Kasus Dermaga, Hakim Tolak Praperadilan dan Eksepsi Wakil Wali Kota Bima

Kamis, 24 Juni 2021 - 06:10 WIB
loading...
Kasus Dermaga, Hakim Tolak Praperadilan dan Eksepsi Wakil Wali Kota Bima
JPU Raka Buntasing, saat diwawancarai di ruang kerjanya usai sidang berlangsung. Foto: iNews/Edy Irawan
A A A
BIMA - Sidang kasus pembangunan jetty atau dermaga dengan terdakwa Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofiyan , kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bima , Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Rabu (23/06/2021).

Sidang ke empat dengan agenda putusan sela oleh Majelis Hakim Pengadilan setempat, atas nota eksepsi terdakwa berikut kuasa hukumnya dan keberatan eksepsi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya dapat diputuskan.

Persidangan yang berlangsung di ruang sidang utama, majelis hakim memutuskan bahwa seluruh nota eksepsi terdakwa ditolak dan menerima keberatan eksepsi JPU.



Dalam nota eksepsi terdakwa pada persidangan sebelumnya menyebutkan secara tegas, bahwa dakwaan JPU telah dianggap kabur (Orbscuur libel) dan tidak jelas. Pasalnya, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak menguraikan secara rinci elemen serta unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan terdakwa sehingga dinilai pula dakwaan tersebut dibuat secara tidak cermat dan tidak lengkap, berdasarkan ketentuan pasal 143ayat (3) KUHAP.

Selain itu, dalam rumusan unsur delik pada perbuatan yang dilakukan terdakwa, JPU telah menyatakan dengan jelas didalam surat dakwaannya bahwa terdakwa telah didakwa melakukan 2 (dua) perbuatan sekaligus yaitu, melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki IzinLingkungan dan melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki perizinan berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yangmengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan dan atau lingkungan.

Di samping itu, Penuntut Umum dianggap tidak menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai cara-cara perbuatan Materil tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Begitu pula pasal yang digunakan sudah tidak berlaku atau pasal yang telah dihapus.



Dalam hal ini Jaksa PenuntutUmum dinilai sengaja mengabaikan fakta hukum lantaran masih menggunakan pasal 109 Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. Padahal, pasal dan UU tersebut telah dihapus dan tidak berlaku lagi karena telah diubah menjadi pasal 109 Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Akan tetapi faktanya masih digunakan sebagai delik dalam surat dakwaan kepada terdakwa.

Sementara itu, menanggapi eksepsi tersebut, justru JPU menilai bahwa terdakwa dan enam orang kuasa hukumnya yang tak paham akan dakwaan. JPU menjelaskan, surat dakwaannya dibuat dalam bentukalternatif bukan berbentuk kumulatif. Dakwaan alternative yaitu perbuatanterdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 109 Undang-undangRepulik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LingkunganHidup.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1438 seconds (0.1#10.140)