Kiai Abbas berperang dengan menggunakan bakiak. Saat Kiai Abbas berdoa, tiba-tiba sejumlah alu dan lesung milik warga yang berukuran besar, berterbangan dan menghantam tentara sekutu. Pesawat yang terbang pun dilumpuhkan hanya dengan lemparan tasbih.
Menurut KH Amiruddin, saat perang 10 November, Kiai Abbas dengan karomahnya, bukan hanya berada di satu tempat, tapi di dua tempat. Di pusat kota dan di pesisir pantai Surabaya. Di pesisir pantai itulah, Kiai Abbas menghancurkan puluhan pesawat milik sekutu dengan hanya mengibaskan sorbannya ke arah langit.