Jenis Pungutan Pajak Era Kerajaan Majapahit dari Tanah hingga Orang Asing
loading...
A
A
A
Pajak Pemilikan dikaitkan dengan usaha bisnis, yang disebut dengan istilah atitih dan parahu, yang dalam daerah sima tidak dikenai pajak. Alat transportasi ini berupa binatang (kuda, keledai, sapi, dan gajah), kereta, padatt, gerobak sapi yang disebut sasapen giling, dan perahu.
Sebagai negara maritim, Majapahit telah dikenal berbagai jenis perahu yaitu perahu, masungbaran tanpa tundana, parahu pawalijan, parahu banawa, pakbowan, jurag, panggaran, pawalijan, biliran, welah galah dan panggayan (Prasasti Wimalasrama).
Adapun dasar pengenaan pajak bagi masing-masing jenis perahu berbeda-beda, meskipun tidak diketahui jumlah satuannya. Kemudian pajak profesi menjadi jenis pajak yang ditarik oleh pemerintah.
Perkembangan jenis profesi menjadikan pemerintahan Majapahit menarik pajak dari mereka. Apalagi adanya spesialisasi jenis pekerjaan sebagai mata pencaharian hidup.
Selain petani dan nelayan, masih dikenal adanya pedagang, pengrajin, penjual jasa misalnya abañol, aringgit, matapukan, sena mukha, dan banyaga.
Orang-orang yang disebut terakhir termasuk di dalam warga kilalan, yaitu orang yang dinikmati hasilnya, maksudnya adalah orang yang dikenai pajak atau wajib pajak. Secara khusus tidak diketahui bentuk pungutannya dan besar pungutannya yang dikenakan pada warga kilalan.
Di dalam prasasti hanya ditemukan satuan yang mengikuti sebutannya ketika diadakan pembatasan di daerah stma, misalnya padabt disebut dengan satuan tangkep, tangkilan atau kilan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pajak dipungut pada tiap unit padahi.
Pajak keempat yang ditarik yakni pajak orang asing yang tinggal di wilayah Kerajaan Majapahit. Terdapatbeberapa orang asing yang berasal dari berbagai negara, misalnyaaryya, bablara, bebel, campa, cina, karnntaka, kling, kair, mambang, mandikira, remin, dan singhala.
Mereka ini semua termasuk yang dikenai pajak, karena termasuk dalam warga kilalan.Di dalam prasasti pajak orang asing disebut kiteran. Data tentang hal itu disebut dalam prasasti Wurudu Kidul tahun 922 M.
Prasasti ini mengisahkan tentang proses peradilan dalam kasus kewarganegaraan seseorang. Sang Dhanadi seorang warga Wurudu Kidul disangka orang Khmer, tetapi setelah melalui proses peradilan tuduhan itu tidak terbukti, maka ia kemudian menolak kiteran.
Sebagai negara maritim, Majapahit telah dikenal berbagai jenis perahu yaitu perahu, masungbaran tanpa tundana, parahu pawalijan, parahu banawa, pakbowan, jurag, panggaran, pawalijan, biliran, welah galah dan panggayan (Prasasti Wimalasrama).
Adapun dasar pengenaan pajak bagi masing-masing jenis perahu berbeda-beda, meskipun tidak diketahui jumlah satuannya. Kemudian pajak profesi menjadi jenis pajak yang ditarik oleh pemerintah.
Perkembangan jenis profesi menjadikan pemerintahan Majapahit menarik pajak dari mereka. Apalagi adanya spesialisasi jenis pekerjaan sebagai mata pencaharian hidup.
Selain petani dan nelayan, masih dikenal adanya pedagang, pengrajin, penjual jasa misalnya abañol, aringgit, matapukan, sena mukha, dan banyaga.
Orang-orang yang disebut terakhir termasuk di dalam warga kilalan, yaitu orang yang dinikmati hasilnya, maksudnya adalah orang yang dikenai pajak atau wajib pajak. Secara khusus tidak diketahui bentuk pungutannya dan besar pungutannya yang dikenakan pada warga kilalan.
Di dalam prasasti hanya ditemukan satuan yang mengikuti sebutannya ketika diadakan pembatasan di daerah stma, misalnya padabt disebut dengan satuan tangkep, tangkilan atau kilan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pajak dipungut pada tiap unit padahi.
Pajak keempat yang ditarik yakni pajak orang asing yang tinggal di wilayah Kerajaan Majapahit. Terdapatbeberapa orang asing yang berasal dari berbagai negara, misalnyaaryya, bablara, bebel, campa, cina, karnntaka, kling, kair, mambang, mandikira, remin, dan singhala.
Mereka ini semua termasuk yang dikenai pajak, karena termasuk dalam warga kilalan.Di dalam prasasti pajak orang asing disebut kiteran. Data tentang hal itu disebut dalam prasasti Wurudu Kidul tahun 922 M.
Prasasti ini mengisahkan tentang proses peradilan dalam kasus kewarganegaraan seseorang. Sang Dhanadi seorang warga Wurudu Kidul disangka orang Khmer, tetapi setelah melalui proses peradilan tuduhan itu tidak terbukti, maka ia kemudian menolak kiteran.