Gagal Meracuni Sawunggaling, Belanda Murka dan Rakyat Surabaya Digilas

Senin, 26 Juli 2021 - 05:00 WIB
loading...
A A A
Saat itu bulan Januari 1719. Pesta yang digelar di Kraton Kartasura hanyalah akal-akalan Kompeni Belanda . Melalui Susuhunan Pakubuwono I, Van Hoogendorf meminta Raja Kartasura tersebut mengundang Sawunggaling untuk datang. Itu setelah Cakraningrat III, penguasa Bangkalan Madura yang dianggap pemberontak, berhasil ditaklukkan. Kompeni Belanda berkepentingan menghabisi Sawunggaling dengan mengulangi cara licik.

Dendam Van Hoogendorf sulit padam. Sejak masa Adipati Jayengrana, penguasa Kadipaten Surabaya tersebut diketahui diam-diam bersimpati dengan gerakan Untung Surapati . Perintah Kompeni melalui Raja Pakubuwono I membasmi gerakan Surapati beserta keturunannya, tidak pernah serius dilakukan.

Sikap membangkang itu dilanjutkan Adipati Sawunggaling, putra bungsu Jayengrana. Kemarahan Hoogebdrof semakin berlipat setelah tahu Benteng Providencia atau Benteng Miring juga dikuasai Sawunggaling.



Sawunggaling lahir dari rahim Rara Blengoh. Seorang perempuan, anak Kepala Desa Lidah Wetan (Sekarang Kecamatan Lakarsantri) yang bernama Wangsadrana. Setelah dinikahi Jayengrana yang berstatus duda lima anak, Rara Blengoh menyandang gelar Raden Ayu Sangkrah. Sejak lahir Sawunggaling dikenal bernama Jaka Berek. Ia tumbuh bersama ibu dan kakeknya di Desa Lidah Wetan dengan status ayah yang dirahasiakan.

Sejak kecil, Berek yang banyak belajar kanuragan dan dianggap memiliki kelebihan, gemar menyabung ayam dan tak pernah kalah. Ia memiara seekor ayam jago andalan yang diberi nama Galing.

Saat mulai tumbuh dewasa dan akhirnya berhasil menemui ayahnya di Kadipaten Surabaya , nama Jaka Berek diubah menjadi Sawunggaling. Sebagai putra Adipati Surabaya yang masyhur, Sawunggaling lebih bisa membawa diri dibanding lima kakak tirinya. Nasib baik juga senantiasa berpihak kepadanya.



Sawunggaling berhasil memenangkan sebuah sayembara dengan hadiah diambil menantu Raja Pakubuwono I. Saat Adipati Jayengrana mangkat karena dibunuh secara licik oleh Kompeni Belanda, ia juga yang ditunjuk menggantikan jabatan Adipati Surabaya. Begitu juga saat di pesta yang disiapkan Kompeni Belanda untuk menghabisinya. Di ruangan komplek Kraton Kartasura. Sawunggaling hadir bersama Arya Suradireja, tangan kanannya.

Pandangannya mengitari isi ruangan. Namun tidak terlihat satupun petinggi Kraton Kartasura yang hadir. Pakubowono I yang sekaligus mertuanya juga tidak terlihat. Van Hoogendorf beralasan raja berhalangan hadir karena sedang tidak enak badan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1343 seconds (0.1#10.140)