Siu Ban Ci, Selir Prabu Brawijaya Dari China yang Mengubah Sejarah Jawa

Jum'at, 22 September 2023 - 05:34 WIB
loading...
A A A


Setelah lahir, buah cinta Prabi Brawijaya dengan Siu Ban Ci tersebut, justru diberi nama Raden Hasan, dan memiliki nama China, Jin Bun. Saat beranjak dewasa, Raden Hasan melakukan perjalanan ke tanah Jawa, untuk menemui ayah kandungnya.

Saat Prabu Brawijaya atau Bhre Kertabhumi bertemu darah dagingnya, perasaannya begitu senang. Bahkan, penguasa Majapahit tersebut mengangkat Raden Hasan menjadi Adipati Demak.

Prabu Brawijaya juga mengangkat adik tiri Raden Hasan, yang merupakan buah perkawinan Arya Damar dengan Siu Ban Ci, Raden Husain atau Raden Kusen sebagai Adipati Terung, yang dikemudian hari dikenal dengan nama Arya Pecattanda.

Raden Hasan akhirnya menjadikan Kadipaten Demak, sebagai Kesultanan Demak Bintoro. Dilansir dari laman kemendikbud.go.id, pembangunan masjid Agung Demak juga dikaitkan dengan pengangkatan Raden Patah sebagai Adipati Demak pada tahun 1462.

Dia diangkat oleh wali songo, menjadi Sultan Demak Bintoro pada tahun 1478, dan dikenal dengan nama Raden Patah. Nama Raden Patah, diduga diambil dari Bahasa Arab al-Fatah yang artinya Sang Pembuka. Pengangkatan Raden Patah sebagai Sultan Demak Bintoro, bertepatan dengan jatuhnya Majapahit di tangan Prabu Girindrawardhana dari Kediri.



Darah Majapahit yang mengalir dalam diri Raden Patah mendidih, saat mendengar kabar kerajaan ayahnya telah jatuh ke tangan Prabu Girindrawardhana. Hal inilah yang diduga menjadi salah satu pemicu, dia menyerang Majapahit.

Diceritakan juga dalam laman tersebut. bahwa Raden Patah menangguhkan penyerangan yang kedua ke wilayah Majapahit, yang telah dikuasai Prabu Girindrawardhana, untuk melanjutkan mendirikan masjid Kadipaten Demak, bersama para wali songo yang sudah dimulai pada tahun 1477.

Kelanjutan pembangunan masjid dan penangguhan serangan ke Majapahit tersebut, merupakan bentuk penyesalan Raden Patah atas kekhilafannya yang terburu nafsu menyerang pasukan Girindrawadhana, sehingga banyak prajuritnya yang gugur.

Masjid yang selesai dibangun pada tahun 1479 tersebut, ditandai dengan gambar bulus yang memiliki makna sengkala memet. Sengkala memet bergambar bulus ini, memiliki makna rasa keprihatinan Raden Patah karena kerajaan ayahnya direbut Girindrawadhana.

Sementara dalam catatan Riboet Darmosoetopo yang termuat dalam buku "700 Tahun Majapahit, Suatu Bungai Rampai" diungkap, Babad Tanah Jawi menyebut, Majapahit runtuh akibat serangan Kerajaan Islam Demak. Hal ini ditandai dengan sengkalan sirna ilang kertaning bumi, bertahun 1.400 saka, atau 1478 masehi.



Keberadaan Kerajaan Majapahit ternyata tidak benar-benar lenyap, usai adanya serangan Demak. Sejumlah prasasti menyebut, pada tahun 1486 Dyah Ranawijaya yang bergelar Girindrawardhana merupakan raja di wilayah Wilwatiktapura Janggala, dan Kadiri.

Berita China dari Dinasti Ming, menyebutkan adanya hubungan dengan Raja Jawa, pada tahun 1499. Bahkan Gubernur Portugis di Malaka, Rui de Brito pada tahun 1514, menyebutkan ada dua raja "Kafir" yaitu raja Sunda, dan raja Jawa.

Hal yang sama juga dituliskan oleh penulis Italia, Barbosa, yang menyebut raja "kafir" di pedalaman Jawa, pada tahun 1518. Barulah pada tahun 1522, seorang ahli Italia lainnya, Antonio Pigafeta menyebutkan bahwa penguasa di Majapahit adalah Pati Unus.

Tulisan Antonio Pigafeta inilah, yang mengisyaratkan bahwa kala itu Majapahit sudah masuk dalam kekuasaan kerajaan Demak. Penakhlukan Majapahit oleh Demak, tak terlalu gamblang diceritakan dalam Serat Kanda, dan Serat Darmogandul. Riboet Darmosoetopo menduga, kematian Bhre Kertabhumi pada tahun 1478 akibat serangan Dyah Ranawijaya, dijadikan sengkalan sirna ilang kertaning bumi dalam Babad Tanah Jawi.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1229 seconds (0.1#10.140)