Harga Kedelai Selangit, Produsen Tahu dan Tempe di Pasuruan Menjerit
loading...
A
A
A
PASURUAN - Kenaikan harga kedelai yang sangat tinggi, membuat produsen tahu dan tempe di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, menjerit. Untuk menyiasati kondisi tersebut, mereka terpaksa mengurangi bahan baku produksi dan ukurannya.
(Baca juga: Kementan Bongkar Penyebab Kedelai Lokal Langka )
Sejumlah pengrajin tahu dan tempe di Desa Pacarkeling, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, mengeluh tingginya harga kedelai yang terjadi sejak dua bulan terakhir. Kondisi ini membuat mereka kesulitan menjual tahu dan tempe dengan harga tinggi.
" Harga kedelai sudah mencapai Rp9.050/kg. Biasanya harga normalnya mencapai Rp4.500/kg. Kondisi ini membuat kami kesulitan untuk mendapatkan keuntungan, karena harga tempe juga tidak bisa dinaikkan terlalu tinggi, dampaknya sepi pembeli," ujar produsen tempe, Fadilah.
Dia mengaku, kini harus menyiasati naiknya harga kedelai tersebut dengan cara mengurangi ukuran tempe, agar harga jualnya tidak naik. "Sejak ada pandemi COVID-19, daya beli masyarakat juga menurun. Omzet kami turun 50% dari kondisi normal," tuturnya.
Sebelum harga kedelai mengalami kenaikan, dia bisa mendapatkan omzet sekitar Rp400 ribu/hari. Kini untuk mendapatkan omzet Rp250 ribu/hari sudah sulit. Kondisi ini akan semakin memberatkan keberlangsungan usaha tempenya.
(Baca juga: Cacat Fisik Sejak Lahir, Trimo Coba Kuat Tetap Berkarya Lewat Cangkang Telur )
Salah seorang produsen tahun, Khoirur Rizikin juga merasakan dampak kenaikan harga kedelai . Dia terpaksa mengurangi jumlah produksi tahunya. Sebelum ada kenaikan harga kedelai , dalam seminggu dia mampu membeli satu ton kedelai, kini hanya 500 kg saja.
"Harga tahu terpaksa juga kami naikkan, karena kalau tidak naik kami akan mengalami kerugian besar. Meskipun menaikkan harga berisiko turunnya pembeli. Biasanya harganya Rp18 ribu/kotak, kini Rp20 ribu/kotak," ungkapnya.
(Baca juga: Libur Nataru, Kebun Binatang Surabaya Jadi Favorit Warga di Tengah Pandemi COVID-19 )
Para pemilik usaha tahu dan tempe ini berharap, harga kedelai dapat segera turun kembali. Apabila harganya tetap tinggi, dikawatirkan usaha mereka akan gulung tikar, dan banyak pengangguran.
(Baca juga: Kementan Bongkar Penyebab Kedelai Lokal Langka )
Sejumlah pengrajin tahu dan tempe di Desa Pacarkeling, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, mengeluh tingginya harga kedelai yang terjadi sejak dua bulan terakhir. Kondisi ini membuat mereka kesulitan menjual tahu dan tempe dengan harga tinggi.
" Harga kedelai sudah mencapai Rp9.050/kg. Biasanya harga normalnya mencapai Rp4.500/kg. Kondisi ini membuat kami kesulitan untuk mendapatkan keuntungan, karena harga tempe juga tidak bisa dinaikkan terlalu tinggi, dampaknya sepi pembeli," ujar produsen tempe, Fadilah.
Dia mengaku, kini harus menyiasati naiknya harga kedelai tersebut dengan cara mengurangi ukuran tempe, agar harga jualnya tidak naik. "Sejak ada pandemi COVID-19, daya beli masyarakat juga menurun. Omzet kami turun 50% dari kondisi normal," tuturnya.
Sebelum harga kedelai mengalami kenaikan, dia bisa mendapatkan omzet sekitar Rp400 ribu/hari. Kini untuk mendapatkan omzet Rp250 ribu/hari sudah sulit. Kondisi ini akan semakin memberatkan keberlangsungan usaha tempenya.
(Baca juga: Cacat Fisik Sejak Lahir, Trimo Coba Kuat Tetap Berkarya Lewat Cangkang Telur )
Salah seorang produsen tahun, Khoirur Rizikin juga merasakan dampak kenaikan harga kedelai . Dia terpaksa mengurangi jumlah produksi tahunya. Sebelum ada kenaikan harga kedelai , dalam seminggu dia mampu membeli satu ton kedelai, kini hanya 500 kg saja.
"Harga tahu terpaksa juga kami naikkan, karena kalau tidak naik kami akan mengalami kerugian besar. Meskipun menaikkan harga berisiko turunnya pembeli. Biasanya harganya Rp18 ribu/kotak, kini Rp20 ribu/kotak," ungkapnya.
(Baca juga: Libur Nataru, Kebun Binatang Surabaya Jadi Favorit Warga di Tengah Pandemi COVID-19 )
Para pemilik usaha tahu dan tempe ini berharap, harga kedelai dapat segera turun kembali. Apabila harganya tetap tinggi, dikawatirkan usaha mereka akan gulung tikar, dan banyak pengangguran.
(eyt)