Walhi Sulsel Gagas Peta Partisipatif di Kabupaten Maros
loading...

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel menggagas pembuatan peta partisipatif untuk desa dan kecamatan di Kabupaten Maros. Foto: Sindonews/Najmi Limonu
A
A
A
MAROS - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel menggagas pembuatan peta partisipatif untuk desa dan kecamatan di Kabupaten Maros. Hal itu merespons masih minimnya data pengembangan kecamatan di Maros, khususnya terkait kondisi demografis, sumber daya alam dan tapal desa di sejumlah kecamatan.
Olehnya itu, Walhi Sulsel mengajak seluruh camat dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros menggelar Focus Group Discusission (FGD) untuk insiatif pemetaan partisipasi penataan batas desa serta mendorong area pengembangan wilayah kelola rakyat. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Baruga B Kantor Bupati Maros, kemarin.
Direktur Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin, FGD ini merupakan 'utang' Walhi untuk menjawab tantangan Bupati Maros pada tahun 2017, terkait pemetaan Kabupaten Maros untuk menyelesaikan pemetaan kecamatan. Sebelumnya, kata dia, Walhi Sulsel pernah melakukan pemetaan insiatif untuk Kecamatan Bontoa pada tahun 2017.
"Kegiatan seperti ini sebelumnya pernah kita lakukan, hanya saja baru Kecamatan Bontoa. Makanya, karena kami dulu ditantang Bupati Maros untuk melakukan pemetaan di 14 kecamatan, maka mulai hari ini kita akan buat peta insiatif untuk kecamatan lainnya," tuturnya.
Dia menjelaskan FGD kali ini merupakan forum diskusi bagi seluruh instansi terkait untuk melakukan pemetaan partisipatif dan pemetaan batas desa.
"Nantinya kita berharap dengan terlibatnya Walhi dapat mendukung beberapa program bupati yang ingin menata dan mengsejahtrahkan rayat Kabupaten Maros. Salah satu konstribusi Walhi di Kabupaten Maros dengan melakukan pemetaan partispatif pemetaan batas desa dan insiatif belajar di level rakyat," terangnya.
Terkait pemetaan partisipatif kata dia, ini tergantung daei kesiapan pemerintah setempat. Meski begitu, pihaknya menargetkan dapat merampungkan dalam setahun sampai dua tahun kedepan.
"Jadi tujuan wokrshop dan FGD ini untuk menyatukan persepsi antaran SLPP Makassar yang melakukan pemetaan partisipasi dengan Pemkab Maros tentang sejauh mana peluang dan tantangan penyelesaian daerah teritorial di Kabupaten Maros," jelasnya.
Bupati Maros , AS Chadir Syam, yang membuka kegiatan FGD mengatakan pemetaan ini sangat diperlukan. Supaya mempermudah kegiatan masyarakat di setiap kecamatan.
"Mengingat pentingnya kegiatan ini, saya minta seluruh camat untuk hadir langsung di kegiatan ini. Kami minta ada laporan terinci dari hasil kegiatan ini. Supaya kami tau kecamatan disana membutuhkan apa, dan kecamatan lainnya butuh apa,"ujarnya.
Sekedar diketahui, pad tahun 2017 lalu, Walhi Sulsel telah menyerahkan peta partisipatif desa se-Kecamatan Bontoa ke Pemkab Maros. Proses pembuatan peta tersebut dilaksanakan oleh masyarakat di delapan desa dan satu kelurahan. Di antaranya yakni Desa Salenrang, Botolempangan, Ampekale, Bonto Bahari, Pajukukang, Minasa Upa dan Bontoa.
Pemetaan partisipatif merupakan proses pembuatan peta desa atau peta wilayah kelola rakyat yang dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif. Masyarakat desa merencanakan dan melakukan pemetaan di wilayah masing-masing.
Pihak Walhi Sulsel, didukung tim dari Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dan Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) merampungkan proses fasilitasi pemetaan partisipatif. Proses pemetaan partisipatif desa di Kecamatan Bontoa juga untuk merekonstruksi sejarah masing-masing desa, mempelajari ekologi, budaya, pengelolaan lahan serta penyelesaian tata batas.
Olehnya itu, Walhi Sulsel mengajak seluruh camat dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros menggelar Focus Group Discusission (FGD) untuk insiatif pemetaan partisipasi penataan batas desa serta mendorong area pengembangan wilayah kelola rakyat. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Baruga B Kantor Bupati Maros, kemarin.
Direktur Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin, FGD ini merupakan 'utang' Walhi untuk menjawab tantangan Bupati Maros pada tahun 2017, terkait pemetaan Kabupaten Maros untuk menyelesaikan pemetaan kecamatan. Sebelumnya, kata dia, Walhi Sulsel pernah melakukan pemetaan insiatif untuk Kecamatan Bontoa pada tahun 2017.
"Kegiatan seperti ini sebelumnya pernah kita lakukan, hanya saja baru Kecamatan Bontoa. Makanya, karena kami dulu ditantang Bupati Maros untuk melakukan pemetaan di 14 kecamatan, maka mulai hari ini kita akan buat peta insiatif untuk kecamatan lainnya," tuturnya.
Dia menjelaskan FGD kali ini merupakan forum diskusi bagi seluruh instansi terkait untuk melakukan pemetaan partisipatif dan pemetaan batas desa.
"Nantinya kita berharap dengan terlibatnya Walhi dapat mendukung beberapa program bupati yang ingin menata dan mengsejahtrahkan rayat Kabupaten Maros. Salah satu konstribusi Walhi di Kabupaten Maros dengan melakukan pemetaan partispatif pemetaan batas desa dan insiatif belajar di level rakyat," terangnya.
Terkait pemetaan partisipatif kata dia, ini tergantung daei kesiapan pemerintah setempat. Meski begitu, pihaknya menargetkan dapat merampungkan dalam setahun sampai dua tahun kedepan.
"Jadi tujuan wokrshop dan FGD ini untuk menyatukan persepsi antaran SLPP Makassar yang melakukan pemetaan partisipasi dengan Pemkab Maros tentang sejauh mana peluang dan tantangan penyelesaian daerah teritorial di Kabupaten Maros," jelasnya.
Bupati Maros , AS Chadir Syam, yang membuka kegiatan FGD mengatakan pemetaan ini sangat diperlukan. Supaya mempermudah kegiatan masyarakat di setiap kecamatan.
"Mengingat pentingnya kegiatan ini, saya minta seluruh camat untuk hadir langsung di kegiatan ini. Kami minta ada laporan terinci dari hasil kegiatan ini. Supaya kami tau kecamatan disana membutuhkan apa, dan kecamatan lainnya butuh apa,"ujarnya.
Sekedar diketahui, pad tahun 2017 lalu, Walhi Sulsel telah menyerahkan peta partisipatif desa se-Kecamatan Bontoa ke Pemkab Maros. Proses pembuatan peta tersebut dilaksanakan oleh masyarakat di delapan desa dan satu kelurahan. Di antaranya yakni Desa Salenrang, Botolempangan, Ampekale, Bonto Bahari, Pajukukang, Minasa Upa dan Bontoa.
Pemetaan partisipatif merupakan proses pembuatan peta desa atau peta wilayah kelola rakyat yang dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif. Masyarakat desa merencanakan dan melakukan pemetaan di wilayah masing-masing.
Pihak Walhi Sulsel, didukung tim dari Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dan Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) merampungkan proses fasilitasi pemetaan partisipatif. Proses pemetaan partisipatif desa di Kecamatan Bontoa juga untuk merekonstruksi sejarah masing-masing desa, mempelajari ekologi, budaya, pengelolaan lahan serta penyelesaian tata batas.
(agn)