Datangi RSUD Srengat untuk Sidak Mesin PCR, Ini Temuan Anggota DPRD Blitar
loading...
A
A
A
Mulai unit mesin yang memiliki fungsi preparasi, ekstraksi dan PCR sendiri, ia periksa satu-persatu. Dua gen mesin diketahui mampu untuk melayani 84 sampel swab test. Untuk mengetahui hasil, proses yang berlangsung butuh waktu maksimal empat jam. "Iya tadi hasilnya mesin bekerja dengan baik," paparnya.
Namun Medi mempertanyakan kenapa RSUD Srengat , membeli mesin dengan harga yang lebih mahal. Dari pagu yang dialokasikan Rp2,7 miliar, harga mesin Roche Rp2,3 miliar. Bandrol pengadaan tersebut yang disoal Menkes.
Menkes Budi Gunadi Sadikin menegur Wakil Bupati Blitar, Rachmat Santoso saat Rachmat datang ke kantor Kemenkes untuk meminta bantuan vaksin. Selain mahal, Menkes juga mengatakan mesin tersebut tidak diremondasikan pemerintah. Sebab tidak suport dengan reagen yang berasal dari bantuan pemerintah. "Karena saat itu kondisi keuangan kita lagi memprihatinkan disebabkan awal pandemi. Kenapa membeli mesin PCR dengan harga lebih mahal?," tanya Medi.
Direktur RSUD Srengat, Pantjarara Budiresmi membantah mesin PCR yang dibeli tidak direkomendasikan pemerintah. Pembelian mesin, kata Pantjarara mendapat rekomendasi Tim Supervisi Dinkes Pemprov Jatim.
Selain Blitar, Pantjarara mengatakan, rumah sakit di Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Madiun, dan Sidoarjo, menggunakan mesin PCR yang sama. "Kalau tidak direkomendasi kita tidak berani," kata Pantjarara.
Harga mesin PCR RSUD Srengat diakui Pantjarara lebih mahal. Setidaknya dibanding mesin PCR di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Namun mesin yang ia beli memiliki banyak kelebihan. Secara kapasitas lebih besar. Kemudian bisa juga untuk menguji swab test untuk penyakit HIV/AIDS. "Karena memang memiliki banyak kelebihan," pungkas Pantjarara.
Lihat Juga: Sidak SPBU di Indramayu, Polisi Pastikan Ketersediaan BBM dan Antisipasi Kecurangan Jelang Lebaran
Namun Medi mempertanyakan kenapa RSUD Srengat , membeli mesin dengan harga yang lebih mahal. Dari pagu yang dialokasikan Rp2,7 miliar, harga mesin Roche Rp2,3 miliar. Bandrol pengadaan tersebut yang disoal Menkes.
Baca Juga
Menkes Budi Gunadi Sadikin menegur Wakil Bupati Blitar, Rachmat Santoso saat Rachmat datang ke kantor Kemenkes untuk meminta bantuan vaksin. Selain mahal, Menkes juga mengatakan mesin tersebut tidak diremondasikan pemerintah. Sebab tidak suport dengan reagen yang berasal dari bantuan pemerintah. "Karena saat itu kondisi keuangan kita lagi memprihatinkan disebabkan awal pandemi. Kenapa membeli mesin PCR dengan harga lebih mahal?," tanya Medi.
Direktur RSUD Srengat, Pantjarara Budiresmi membantah mesin PCR yang dibeli tidak direkomendasikan pemerintah. Pembelian mesin, kata Pantjarara mendapat rekomendasi Tim Supervisi Dinkes Pemprov Jatim.
Selain Blitar, Pantjarara mengatakan, rumah sakit di Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Madiun, dan Sidoarjo, menggunakan mesin PCR yang sama. "Kalau tidak direkomendasi kita tidak berani," kata Pantjarara.
Harga mesin PCR RSUD Srengat diakui Pantjarara lebih mahal. Setidaknya dibanding mesin PCR di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Namun mesin yang ia beli memiliki banyak kelebihan. Secara kapasitas lebih besar. Kemudian bisa juga untuk menguji swab test untuk penyakit HIV/AIDS. "Karena memang memiliki banyak kelebihan," pungkas Pantjarara.
Lihat Juga: Sidak SPBU di Indramayu, Polisi Pastikan Ketersediaan BBM dan Antisipasi Kecurangan Jelang Lebaran
(eyt)