Sidang Kasus Pembangunan Dermaga, Kuasa Hukum Wawali Kota Bima: Dakwaan JPU Kabur
loading...
A
A
A
BIMA - Menjadi terdakwa dalam kasus pelanggaran pembangunan dermaga atau jetty, Wakil Wali Kota Bima , Feri Sofiyan hadir dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bima, NTB, Rabu (9/6/2021).
Sidang dengan agenda pembacaan eksepsi atau keberatan terdakwa atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ini, berlangsung di ruang sidang utama PN Bima. Eksepsi tersebut dibacakan oleh tiga dari empat orang kuasa hukum terdakwa di depan majelis hakim dan JPU.
Dalam nota eksepsinya, terdakwa menyebutkan secara tegas bahwa dakwaan JPU pada persidangan sebelumnya dianggap kabur (Orbscuur libel) dan tidak jelas. Pasalnya, surat dakwaan JPU tidak menguraikan secara rinci elemen serta unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Sehingga dinilai pula dakwaan tersebut dibuat secara tidak cermat, dan tidak lengkap, berdasarkan ketentuan pasal 143 ayat 3 KUHAP.
"Diketahui bahwa dalam rumusan unsur delik pada perbuatan yang dilakukan terdakwa, JPU telah menyatakan dengan jelas di dalam surat dakwaannya tersebut, bahwa terdakwa telah didakwa melakukan dua perbuatan sekaligus, yaitu melakukan usaha dan atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan, dan melakukan usaha dan atau kegiatan tanpa memiliki perizinan berusaha atau persetujuan Pemerintah pusat atau Pemerintah daerah yang mengakibatkan timbulnya korban atau kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan atau lingkungan," terang kuasa hukum terdawak, Al Imran.
"Setelah memperhatikan surat dakwaan tersebut, ternyata JPU tidaklah menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai cara-cara perbuatan materiil tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa," imbuh Al Imran saat dikonfirmasi usai sidang.
Ditegaskannya sesuai uraian dalam eksepsi, bahwa surat dakwaan JPU telah disusun dengan tidak cermat , karena masih menggunakan pasal yang sudah tidak berlaku atau pasal yang telah dihapus. Dalam hal ini JPU dinilai sengaja mengabaikan fakta hukum, lantaran masih menggunakan pasal 109 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.
Sidang dengan agenda pembacaan eksepsi atau keberatan terdakwa atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ini, berlangsung di ruang sidang utama PN Bima. Eksepsi tersebut dibacakan oleh tiga dari empat orang kuasa hukum terdakwa di depan majelis hakim dan JPU.
Dalam nota eksepsinya, terdakwa menyebutkan secara tegas bahwa dakwaan JPU pada persidangan sebelumnya dianggap kabur (Orbscuur libel) dan tidak jelas. Pasalnya, surat dakwaan JPU tidak menguraikan secara rinci elemen serta unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Sehingga dinilai pula dakwaan tersebut dibuat secara tidak cermat, dan tidak lengkap, berdasarkan ketentuan pasal 143 ayat 3 KUHAP.
"Diketahui bahwa dalam rumusan unsur delik pada perbuatan yang dilakukan terdakwa, JPU telah menyatakan dengan jelas di dalam surat dakwaannya tersebut, bahwa terdakwa telah didakwa melakukan dua perbuatan sekaligus, yaitu melakukan usaha dan atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan, dan melakukan usaha dan atau kegiatan tanpa memiliki perizinan berusaha atau persetujuan Pemerintah pusat atau Pemerintah daerah yang mengakibatkan timbulnya korban atau kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan atau lingkungan," terang kuasa hukum terdawak, Al Imran.
"Setelah memperhatikan surat dakwaan tersebut, ternyata JPU tidaklah menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai cara-cara perbuatan materiil tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa," imbuh Al Imran saat dikonfirmasi usai sidang.
Ditegaskannya sesuai uraian dalam eksepsi, bahwa surat dakwaan JPU telah disusun dengan tidak cermat , karena masih menggunakan pasal yang sudah tidak berlaku atau pasal yang telah dihapus. Dalam hal ini JPU dinilai sengaja mengabaikan fakta hukum, lantaran masih menggunakan pasal 109 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.