Mas-mas TRIP Berjuang Hingga Akhir Zaman...
loading...
A
A
A
Para pemuda ini ikut terpanggil mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dengan bergabung dalam pasukan TRIP , yang bertugas di garis depan. Saat itu, pemuda dari berbagai daerah yang masih bersatus sebagai pelajar berani berada di garis depan pertempuran.
Saat terjadi pertempuran heroik di Jalan Salak, yang bertugas di pusat pertahanan di dalam Kota Malang, lebih banyak diisi oleh anggota-anggota TRIP yang baru saja dimobilisasi. Mereka rata-rata adalah pelajar setingkat SMP. Tetapi, mereka tidak pernah gentar menghadapi tank-tank Belanda.
Bahkan, Susanto, salah satu komandan TRIP yang turut gugur dalam pertempuran di Jalan Salak. Secara gagah berani melawan tank Belanda, menaikinya, lalu menembaki musuh yang ada di dalam mesin perang tersebut, hanya bersenjatakan pistol. (Baca juga: Mengintip Petilasan Ken Dedes, Ibu Para Raja Nusantara )
Pasca perang mempertahankan kemerdekaan, para prajurit TRIP ini tidak putus untuk terus berjuang menjaga kedaulatan Indonesia. Mereka bukan hanya melanjutkan perjuangan melalui jalur militer, banyak juga yang menyebar menjadi guru, dan berbagai profesi untuk mengisi kemerdekaan.
Bahkan tidak sedikit yang akhirnya melanjutkan sekolah, dan menjadi tenaga ahli di pabrik-pabrik gula. Pabrik-pabrik gula yang sebelumnya dikuasai Belanda, masuk ke pangkuan ibu pertiwi, untuk menyejahterakan rakyat.
Pada tahun 1957, pemerintah Indonesia, mengambil alih pengelolaan pabrik-pabrik gula dari orang-orang Belanda. Sejumlah mantan prajurit TRIP yang melanjutkan pendidikan tentang gula, menjadi bagian dari orang-orang pribumi yang pertama kali bertugas untuk mengoperasikan pabrik-pabrik gula tersebut di bawah kibaran Merah Putih.
Sebagian lagi ada yang menjadi guru. Para prajurit TRIP ini memilih jalur mencerdaskan anak bangsa, melalui pendirian sejumlah sekolah. Perjuangan Indonesia, bagi para prajurit TRIP ini belumlah tuntas. (Baca juga: Jejak Bhatara Katong, Putra Brawijaya V Raja Terakhir Majapahit )
Perjuangan, masih panjang. Tantangannya juga semakin berat. Apabila dahulu TRIP memperjuangkan kemerdekaan dengan senjata, dan bertaruh nyawa. Kini, tantangannya adalah globalisasi yang bisa membuat anak-anak bangsa hanya menjadi penonton.
Anak-anak dan cucu-cucu para pejuang TRIP sering menggelar acara untuk menandai riwayat perjuangan TRIP tersebut. Biasanya mereka menggelar napak tilas pertempuran bumi hangus Kota Malang, yang terjadi pada 31 Juli 1947 silam.