Dirreskrimum Polda Gorontalo: Pemalsu Hasil Rapid Test Dapat Dipenjara
loading...
A
A
A
GORONTALO - Sejak diberlakukannya kebijakan rapid test antigen dalam transportasi umum, terutama transportasi udara, belakangan beredar kabar tentang adanya praktik pemalsuan surat keterangan negatif COVID-19 dari hasil rapid test antigen.
Menangapi hal tersebut, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Gorontalo, Kombes Pol Deni Okvianto mengatakan, bahwa pemalsuan surat keterangan hasil rapid test merupakan tindak pidana.
Dalam hal pemalsuan surat keterangan hasil rapid test , terhadap para pelakunya dapat dipersangkakan pasal 263 KUHP yang merupakan pasal pokok pemalsuan surat dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
"Apabila pelakunya adalah seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu , maka sesuai dengan pasal 267 ayat 1 KUHP dapat terancam pidana paling lama empat tahun," kata Deni, Jumat (15/1/2021)
Begitu juga dengan mereka yang dengan sengaja menggunakan surat keterangan palsu tersebut, diancam pidana yang sama sebagaimana diatur dalam pasal 267 ayat 3 KUHP.
"Barang siapa yang dengan sengaja memalsukan surat dokter dan yang menggunakannya dapat dijerat dengan pasal 268 ayat 1 dan 2 KUHP dengan ancaman paling lama empat tahun penjara," ujarnya.
Oleh karena itu, dia ini mengimbau kepada seluruh masyarakat khususnya di wilayah Provinsi Gorontalo, dan juga pada para pihak yang memiliki kewenangan membuat surat keterangan rapid test , agar mematuhi prosedur dalam pembuatannya karena ada tanggung jawab secara hukum.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Gorontalo, Kombes Pol Wahyu Tri Cahyono di tempat terpisah mengatakan, bahwa pemalsuan surat keterangan rapid test antigen merupakan tindakan yang tidak terpuji, karena dapat beresiko terjadinya penularan COVID-19 di masyarakat.
"Kebijakan menyertakan surat keterangan negatif COVID-19 dari hasil rapid test antigen, tujuannya adalah menekan jumlah penyebaran COVID-19 dari satu tempat ke tempat yang lain. Apabila surat keterangan ini dipalsukan, jelas ini akan beresiko menularkan ke orang lain, oleh karenanya ikuti saja prosedur yang sudah ditetapkan, karena ini untuk kepentingan bersama," ujar Wahyu.
Menangapi hal tersebut, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Gorontalo, Kombes Pol Deni Okvianto mengatakan, bahwa pemalsuan surat keterangan hasil rapid test merupakan tindak pidana.
Dalam hal pemalsuan surat keterangan hasil rapid test , terhadap para pelakunya dapat dipersangkakan pasal 263 KUHP yang merupakan pasal pokok pemalsuan surat dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
"Apabila pelakunya adalah seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu , maka sesuai dengan pasal 267 ayat 1 KUHP dapat terancam pidana paling lama empat tahun," kata Deni, Jumat (15/1/2021)
Begitu juga dengan mereka yang dengan sengaja menggunakan surat keterangan palsu tersebut, diancam pidana yang sama sebagaimana diatur dalam pasal 267 ayat 3 KUHP.
Baca Juga
"Barang siapa yang dengan sengaja memalsukan surat dokter dan yang menggunakannya dapat dijerat dengan pasal 268 ayat 1 dan 2 KUHP dengan ancaman paling lama empat tahun penjara," ujarnya.
Oleh karena itu, dia ini mengimbau kepada seluruh masyarakat khususnya di wilayah Provinsi Gorontalo, dan juga pada para pihak yang memiliki kewenangan membuat surat keterangan rapid test , agar mematuhi prosedur dalam pembuatannya karena ada tanggung jawab secara hukum.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Gorontalo, Kombes Pol Wahyu Tri Cahyono di tempat terpisah mengatakan, bahwa pemalsuan surat keterangan rapid test antigen merupakan tindakan yang tidak terpuji, karena dapat beresiko terjadinya penularan COVID-19 di masyarakat.
Baca Juga
"Kebijakan menyertakan surat keterangan negatif COVID-19 dari hasil rapid test antigen, tujuannya adalah menekan jumlah penyebaran COVID-19 dari satu tempat ke tempat yang lain. Apabila surat keterangan ini dipalsukan, jelas ini akan beresiko menularkan ke orang lain, oleh karenanya ikuti saja prosedur yang sudah ditetapkan, karena ini untuk kepentingan bersama," ujar Wahyu.
(eyt)