Kisah Pilu Penolakan Gayatri Rajapatni Jadi Raja Majapahit usai Kematian Jayanegara
loading...
A
A
A
Krisis kepemimpinan konon pernah melanda Kerajaan Majapahit usai meninggalnya Raja Jayanagara. Pasalnya tak ada pewaris tahta, karena Jayanagara sendiri meninggal dalam kondisi belum menikah dan tak punya keturunan.
Garis keturunan dari Raden Wijaya pendiri dan raja pertama Kerajaan Majapahit adalah para perempuan yakni Tribhuwana Tunggadewi dan Rajadewi Maharajasa. Sedangkan Jayanagara merupakan anak laki-laki satu-satunya dari selir Raden Wijaya, bernama Dara Petak.
Musyawarah panjang dilakukan di internal kerajaan. Gajah Mada saat itu yang belum naik tahta menjabat mahapatih dimintai pertimbangannya. Sosok Gayatri yang merupakan istri pendiri Kerajaan Majapahit juga menjadi pertimbangan mengapa Gajah Mada memutuskan hal itu.
Earl Drake dalam bukunya “Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit”, lantas mengusulkan nama Gayatri yang menjadi penerus tahta Majapahit. Usulan itu diajukan Gajah Mada yang masih berstatus Mahapatih Majapahit.
Menurut Gajah Mada, dalam sejarah Jawa tidak pernah ditemukan seorang penguasa perempuan, tapi secara hukum adat, maupun ajaran agama tidak pernah melarang perempuan berkuasa.
Selain itu, menurut para resi, ada beberapa penguasa perempuan dalam sejarah Cina, India, Jepang, Vietnam, Sri Lanka, dan Mongol. Di daerah sekitar Jawa, juga ada seorang ratu di Bali dan seorang lagi di Sulawesi tercatat dalam sejarah.
Bagi Gajah Mada, ketika tidak ada pesaing tahta laki-laki yang pantas, Jawa tak punya alasan untuk menolak seorang penguasa perempuan. Ia menambahkan, bahwa di banyak tempat lain, ratu diangkat sebagai penguasa setelah sang suami wafat.
Hal inilah yang disebut Gajah Mada kala itu, menjadi alasan terkuat untuk mendukung Gayatri naik tahta menjadi raja. Apalagi kecakapan patriotisme sudah dikenal segenap warga kerajaan.Namun pertimbangan Gajah Mada itu ditolak oleh Gayatri.
Garis keturunan dari Raden Wijaya pendiri dan raja pertama Kerajaan Majapahit adalah para perempuan yakni Tribhuwana Tunggadewi dan Rajadewi Maharajasa. Sedangkan Jayanagara merupakan anak laki-laki satu-satunya dari selir Raden Wijaya, bernama Dara Petak.
Musyawarah panjang dilakukan di internal kerajaan. Gajah Mada saat itu yang belum naik tahta menjabat mahapatih dimintai pertimbangannya. Sosok Gayatri yang merupakan istri pendiri Kerajaan Majapahit juga menjadi pertimbangan mengapa Gajah Mada memutuskan hal itu.
Earl Drake dalam bukunya “Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit”, lantas mengusulkan nama Gayatri yang menjadi penerus tahta Majapahit. Usulan itu diajukan Gajah Mada yang masih berstatus Mahapatih Majapahit.
Menurut Gajah Mada, dalam sejarah Jawa tidak pernah ditemukan seorang penguasa perempuan, tapi secara hukum adat, maupun ajaran agama tidak pernah melarang perempuan berkuasa.
Selain itu, menurut para resi, ada beberapa penguasa perempuan dalam sejarah Cina, India, Jepang, Vietnam, Sri Lanka, dan Mongol. Di daerah sekitar Jawa, juga ada seorang ratu di Bali dan seorang lagi di Sulawesi tercatat dalam sejarah.
Bagi Gajah Mada, ketika tidak ada pesaing tahta laki-laki yang pantas, Jawa tak punya alasan untuk menolak seorang penguasa perempuan. Ia menambahkan, bahwa di banyak tempat lain, ratu diangkat sebagai penguasa setelah sang suami wafat.
Baca Juga
Hal inilah yang disebut Gajah Mada kala itu, menjadi alasan terkuat untuk mendukung Gayatri naik tahta menjadi raja. Apalagi kecakapan patriotisme sudah dikenal segenap warga kerajaan.Namun pertimbangan Gajah Mada itu ditolak oleh Gayatri.