Menelusuri Jejak Misteri Makam Putri Cempo

Senin, 05 Oktober 2020 - 05:01 WIB
loading...
A A A
Nama Raden Patah yang moncer seantero jagad sampai ke telinga raja-raja di Burma, Vietnam, dan Thailand yang saat dulu diyakini sebagai Negeri Campa. Nah, Raja Campa ketika itu ingin menjadi sahabat dari Raden Patah.
Menelusuri Jejak Misteri Makam Putri Cempo


Dia kemudian mengirim putrinya, Putri Campa yang oleh sejarawan namanya disebut Darawati atau Dwarawati. Rombongan Putri Campa tentu melalui jalur laut, sampailah ke sebuah pantai yang kini bernama Pantai Moro Demak.

Namun pinangan Putri Cempo ditolak oleh Raden Patah, karena dalam adat istiadat Jawa, lelaki yang melamar perempuan, bukan dilamar. Kecewa karena lamarannya ditolak, Putri Cempo berniat pulang ke Negeri Campa (Burma). Namun karna malu, Putri Cempo tidak berani pulang, dan lebih memilih menetap di sebuah wilayah yang kemudian diberi nama Dukuh Cempan.(Baca juga : Karomah Mbah Ud, Ulama dari Pagerwojo Sidoarjo )

Namun demikian, klaim makam Putri Cempo oleh masyarakat Dukuh Cempan, Desa Bonangrejo, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, terbantahkan dengan beberapa literatur sejarah Bangsa Indonesia.

Di mana disebutkan bahwa keberadaan Putri Campa di tanah Jawa adalah sebagai hadiah untuk Raja Majapahit, Brawijaya V oleh bangsa Tionghoa yang bertujuan agar orang-orang Tionghoa di Jawa dapat perlindungan kerajaan. Ahli sejarah lain berpendapat adanya campur tangan ulama Islam dalam pernikahan Brawijaya V dan putri Campa yang sudah beragama Islam.

Dilansir dari Babad Dipanegara, sebagai permaisuri cantik kesayangan Brawijaya V, Putri Campa membuat cemburu permaisuri. Pada usia bulan ke-7 kehamilan, Raja Brawijaya V menitipkan Putri Campa kepada Aryo Damar, seorang Bupati Palembang.

Di daerah Palembang itulah Raden Patah dilahirkan. Sejak kecil Raden Patah sudah dikenal dengan berbagai nama. Oleh ibunya ia di panggil Jin Bun, namun Aryo Damar lebih suka menyebut Raden Hasan.(Baca juga : Kisah Pertarungan Sengit Santri Tebu Ireng Melawan Dukun Sakti Kebo Ireng )

Adapun seorang resi memanggilnya dengan sebutan Raden Tang Eng Hwa. Namun seorang alim di Palembang menamainya Raden Zainal Abidin. Sementara itu nama Raden Patah sendiri adalah pemberian dari Wali Songgo yang memiliki arti kemenangan.

Pada usia 14 tahun, Raden Patah memilih kembali ke tanah Jawa untuk mendalami agama Islam pada Sunan Ampel di Surabaya. Padahal, saat itu raja Brawijaya V memintanya untuk menggantikan Aryo Damar sebagai Bupati Palembang. Dalam perjalanan ke Jawa Raden Patah ditemani Raden Husen (putra Aryo Damar).

Selama menuntut ilmu pada Sunan Ampel, Raden Patah dikenal memiliki kecerdasan di atas rata-rata murid lainya. Hal inilah yang membuat Sang Guru menyuruhnya untuk mendirikan pondok pesantren ke arah barat dari Surabaya.
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5458 seconds (0.1#10.140)