Pelarian Eyang Onggoloco di Hutan Wonosadi Gunungkidul

Sabtu, 12 September 2020 - 05:01 WIB
loading...
Pelarian Eyang Onggoloco di Hutan Wonosadi Gunungkidul
Pintu masuk kawasan hutan Wonosadi di Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Gunungkidul. FOTO: SINDOnews/Suharjono
A A A
Masuknya Islam di Kerajaan Mataram dipenuhi dengan konflik dengan agama Hindu yang disebarkan dari Kerajaan Majapahit. Banyak cerita pelarian Majapahit di Gunungkidul .

Selain di Pantai Ngobaran, pelarian dari Keraton Mangkunegaran yang juga keturunan Majapahit diyakini melakukan moksa atau menghilang dari muka bumi di salah satu hutan di Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen.

Hutan tersebut adalah hutan Wonosadi, salah satu hutan konservasi yang juga menjadi hutan adat karena banyak pantangan bagi warga setempat.

Sebuah cerita yang sampai sekarang dilanjutkan dengan budaya Nyadran ini berawal dari cerita Eyang Onggoloco bersama Nyi Gading Mas yang melarikan diri sampai sebuah tempat sehingga harus berhenti.(Baca juga : Tak Rela Ladang Minyak Dikuasai Belanda Kembali, Brandan Bumi Hangus pun Terjadi )

Tempat tersebut akhirnya bernama Duren (kudu leren /harus berhenti) karena capek dan haus. Di saat istirahat, kemudian keduanya melihat lahan subur di sisi atas yang disebut Wonosadi. Di dalam hutan itu mereka haus dan kelaparan.

Setelah ke hutan akhirnya mereka mendapatkan sumber air dan mendapatkan makanan ubi hutan. Keduanya makan bersama sama. Kemudian tinggal di hutan tersebut. Namun Nyi Gading Mas memilih bersama warga. Sementara Eyang Onggoloco hidup menyendiri dan tidak menikah. Para warga sering ikut makan bersama mulai dari setiap hari. Kemudian oleh Eyang yang berdarah biru tersebut mulai diatur. "Setiap tiga hari sekali, kemudian menjadi seminggu sekali hingga hanya sebulan sekali," tutur sesepuh hutan Wonosadi, Sariyo kepada SINDOnews.

Diceritakannya, dalam sebuah acara makan bersama tersebut Eyang Onggoloco kemudian meminta warga untuk tidak datang ke hutan lagi selama satu tahun. Bangsawan keturunan Majapahit ini mengatakan jika ingin bertemu, silahkan datang setelah panen dan mengajak makan bersama keluarga di hutan. Namun jangan bertanya dia berada di mana. "Ternyata Eyang Onggoloco moksa di hutan tersebut," imbuhnya.

Hingga saat ini warga sangat percaya dengan sumber air di hutan dan tetap menggelar acara makan bersama di hutan tersebut dengan tradisi Nyadran. Bahkan banyak warga dari Surakarta yang ikut agenda nyadran tersebut. "Kadang sampai dua atau tiga bus warga sekitar Solo ikut dalam Nyadran di sini," tandasnya.

Dalam ritual Nyadran di hutan Wonosadi ini, semua warga makan bersama seperti yang diajarkan Eyang Onggoloco. Banyak warga yang mengajarkan doa serta hajat di hutan tersebut. Mereka meyakini bahwa ada keberkahan tuhan dengan hutan yang tetap terjaga dan juga rasa tenteram usai ikut Nyadran.( )

Terlebih lagi, hutan tersebut tetap lestari. Karena ada pantangan untuk tidak menggunakan kayu di hutan tersebut. Jika teta nekat maka bisa menjadikan petaka. Hingga kini aneka tanaman langka ada di dalam hutan dengan luas 5 hektare tersebut masih terjaga kelestariannya
(nun)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1340 seconds (0.1#10.140)