Mirip Black Death di Eropa, Pandemi COVID-19 Ubah Perilaku Masyarakat

Minggu, 14 Maret 2021 - 18:08 WIB
loading...
Mirip Black Death di Eropa, Pandemi COVID-19 Ubah Perilaku Masyarakat
Menteri Kesehatan Budi Gunadi. Foto/Ist
A A A
TANGERANG SELATAN - Perilaku masyarakat akan berubah pasca Pandemi COVID-19 . Terutama perilaku dalam hal kesehatan. Perubahan perilaku tersebut merupakan dilakukan masyarakat agar tetap bisa survive di tengah pandemi.

“Sejak dulu, setiap ada pandemi, manusia akan beradaptasi dengan pola perilaku baru yang tujuannya agar tidak tertular oleh pandemi,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat menjadi keynote speech pada Webinar yang digelar RS Premier Bintaro bertema “One Year Living With Covid-19, What’s Next”, Minggu (14/3/2021). (Baca juga: Wapres Ma'ruf Amin sebut Perubahan Perilaku Dapat Mengakhiri Covid-19 )

Menkes menyebut contoh pandemi black death di Eropa ratusan tahun yang lalu. Pandemi terbesar sepanjang sejarah tersebut menghasilkan perubahan perilaku pada masyarakat, bagaimana orang lebih peduli untuk mencuci tangan, menggosok gigi pakai pasta gigi, membuang sampah pada tempatnya dan lainnya. (Baca juga: Provinsi Bali dan Jambi Nihil Kasus Baru Covid-19 )

“Begitu juga yang terjadi pada saat pandemi COVID-19 yang melanda dunia akgir 2019 lalu. Perubahan perilaku masyarakat yang semakin rajin mencuci tangan, atau menggunakan masker, memang terlihat kecil tapi bisa menghasilkan perubahan yang cukup besar,” kata Budi.

Menurut Menkes, perubahan perilaku tersebut tidak mungkin diciptakan oleh Kementerian Kesehatan. Justru masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berubah. Perubahan perilaku ini sifatnya harus permanen dan tidak hanya dilakukan saat terjadi pandemi.

“Setelah pandemi, nanti kan jadi epidemi global. Semua negara akan berjuang untuk mencapai eradikasi,” jelas Budi.

Menkes Budi mengingatkan 4 pilar penting penanganan COVID-19. Pertama adalah bagaimana diagnostic terhadap pasien COVID-19 ditegakkan. Diagnostik itu berarti tracing dan isolasi terhadap pasien. Ini sangat penting untuk melakukan identifikasi siapa saja yang terkena infeksi. Hal ini penting untuk menahan penyebaran kasus COVID-19.

Kemudian, pilar kedua adalah terapeutik. Yaitu bagaimana tatalaksana penanganan orang sakit. Mulai dari cara pengobatan, akses ke dokter, akses ke rumah sakit dan penanganan isolasi bagi pasien COVID-19.

Selanjutnya, pilar ketiga yakni vaksinasi. Saat ini jumlah penduduk Indonesia yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 berjumlah sekitar 5 juta orang. Setiap hari terdapat penambahan 300.000 hingga 400.000 orang yang divaksin.

“Kami akan tingkatkan terus menjadi 1 juta vaksin per hari. Namun tentu bergantung kesersediaan vaksin di lapangan,” ungkap Budi.

Terakhir atau pilar keempat adalah meningkatkan sistem kesehatan masyarakat (public health system). Sistem kesehatan masyarakat ini termasuk memperkuat puskesmas seperti mengedukasi masyarakat untuk melakukan protokol kesehatan sehingga bisa memberikan perubahan.

“Selain 4 pilar tersebut, juga perlu adaptasi treatment medis. Sebab selama pandemi COVID-19, tentu kontak pasien non COVID-19 dengan dokter atau dengan rumah sakit jauh berkurang. Jadi harus ada adaptasi penanganan medis, misal dengan health talk, konsultasi medis melalui sambungan telepon dan lainnya,” jelas Budi.

Sementara itu, Direktur Utama RS Premier Bintaro dr Martha ML Siahaan MARS MHKes mengatakan, persona di rumah sakit yang meliputi pasien, staf rumah sakit, staf tenant dan pengunjung memiliki risiko terpapar COVID-19. Padahal rumah sakit semestinya menjadi tempat untuk berobat dan mendapatkan perawatan medis bagi pasien.

Keempat komponen ini berisiko terpapar bahkan terinfeksi penyakit menular saat berada di rumah sakit, Kondisi inilah yang disebut sebagai Infeksi Nosokomial atau yang dikenal sebagai Hospital Acquired Infections” (HAIs).

“Di tengah penanganan pasien COVID-19, Hospital Acquired Infections” (HAIs) ini harus mampu dikontrol dan dikendalikan oleh rumah sakit, karena akan mempengaruhi proses penyembuhan pasien,” kata Martha.

Menurut dia, mempertahankan lingkungan yang aman dan bersih sesuai dengan standar yang disyaratkan membutuhkan komitmen yang kuat dan biaya yang tidak murah.

“Berbagai upaya telah dilakukan antara lain menjaga sistem sirkulasi udara, memelihara kebersihan kamar dan semua peralatan yang digunakan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit,” kata Martha.

Martha mengatakan, dengan melakukan hal tadi maka tenaga medis, perawat dan petugas penunjang medis serta masyarakat yang datang berobat ke rumah sakit dapat terlindungi.

Webinar yang digelar RS Premier Bintaro bekerja sama dengan IKAMARS, Kemenkes, IDI, RSCM, Pertamina IHC, Radio Heartline 100.6 FM dan ISS Indonesia tersebut menampilkan sejumlah narasumber yakni Direktur Utama RSCM Dr. Lies Dina Liastuti, Sp.Jp (K) MARS, Direktur Utama PT. Pertamina Bina Medika IHC DR. dr. Fathema Djan Rachmat, sp.B, Sp.BTKV (K) MPH, Ketua IDI Banten Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.FM (K), Ketua Komite Medik RS Premier Bintaro dan Ketua Keselamatan Pasien RI Dr. Bambang Tutuko, Sp.An KIC dan Commercial Director ISS Indonesia Muhammad Sofyan.
(nth)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1647 seconds (0.1#10.140)