Kendalikan Dulu Pandemi COVID-19, Baru Stimulus Ekonomi Bisa Berjalan

Selasa, 29 September 2020 - 12:47 WIB
loading...
Kendalikan Dulu Pandemi COVID-19, Baru Stimulus Ekonomi Bisa Berjalan
Ekonom UGM Hendri Saparini.Foto/Dok SINDOnews
A A A
SEMARANG - Ekonom Universitas Gadjah Mada (UMG) pendiri Core Indonesia, Hendri Saparini, percaya bahwa stimulus ekonomi tidak akan memberi manfaat besar selama pandemi COVID-19 belum bisa dikendalikan.

(Baca juga: Dua Penambang Emas Ilegal di Teluk Singkawang Tebo Tewas Tertimbun Longsor)

Karena itu, Hendri menilai, sektor kesehatan harus dinomorsatukan. Menurutnya, tidak ada negara yang sampai enam bulan dari infeksi pertama belum mencapai puncak pandemi. Saat ini pun, tidak ada yang tahu apakah Indonesia masih berada pada gelombang pertama atau sudah masuk ke gelombang kedua pandemi.

(Baca juga: Bongkar Kasus Korupsi Dinas Pendidikan Mimika, Polda Papua Sita Dokumen dan Periksa 65 Orang)

Di sisi ekonomi, Hendri menganggap prediksi global terus terkoreksi di tengah ketidakpastian yang meningkat pada 2020. Pertumbuhan perekonomian di beberapa negara melemah. Namun, pada 2021 nanti, diprediksi akan terjadi pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Bagi Hendri, hal ini merupakan sebuah kesempatan besar bagi Indonesia.

“Artinya, kita memang harus memanfaatkan waktu sekarang ini untuk kondisi di 2021,” kata Hendri dalam Webinar KAGAMA Inkubasi Bisnis (KIB) XIV, Minggu (27/9/2020) malam WIB.

“Sehingga, kalau kita tidak bersiap, kita tidak fokus melakukan sesuatu. Maka pada saat negara-negara tujuan market kita mulai terbuka, kita bahkan tidak siap di dalam negeri.”

“Kita akan kehilangan kesempatan lagi,” jelas alumnus Ilmu Ekonomi FEB UGM angkatan 1983 tersebut.

Hendri yakin akan ada banyak kesempatan bagi Indonesia untuk meraih market baru pada 2021 nanti, khususnya untuk produk-produk pertanian. Tidak hanya ke lima negara yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia selama ini.

Negara tujuan utama ekspor selama ini yakni Tiongkok, AS, Jepang, India, dan Korea Selatan. Lantas, bagaimana Indonesia bisa mulai memulihkan ekonomi? Menurut Hendri, Indonesia tidak perlu melihat negara lain yang perlu upaya penumbuhan ekonomi mendalam dan sangat ketat.

Karena tiap negara punya struktur ekonomi yang beragam. Sebagai contoh, Singapura tidak punya ruang bergerak ketika kegiatan ekonomi dihentikan. Pasalnya, mereka tidak punya market yang cukup mengingat jumlah penduduknya hanya tiga juta jiwa.

“Indonesia dengan 267 juta jiwa orang, masih punya ruang untuk kita maksimalkan. Yakni market (pasar) di dalam negeri,” tutur Hendri.

“Walaupun global seolah berhenti untuk melakukan perdagangan internasional,” terangnya.

Sifat ekonomi tradisional yang dimiliki Indonesia juga menjadi keuntungan lain. Dalam catatan Hendri, 57 persen PDB Indonesia bersumber dari konsumsi rumah tangga.

Melihat kenyataan ini, Pemerintah pun sudah melakukan banyak hal, salah satunya dengan stimulus, agar konsumsi rumah tangga bisa terjaga. Di sisi lain, Hendri juga menyarankan agar Pemerintah tidak hanya mendorong kalangan bawah.

Namun, juga kalangan atas untuk bisa melakukan pengeluaran demi menjaga arus konsumsi rumah tangga. Dalam catatan Hendri, 40 persen kalangan bawah hanya melakukan pengeluaran 17 persen dari keuangan yang mereka punya. Harapannya, konsumsi terus terjaga tetapi kesenjangan tidak semakin melebar.

Sementara itu, inflasi (kenaikan harga) yang terjadi di Indonesia saat ini relatif rendah. BPS mencatat 1,32 persen secara tahunan (year on year) per Agustus 2020. Fenomena ini dipandang Hendri karena demand (permintaan) tengah menurun. Meski begitu, menurutnya, inflasi bukanlah indikator, hanya sasaran antara. “Bukan menjadi target (pemulihan). Mau inflasi tinggi, karena ada pertumbuhan lebih baik, bukan masalah,” kata Hendri.

Ekonom asal Kebumen ini mengatakan, Indonesia tidak perlu menjadi pahlawan yang mendorong global agar berduyun-duyun melakukan perdagangan internasional.

Sebab, bagi Hendri, langkah itu tidak akan berhasil dalam kondisi pandemi seperti sekarang. Setiap negara akan invert looking alias memilih kebijakan terbaik bagi masing-masing.
(zil)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3191 seconds (0.1#10.140)