Cerita Masyhur Jalan Braga dan Noni-noni Cantik yang Melegenda

Senin, 26 Oktober 2020 - 05:00 WIB
loading...
Cerita Masyhur Jalan Braga dan Noni-noni Cantik yang Melegenda
Kota Bandung mendapat julukan Kota Kembang erat kaitannya dengan keberadaan kawasan Jalan Braga yang dikenal masyhur dan dahulu banyak ditinggali noni-noni cantik. Foto-foto: SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
Sejak jaman kolonial, Bandung sudah menjadi magnet bagi para pembesar Hindia Belanda. Udaranya yang sejuk dan alamnya yang indah membuat meneer-meneer Belanda betah tinggal berlama-lama di Bandung.

Julukan Bandung Kota Kembang pun kemudian terlontar sebagai ungkapan bahagia dan kepuasan dari mulut para meneer hingga melekat sampai saat ini. Haryanto Kunto dalam bukunya Wajah Bandung Tempo Doeloe menyebut, Bandung Kota Kembang erat kaitannya dengan keberadaan kawasan Jalan Braga yang dikenal masyhur. (Baca juga: Pemkot Bandung Yakin Teras Braga Jadi Daya Tarik Wisatawan)
Cerita Masyhur Jalan Braga dan Noni-noni Cantik yang Melegenda

Sebelum disulap menjadi masyhur, Jalan Braga atau Bragaweg sendiri awalnya hanyalah jalan tanah becek bertahi sapi dan kuda. Pada awal tahun 1800, Jalan Braga adalah jalan setapak penghubung kawasan Alun-alun, Merdeka Lio, Balubur, Coblong, Dago, Bumiwangi, dan Maribaya saat ini dengan jalan tradisional pada masa Kerajaan Pajajaran yang menghubungkan Sumedanglarang dan Wanayasa. (Baca juga: Ki Ageng Wonokusumo, Tokoh Islam Ditakuti Belanda, Adzan di Bukit Terdengar Keseluruh Penjuru)

Jalan tersebut kemudian berkembang menjadi jalan lalu lalang penduduk dan angkutan hasil bumi, terutama kopi dari Gudang Kopi (sekarang Balai Kota Bandung) dimana alat angkut yang umum digunakan saat itu adalah pedati. Sehingga, Jalan Braga pun sempat dinamai Karrenweg yang kemudian lebih dikenal dengan nama Pedatiweg.
Cerita Masyhur Jalan Braga dan Noni-noni Cantik yang Melegenda

Seiring perkembangannya, toko-toko pun mulai dibangun di Jalan Braga. Toko pertama yang dibangun C.A.Hellerman pada tahun 1894 adalah toko yang menjual senjata api, kereta kuda, sepeda, termasuk bengkel reparasi senjata api.

Harga tanah yang murah memungkinkan C.A.Hellerman membangun beberapa bangunan toko lainnya yang kemudian diperjualbelikan. Sebagian bangunan kemudian menjadi Toko Tabaksplant yang menjual bermacam tembakau, pipa rokok, dan rokok.
Cerita Masyhur Jalan Braga dan Noni-noni Cantik yang Melegenda

Bangunan toko tertua kedua setelah toko yang dibangun C.A.Hellerman adalah bangunan toko yang dibangun oleh C.M Luyks yang mempunyai toko di Tjibadakweg (Jalan Cibadak) yaitu NV.Handelmij C.M.Luyks pada tahun 1898.

Tidak hanya toko, seiring semakin pesatnya perkembangan Jalan Braga, gedung-gedung megah pun mulai dibangun, di antaranya Gedung Escompo Bank pada tahun 1900, Javasche Bank pada tahun 1909, hingga Bioskop Majestic dan Hotel Braga. Selain itu, dibangun pula Societeit Concordia yang sekarang menjadi Gedung Merdeka.
Cerita Masyhur Jalan Braga dan Noni-noni Cantik yang Melegenda

Di Jalan Braga, juga dikenal dengan toko-tokonya yang menjual barang-barang eksklusif yang khusus didatangkan dari Eropa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Eropa yang tinggal di Bandung dan sekitarnya. Kemudian pada dasawarsa 1920-1930-an, bermunculan pula toko-toko dan butik (boutique) pakaian yang mengambil model di Kota Paris, Prancis yang saat itu merupakan kiblat model pakaian di dunia.

Dibangunnya gedung Societeit Concordia yang digunakan untuk pertemuan, khususnya bagi kalangan tuan-tuan hartawan, Hotel Savoy Homann, gedung perkantoran, dan lain-lain di beberapa blok di sekitarnya membuat Jalan Braga semakin ramai dan masyhur.

Perkembangannya yang sangat pesat menjadikan Jalan Braga sebagai kawasan komersial paling bergengsi, tempat di mana para preanger planters dan masyarakat Eropa berrekreasi, berjalan-jalan, berbelanja atau sekedar menikmati suasana sambil minum dan makan di Maison Bogerijn (sekarang Braga Permai) dan kafe-kafe yang terdapat di jalan tersebut.

Di balik kemasyhurannya, kawasan Jalan Braga nyatanya menyimpan cerita kelam. Cerita diawali sebuah kegiatan kongres Pengurus Besar Perkumpulan Pengusaha Perkebunan Gula (Bestuur van de Vereniging van Suikerplanters) yang berpusat di Surabaya, pada 1896 saat Bandung mulai dikembangkan sebagai kota.

Meneer Jacob, seorang panitia kongres mendapat masukan dari Meneer Schenk, seorang tuan perkebunan (onderneming) di Priangan untuk memeriahkan dan menghangatkan suhu dingin pegunungan serta suasana pertemuan waktu itu mengingat fasilitas yang tersedia di Bandung belum memadai.

Maka, didatangkanlah noni-noni cantik yang berasal dari kawasan Perkebunan Pasir Malang. Letak Perkebunan Pasir Malang sendiri tak jauh dari perkebunan Malabar di daerah Pangalengan atau kurang lebih 50 kilometer ke arah Selatan dari Kota Bandung saat ini. Plang perkebunan Pasir Malang dapat ditemui tak jauh dari Situ Cileunca ke arah perkebunan teh Cukul, tepatnya di Desa Wates.

Kehadiran rombongan noni-noni cantik bunga desa yang turun gunung ke kota itu membuat seluruh peserta kongres senang. Pemimpin rombongan noni cantik itu tak lain adalah Meneer Schenk sendiri yang juga berasal dari Pasir Malang. Meneer Schenk merupakan salah satu pemilik perkebunan paling awal di sekitar Bandung.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0948 seconds (0.1#10.140)