Pabrik Perusahaan Tiongkok Pindah ke Asia Tenggara, RI Harus Permudah Regulasi Investasi

Jum'at, 22 Mei 2020 - 20:07 WIB
loading...
Pabrik Perusahaan Tiongkok...
Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Kamdani di Surabaya mengatakan, pasca- pandemi Covid-19 nanti, banyak investor luar negeri berencana merelokasi sejumlah pabrik mereka ke Asia Tenggara.(Foto/Ilustrasi)
A A A
SURABAYA - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri ( Kadin ), Shinta Kamdani mengatakan,pasca- pandemi Covid-19 nanti, banyak investor luar negeri berencana merelokasi sejumlah pabrik mereka ke Asia Tenggara.

Hal itu menjadi kabar baik bagi Indonesia terkait solusi dalam menciptakan lapangan kerja. Pasalnya, saat ini Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak wabah Covid-19 dengan jumlah pekerja di- PHK sekitar 3 juta jiwa.

Namun, sayangnya, rencana kepindahan perusahaan asing ke wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia, itu tidak didukung regulasi perizinan investasi dan iklim usaha yang baik. Indonesia dinilai kurang menarik sebagai tujuan investasi karena rumitnya masalah perizinan. (BACA JUGA: Erick Thohir Akan Gabungkan Bulog, PTPN dan RNI)

Shinta mengatakan bahwa peluang yang ada harus didukung dengan regulasi kemudahan investasi, salah satunya dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja).

“Ini peluang yang bisa kita ambil pasca covid-19. Sudah banyak negara berupaya merelokasi usahanya dari Tiongkok ke Asia Tenggara. Kalau kita tidak siap merestrukturisasi regulasi perizinan dan investasi seperti di RUU Cipta Kerja, kita tentu akan sulit menarik minat para investor pasca covid-19,” kata Shinta Kamdani, dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Jumat (22/5/2020).

Menurut Shinta, kondisi Indonesia saat ini sedang dalam posisi yang tidak diuntungkan. Covid-19 menjadi salah satu alasan tingkat keyakinan investor atau investor confidence terhadap Indonesia sangat rendah.

Hal ini hanya bisa didongkrak dengan perbaikan iklim usaha dan investasi nasional.RUU Cipta Kerja, menurutnya, bisa jadi awalan yang sangat baik untuk perbaikan iklim usaha dan investasi, terlebih pasca covid-19. Regulasi perizinan dan investasi yang selama ini berbelit-belit bisa dipangkas dengan implementasi RUU Cipta Kerja.

Saat ini, peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business) di Indonesia masih tertinggal dari beberapa negara di ASEAN. Indonesia ada di peringkat 73, ada di bawah Singapura (2), Malaysia (15), Thailand (27), Brunei (55), dan bahkan Vietnam (69).

“Usaha pemerintah menyelesaikan permasalahan klasik yakni sulitnya proses perizinan yang membuat investasi malas masuk, harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak bisa setengah-setengah. RUU Cipta Kerja ini satu paket besar untuk menyelesaikan berbagai masalah itu,” kata Shinta .(BACA JUGA: Wow! Hingga April 2020, Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp223,8 Triliun)

Selain itu, mayoritas perekonomian Indonesia yang ditopang oleh sektor informal juga perlu dipulihkan pasca covid-19. RUU Cipta Kerja diperlukan agar sektor informal ini bisa hidup kembali dan bahkan ditingkatkan menjadi sektor formal.

"Kemudahan memulai usaha, jaminan berusaha yang ada di dalam RUU Cipta Kerja, bisa membuat sektor informal di-upgrade menjadi sektor formal. Ini tentu bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi lebih banyak orang,” kata Shinta.
(vit)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5710 seconds (0.1#10.140)