Kisah Pemberontakan Pangeran dari Madura, Hancurkan Istana Baru Mataram yang Dibangun Amangkurat I
loading...
A
A
A
Pasukan Trunajaya menghimpun kekuatan kembali di Kediri. Keberadaan mereka, juga didukung dengan adanya pemberontakan di pedalaman Jawa Timur, dan Jawa Tengah, yang mulai membuahkan hasil, sehingga memberanikan diri menyerang pusat Kerajaan Mataram.
Masa-masa kelam di Ibu Kota Mataram Plered tiba. Pada Juni 1677, keraton yang baru dibangun dengan susah payah oleh ratusan ribu rakyat tersebut, akhirnya porak-poranda karena amukan para kaum pemberontak.
Jatuhnya Plered oleh pasukan pemberontak di bawah pimpinan Trunajaya, membuat Amangkurat I melarikan diri dalam kondisi sakit. Pada situasi genting dan mengerikan ini, Amangkurat I dilanda krisis kepercayaan dari para pangeran kerajaan.
Alih-alih membantu raja untuk menghalau serangan para pemberontak, para pangeran yang mulai berani menujukkan sikap tidak sukanya terhadap Amangkurat I, itu justru menghalangi perlawanan dengan baik.
Amangkurat I yang sudah tua, saat itu memutuskan melarikan diri. Dia dan sejumlah pengikutnya terseok-seok menuju kompleks makam Imogiri, untuk melarikan diri dari kejaran pemberontak. Amangkurat I kemudian melanjutkan pelariannya, hingga akhirnya meninggal di Bumiayu.
Pemberontakan selama lima hari, yakni pada 28 Juni-3 Juli 1677 membuat Ibu Kota Plered porak-poranda. Danau buatan, istana megah dari batu bata, hingga kompleks ibu kota Plered yang dibuat sekitar 20 tahun lamanya, dihancurkan pasukan pemberontak. Keraton Plered akhirnya ditinggalkan pada tahun 1680-an oleh putera Amangkurat I, Sultan Amangkurat II.
Dalam proses pembangunan Keraton Plered, Raja Amangkurat I mengerahkan lebih dari 300 ribu orang rakyatnya. Langkah ini diambil, demi mewujudkan ambisi Amangkurat I, membangun istana baru yang megah.
Istana baru untuk Kerajaan Mataram tersebut, dibangun di wilayah Plered, yang kini masuk dalam wilayah Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Tak hanya gedung istana yang mewah dengan dinding dari batu bata.
Masa-masa kelam di Ibu Kota Mataram Plered tiba. Pada Juni 1677, keraton yang baru dibangun dengan susah payah oleh ratusan ribu rakyat tersebut, akhirnya porak-poranda karena amukan para kaum pemberontak.
Jatuhnya Plered oleh pasukan pemberontak di bawah pimpinan Trunajaya, membuat Amangkurat I melarikan diri dalam kondisi sakit. Pada situasi genting dan mengerikan ini, Amangkurat I dilanda krisis kepercayaan dari para pangeran kerajaan.
Alih-alih membantu raja untuk menghalau serangan para pemberontak, para pangeran yang mulai berani menujukkan sikap tidak sukanya terhadap Amangkurat I, itu justru menghalangi perlawanan dengan baik.
Amangkurat I yang sudah tua, saat itu memutuskan melarikan diri. Dia dan sejumlah pengikutnya terseok-seok menuju kompleks makam Imogiri, untuk melarikan diri dari kejaran pemberontak. Amangkurat I kemudian melanjutkan pelariannya, hingga akhirnya meninggal di Bumiayu.
Pemberontakan selama lima hari, yakni pada 28 Juni-3 Juli 1677 membuat Ibu Kota Plered porak-poranda. Danau buatan, istana megah dari batu bata, hingga kompleks ibu kota Plered yang dibuat sekitar 20 tahun lamanya, dihancurkan pasukan pemberontak. Keraton Plered akhirnya ditinggalkan pada tahun 1680-an oleh putera Amangkurat I, Sultan Amangkurat II.
Dalam proses pembangunan Keraton Plered, Raja Amangkurat I mengerahkan lebih dari 300 ribu orang rakyatnya. Langkah ini diambil, demi mewujudkan ambisi Amangkurat I, membangun istana baru yang megah.
Istana baru untuk Kerajaan Mataram tersebut, dibangun di wilayah Plered, yang kini masuk dalam wilayah Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Tak hanya gedung istana yang mewah dengan dinding dari batu bata.