Kasus Bullying Penjual Jalangkote Diharap Berlanjut ke Pengadilan
loading...
A
A
A
PANGKEP - Kepolisian bergerak cepat menangkap dan menetapkan delapan tersangka kasus perundungan alias bullying terhadap bocah penjual jalangkote di Kabupaten Pangkep, Sulsel. Tindakan tegas itu diharapkan berlanjut hingga ke pengadilan sehingga delapan tersangka mendapatkan ganjaran setimpal.
Sejumlah warga dan komunitas menyatakan dukungan agar proses hukum perkara tersebut dituntaskan. Mereka rata-rata menginginkan kasus perundungan itu tidak berakhir dengan perdamaian. Dengan begitu, aksi bully yang masih marak terjadi bisa ditekan karena adanya efek jera.
Aktivis perempuan, Haniah, menyampaikan kasus bullying ini mesti ditanggapi serius dan idealnya mesti tuntas hingga ke pengadilan. Jangan sampai, lanjut dia, perkara ini malah sebatas berakhir dengan perdamaian antara pelaku dan korban.
"Semoga tidak ada kata damai di antara keduanya. Proses hukum harus tetap berjalan dan kami akan mengawal itu," kata Haniah, kepada SINDOnews, Senin (18/5/2020).
Dukungan penuntasan proses hukum perkara ini juga datang dari Relawan Disabilitas Pangkep (RESAP) dan Jaringan Disabilitas Pangkep (JDP). Kedua lembaga ini mengutuk keras tindakan persekusi dan penganiayaan yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di daerah Bonto-bonto, Kecamatan Ma'rang, Kabupaten Pangkep.
Ibnu Munzir selaku ketua lembaga ini mengatakan seluruh anak mestinya mendapat perlakuan yang lebih ramah dan manusiawi. Toh, si bocah penjual jalangkote ini juga manusia yang memiliki hak hidup dan merdeka seperti orang-orang pada umumnya.
"Kepada aparat yang berwenang, kami meminta untuk melakukan proses hukum yang seadil-adilnya sesuai aturan hukum yang berlaku," kata Munzir.
Penuntasan kasus itu juga menjadi harapan keluarga korban. Ibu RZ, Dahliah (37) mengatakan meski bisa saja memaafkan perbuatan para tersangka kepada anaknya, namun ia tetap menginginkan proses hukum yang adil. "Saya maafkan tapi proses hukum harus tetap jalan," ujarnya.
Sejumlah warga dan komunitas menyatakan dukungan agar proses hukum perkara tersebut dituntaskan. Mereka rata-rata menginginkan kasus perundungan itu tidak berakhir dengan perdamaian. Dengan begitu, aksi bully yang masih marak terjadi bisa ditekan karena adanya efek jera.
Aktivis perempuan, Haniah, menyampaikan kasus bullying ini mesti ditanggapi serius dan idealnya mesti tuntas hingga ke pengadilan. Jangan sampai, lanjut dia, perkara ini malah sebatas berakhir dengan perdamaian antara pelaku dan korban.
"Semoga tidak ada kata damai di antara keduanya. Proses hukum harus tetap berjalan dan kami akan mengawal itu," kata Haniah, kepada SINDOnews, Senin (18/5/2020).
Dukungan penuntasan proses hukum perkara ini juga datang dari Relawan Disabilitas Pangkep (RESAP) dan Jaringan Disabilitas Pangkep (JDP). Kedua lembaga ini mengutuk keras tindakan persekusi dan penganiayaan yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di daerah Bonto-bonto, Kecamatan Ma'rang, Kabupaten Pangkep.
Ibnu Munzir selaku ketua lembaga ini mengatakan seluruh anak mestinya mendapat perlakuan yang lebih ramah dan manusiawi. Toh, si bocah penjual jalangkote ini juga manusia yang memiliki hak hidup dan merdeka seperti orang-orang pada umumnya.
"Kepada aparat yang berwenang, kami meminta untuk melakukan proses hukum yang seadil-adilnya sesuai aturan hukum yang berlaku," kata Munzir.
Penuntasan kasus itu juga menjadi harapan keluarga korban. Ibu RZ, Dahliah (37) mengatakan meski bisa saja memaafkan perbuatan para tersangka kepada anaknya, namun ia tetap menginginkan proses hukum yang adil. "Saya maafkan tapi proses hukum harus tetap jalan," ujarnya.