Kisah Sultan Yogya Terpaksa Diungsikan Belanda Akibat Serangan Ribuan Pasukan Pangeran Diponegoro
loading...

Pangeran Diponegoro versi AI. Foto/Instagram @ainusantara
A
A
A
SERANGAN ribuan pasukan Pangeran Diponegoro ke pusat-pusat kota Yogyakarta mengejutkan keraton dan Belanda. Keraton yang sudah terlanjur berkongsi dengan Belanda juga terkena getahnya, dengan pengepungan di wilayah tak jauh dari bangunan Keraton Yogyakarta.
Peristiwa serangan pasukan Diponegoro mengejutkan tentara dan pemerintah Hindia Belanda. Para pembesar Kesultanan dan Pemerintah Hindia Belanda panik luar biasa, mengungsi ke Benteng Vredeburg.
Garnisun Yogyakarta yang hanya berkekuatan 200 orang, tidak mungkin menghadapi pasukan Diponegoro yang jumlahnya jauh lebih besar. Saking paniknya, akhirnya Sultan Hamengkubuwono V juga diungsikan ke Benteng Vredeburg dan dikawal secara ketat.
Residen Smissaert melaporkan peristiwa ini kepada Jenderal de Kock dan meminta bantuan perkuatan pasukan. Tapi sebagian pasukan Belanda yang mundur ke luar Yogyakarta ke Surakarta dihadang oleh pasukan Pangeran Diponegoro di Prambanan.
Pertempuran pasukan yang tak seimbang menyulitkan langkah pasukan Belanda, sehingga harus menyerah. Legiun Mangkunegoro yang dipimpin oleh Kapten R.M. Suwongso dihancurkan di Randugunting, Kalasan, yang kini masuk Klaten.
Komandan pasukan ditawan, kemudian dibawa menghadap Diponegoro di Selarong. Keraton dan sekitarnya berhasil dipertahankan oleh pasukan pengawal keraton yang dipimpin oleh Mayor Wironegoro.
Yogyakarta kemudian diisolasi, yang membuat Keraton Yogyakarta dan pasukannya tak bisa berbuat banyak. Pasukan Diponegoro memblokade jalan masuk ke negara (kota), sehingga Yogyakarta praktis menjadi kota mati dan kekurangan pangan.
Tawanan dan barang rampasan dibawa ke Selarong, dihadapkan ke pramudeng prang atau pemimpin perang Diponegoro, Yogyakarta diduduki selama tujuh hari. Serangan terhadap Yogyakarta merupakan sukses awal dari conspiracy of silence Diponegoro, yang dilakukan bertahun-tahun. Dalam waktu yang singkat seluruh wilayah kesultanan bergejolak.
Peristiwa serangan pasukan Diponegoro mengejutkan tentara dan pemerintah Hindia Belanda. Para pembesar Kesultanan dan Pemerintah Hindia Belanda panik luar biasa, mengungsi ke Benteng Vredeburg.
Garnisun Yogyakarta yang hanya berkekuatan 200 orang, tidak mungkin menghadapi pasukan Diponegoro yang jumlahnya jauh lebih besar. Saking paniknya, akhirnya Sultan Hamengkubuwono V juga diungsikan ke Benteng Vredeburg dan dikawal secara ketat.
Residen Smissaert melaporkan peristiwa ini kepada Jenderal de Kock dan meminta bantuan perkuatan pasukan. Tapi sebagian pasukan Belanda yang mundur ke luar Yogyakarta ke Surakarta dihadang oleh pasukan Pangeran Diponegoro di Prambanan.
Pertempuran pasukan yang tak seimbang menyulitkan langkah pasukan Belanda, sehingga harus menyerah. Legiun Mangkunegoro yang dipimpin oleh Kapten R.M. Suwongso dihancurkan di Randugunting, Kalasan, yang kini masuk Klaten.
Komandan pasukan ditawan, kemudian dibawa menghadap Diponegoro di Selarong. Keraton dan sekitarnya berhasil dipertahankan oleh pasukan pengawal keraton yang dipimpin oleh Mayor Wironegoro.
Yogyakarta kemudian diisolasi, yang membuat Keraton Yogyakarta dan pasukannya tak bisa berbuat banyak. Pasukan Diponegoro memblokade jalan masuk ke negara (kota), sehingga Yogyakarta praktis menjadi kota mati dan kekurangan pangan.
Tawanan dan barang rampasan dibawa ke Selarong, dihadapkan ke pramudeng prang atau pemimpin perang Diponegoro, Yogyakarta diduduki selama tujuh hari. Serangan terhadap Yogyakarta merupakan sukses awal dari conspiracy of silence Diponegoro, yang dilakukan bertahun-tahun. Dalam waktu yang singkat seluruh wilayah kesultanan bergejolak.
(rca)
Lihat Juga :