Komisi III DPR Dukung Pemecatan Oknum Polisi Terduga Pelaku Pelecehan Seksual di Gowa
loading...
A
A
A
GOWA - Komisi III DPR mendukung keputusan Polda Sulsel yang rekomendasi PTDH atau memecat terhadap oknum polisi AKBP M yang diduga melakukan pelecehan seksual anak.Korban pelecehan seksual merupakan remaja berusia 13 tahun di Gowa, Sulawesi Selatan.
Korban yang masih duduk di bangku SMP bekerja sebagai asisten rumah tangga pelaku sejak September 2021. Rekomendasi pemecatan itu dikeluarkan setelah menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri, Jumat (11/3/2022).
"Hasilnya menjatuhkan sanksi administrastif berupa direkomendasikan pemberentian tidak dengan hormat (PTDH) dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia," kata pimpinan sidang kode etik, Kombes Pol Ai Afriadi.
Dia menambahkan, dikarenakan oknum pelaku berpangkat AKBP, maka secara administrasi yang memutuskan harus dari Kapolri.
Menanggapi keputusan ini, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyatakan, pemecatan ini memang sudah seharusnya dijatuhkan kepada tersangka, disusul dengan hukuman atas tindak pidana yang dilakukannya.
“Saya menyambut baik keputusan Propam di Polda Sulawesi Selatan atas keputusan pemecatan terhadap AKBP M. Ini sangat penting dan menunjukkan ketegasan polisi yang tidak ragu-ragu dalam menjatuhkan hukuman bagi pelaku pidana kekerasan seksual, tanpa memandang kelas dan jabatan,"ujar Sahroni dalam keterangannya, Senin (14/3/2022)
"Memang keputusan ini sudah sejalan dengan prinsip pemberantasan kekerasan seksual dari Kapolri," lanjutnya.
Selain itu, Sahroni juga menagaskan bahwa selain dicopot dari jabatannya di kepolisian, AKBP M juga akan menjalani proses hukum atas tindakan pidana yang dilakukannya. Dalam hal ini, pelaku terancam hukuman penjara selama 15 tahun.
"Saat ini, tersangka sudah ditahan oleh Polda Sulsel dan terancam hukuman penjara selama 15 tahun. Semoga kejadian ini menjadi peringatan bagi siapapun, khususnya jajaran aparat di mana saja, bahwa mereka tidak kebal hukuman, tidak kebal aturan, dan siapapun yang melakukan pelanggaran hukum pasti akan ada konsekuensi yang harus dibayar," tegasnya.
Korban yang masih duduk di bangku SMP bekerja sebagai asisten rumah tangga pelaku sejak September 2021. Rekomendasi pemecatan itu dikeluarkan setelah menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri, Jumat (11/3/2022).
"Hasilnya menjatuhkan sanksi administrastif berupa direkomendasikan pemberentian tidak dengan hormat (PTDH) dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia," kata pimpinan sidang kode etik, Kombes Pol Ai Afriadi.
Dia menambahkan, dikarenakan oknum pelaku berpangkat AKBP, maka secara administrasi yang memutuskan harus dari Kapolri.
Menanggapi keputusan ini, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyatakan, pemecatan ini memang sudah seharusnya dijatuhkan kepada tersangka, disusul dengan hukuman atas tindak pidana yang dilakukannya.
“Saya menyambut baik keputusan Propam di Polda Sulawesi Selatan atas keputusan pemecatan terhadap AKBP M. Ini sangat penting dan menunjukkan ketegasan polisi yang tidak ragu-ragu dalam menjatuhkan hukuman bagi pelaku pidana kekerasan seksual, tanpa memandang kelas dan jabatan,"ujar Sahroni dalam keterangannya, Senin (14/3/2022)
"Memang keputusan ini sudah sejalan dengan prinsip pemberantasan kekerasan seksual dari Kapolri," lanjutnya.
Selain itu, Sahroni juga menagaskan bahwa selain dicopot dari jabatannya di kepolisian, AKBP M juga akan menjalani proses hukum atas tindakan pidana yang dilakukannya. Dalam hal ini, pelaku terancam hukuman penjara selama 15 tahun.
"Saat ini, tersangka sudah ditahan oleh Polda Sulsel dan terancam hukuman penjara selama 15 tahun. Semoga kejadian ini menjadi peringatan bagi siapapun, khususnya jajaran aparat di mana saja, bahwa mereka tidak kebal hukuman, tidak kebal aturan, dan siapapun yang melakukan pelanggaran hukum pasti akan ada konsekuensi yang harus dibayar," tegasnya.
(shf)