Cerita Masyhur Jalan Braga dan Noni-noni Cantik yang Melegenda

Senin, 26 Oktober 2020 - 05:00 WIB
loading...
A A A
Singkat kata, kongres itu pun sukses besar. Bagi pengusaha perkebunan gula yang banyak datang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, kongres itu sangat berkesan. Usai kongres, para peserta pun lantas menebarkan istilah "De Bloem der Indische Bergsteden" atau "Bandung Kota Kembang".

Namun begitu, julukan Kota Kembang oleh pengusaha perkebunan yang puas atas pelayanan selama kongres itu lebih mengarah pada servis yang diberikan oleh noni-noni cantik itu. Jadi istilah Kota Kembang disini mengacu pada gadis-gadisnya yang rupawan, bukan kembang atau bunga dalam artian sebenarnya.

"Setelah kongres selesai digelar, noni-noni cantik itu tidak lantas pulang ke kampung halamannya, tapi tinggal menetap di kawasan Jalan Braga, khususnya di kawasan Jalan Kejaksaan saat ini," ujar Ridwan Hutagalung, pendiri komunitas Aleut yang konsisten dengan sejarah Bumi Priangan.

Ridwan yang juga menjadikan buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe sebagai acuan utamanya itu juga mengungkapkan bahwa pascakongres digelar, noni-noni cantik itu tinggal dan membuka layanan prostitusi hingga menjadikan Jalan Kejaksaan terkenal dengan sebutan Bordeelweg atau Jalan Bordil.

Semakin pesatnya perkembangan di kawasan Jalan Braga pun menjadikan julukan Bandung Kota Kembang makin melekat kuat. Keramaian di kawasan itu kemudian memicu hadirnya tempat-tempat hiburan malam dan kawasan remang-remang yang dipenuhi noni-noni cantik.

"Kondisi tersebut berlangsung cukup lama. Bahkan, di masa penjajahan Jepang, praktik prostitusi informal itu terus berlanjut," kata Ridwan.

Ridwan mengakui, meski dengan sumber referensi yang sangat terbatas, julukan Kota Kembang juga memiliki makna harfiah yang sebenarnya. Julukan Kota Kembang disebut-sebut karena keberadaan Toko Kembang yang juga berada di Jalan Braga bernama Bloemenhandel Abundatia, milik tuan G.J. Boom. Toko Kembang Abundatia paling top di Bandung saat itu.

Setiap hari, Toko Kembang Abundatia harus menyediakan dan mengirim bunga mawar dan anggrek yang masih segar lewat kereta api atau pesawat terbang untuk menghiasi Istana Gubernur Jenderal Hindia-Belanda di Weltevreden (Gambir) Batavia.

Untuk memenuhi kebutuhannya, Toko Kembang Abundatia menanam bunga seluas 6 bahu (ukuran tanah jaman dulu) di Boumanlaan (sekarang Jalan Kidang Pananjung-Dago). Tugas mengirim bunga ke istana dilakukan oleh Toko Kembang Abundatia dengan setia dari tahun 1925 hingga tahun 1941.

Apapun asal-usul julukan Kota Kembang serta makna ambiguitas yang menyelimutinya, Bandung dan Jalan Braga sebagai ikon legendarisnya tetap menjadi daya tarik bagi warga Bandung dan pelancong hingga kini.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1133 seconds (0.1#10.140)