Misteri Pertarungan Surontanu Lawan Joko Tulus, Dua Murid Pesantren Berbeda Jalan
loading...
A
A
A
Sebelum berdirinya Pesantren Tebu Ireng tahun 1889 di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Jombang Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi itu telah berdiri sebuah pesantren bernama Sumoyono yang didirikan oleh Kiai Sumoyono.
Dari Pesatren Sumoyono ada dua santri yang amat menonjol dan terkenal yakni Surontanu dan Joko Tulus alias Kebo Kicak. Sayangnya kedua santri tersebut harus bermusuhan karena berbeda jalan.
Surontanu merupakan murid pesantren Sumoyono yang sangat keras menolak segala bentuk maksiat dan ketidakadilan, termasuk saat Belanda datang ke Desa Cukir untuk mendirikan pabrik gula.
Sementara Joko Tulus adalah santri murtad yang memilih jalan sesat demi mencapai duniawi sesaat hingga rela menjadi antek belanda.
Perbedaan itu membuat kedua santri yang sama-sama memiliki kanuragan mumpuni ini selalu berbenturan sehingga menjalin permusuhan abadi. Awal permusuhan Surontanu dan Joko Tulus dimulai saat Belanda membangun pabrik gula di Desa Cukir.
Kesewenang-wenangan Belanda dalam mendirikan pabrik dengan merubah paksa sawah warga menjadi kebun tebu, membuat Surontanu emosi dan memberikan perlawanan terhadap kebijakan kolonial itu.
Terlebih belanda sengaja mendukung berdirinya tempat maksiat di lokasi bernama Kebo Ireng yang tak jauh dari pabrik gula serta Pesantren Sumoyono.
Tak ayal Surontanu kian meradang, apalagi lokasi Kebo Ireng dipimpin oleh mantan adik perguruannya di Sumoyono yaitu Joko Tulus alias Kebo Kicak yang telah memilih jalan sesat.
Cikal bakal Joko Tulus menjadi penjahat sebenarnya sudah tercium sejak awal masuk pesantren. Karena masuk pesantren Sumoyono sebenarnya bukan keinginan Joko Tulus, namun kakeknya yang mengirim dan menitipkan langsung kepada Kiai Sumoyono.
Oleh Kiai Sumoyono, Joko Tulus diberi perhatian khusus saat di pesantren hingga menjadi murid kesayangan Kiai.
Dari Pesatren Sumoyono ada dua santri yang amat menonjol dan terkenal yakni Surontanu dan Joko Tulus alias Kebo Kicak. Sayangnya kedua santri tersebut harus bermusuhan karena berbeda jalan.
Surontanu merupakan murid pesantren Sumoyono yang sangat keras menolak segala bentuk maksiat dan ketidakadilan, termasuk saat Belanda datang ke Desa Cukir untuk mendirikan pabrik gula.
Sementara Joko Tulus adalah santri murtad yang memilih jalan sesat demi mencapai duniawi sesaat hingga rela menjadi antek belanda.
Perbedaan itu membuat kedua santri yang sama-sama memiliki kanuragan mumpuni ini selalu berbenturan sehingga menjalin permusuhan abadi. Awal permusuhan Surontanu dan Joko Tulus dimulai saat Belanda membangun pabrik gula di Desa Cukir.
Kesewenang-wenangan Belanda dalam mendirikan pabrik dengan merubah paksa sawah warga menjadi kebun tebu, membuat Surontanu emosi dan memberikan perlawanan terhadap kebijakan kolonial itu.
Terlebih belanda sengaja mendukung berdirinya tempat maksiat di lokasi bernama Kebo Ireng yang tak jauh dari pabrik gula serta Pesantren Sumoyono.
Tak ayal Surontanu kian meradang, apalagi lokasi Kebo Ireng dipimpin oleh mantan adik perguruannya di Sumoyono yaitu Joko Tulus alias Kebo Kicak yang telah memilih jalan sesat.
Cikal bakal Joko Tulus menjadi penjahat sebenarnya sudah tercium sejak awal masuk pesantren. Karena masuk pesantren Sumoyono sebenarnya bukan keinginan Joko Tulus, namun kakeknya yang mengirim dan menitipkan langsung kepada Kiai Sumoyono.
Oleh Kiai Sumoyono, Joko Tulus diberi perhatian khusus saat di pesantren hingga menjadi murid kesayangan Kiai.