Kisah Soedirman jadi Panglima TKR di Tengah Perang Dingin Perwira PETA dan KNIL
loading...
A
A
A
Bahkan sebagai menteri keamanan, posisi Amir lebih dekat dengan bekas perwira KNIL daripada PETA. Tugas Oerip sebagai pimpinan TKR adalah membenahi persoalan yang terjadi di dalam institusinya.
Dalam rapat di Yogyakarta, seluruh perwira berpangkat letnan kolonel ke atas atau komandan resimen, hadir. Suasana rapat sejak awal tidak memperlihatkan suasana kedisiplinan sebuah institusi militer.
Para peserta yang hadir bergaya ala koboi dengan pistol terselip di pinggang. Rapat berubah panas saat kolonel Holland Iskandar, mantan perwira PETA tiba-tiba melontarkan interupsi.
Holland meminta dilakukan pemilihan panglima atau pimpinan tertinggi TKR yang baru berumur seminggu. Oerip tak mampu mengendalikan situasi. Tujuan rapat yang awalnya untuk menyelesaikan persaingan antara bekas perwira PETA dan KNIL bergeser menjadi pemilihan pimpinan tertinggi TKR.
Mekanisme pemilihan votingpun digelar. Sejumlah nama kandidat bermunculan, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Nasir (mantan pelaut yang pernah bekerja di angkatan laut Jepang), Wijoyo Suryokusumo, dan GPH Purwonegoro.
Kemudian juga Laksamana M. Pardi (Kepala TKR Laut), Suryadi Suryadarma, Soedirman dan Oerip sendiri. Dari hasil pemilihan awal mengerucut menjadi dua nama, yakni Soedirman yang merupakan komandan resimen TKR Banyumas dan Oerip Soemohardjo.
Proses pemilihan dilanjut. Hasilnya, Oerip yang lebih senior dan dianggap lebih berpengalaman hanya mengantongi 21 suara. Sedangkan Soedirman memperoleh dukungan 23 suara.
Sebanyak enam suara dukungan kepada Soedirman di antaranya disumbang dari resimen TKR di Sumatera. Para perwira TKR Sumatera sebagian besar adalah bekas Gyugun, yakni tentara sukarela semacam PETA.
Baca Juga
Dalam rapat di Yogyakarta, seluruh perwira berpangkat letnan kolonel ke atas atau komandan resimen, hadir. Suasana rapat sejak awal tidak memperlihatkan suasana kedisiplinan sebuah institusi militer.
Para peserta yang hadir bergaya ala koboi dengan pistol terselip di pinggang. Rapat berubah panas saat kolonel Holland Iskandar, mantan perwira PETA tiba-tiba melontarkan interupsi.
Holland meminta dilakukan pemilihan panglima atau pimpinan tertinggi TKR yang baru berumur seminggu. Oerip tak mampu mengendalikan situasi. Tujuan rapat yang awalnya untuk menyelesaikan persaingan antara bekas perwira PETA dan KNIL bergeser menjadi pemilihan pimpinan tertinggi TKR.
Mekanisme pemilihan votingpun digelar. Sejumlah nama kandidat bermunculan, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Nasir (mantan pelaut yang pernah bekerja di angkatan laut Jepang), Wijoyo Suryokusumo, dan GPH Purwonegoro.
Kemudian juga Laksamana M. Pardi (Kepala TKR Laut), Suryadi Suryadarma, Soedirman dan Oerip sendiri. Dari hasil pemilihan awal mengerucut menjadi dua nama, yakni Soedirman yang merupakan komandan resimen TKR Banyumas dan Oerip Soemohardjo.
Baca Juga
Proses pemilihan dilanjut. Hasilnya, Oerip yang lebih senior dan dianggap lebih berpengalaman hanya mengantongi 21 suara. Sedangkan Soedirman memperoleh dukungan 23 suara.
Sebanyak enam suara dukungan kepada Soedirman di antaranya disumbang dari resimen TKR di Sumatera. Para perwira TKR Sumatera sebagian besar adalah bekas Gyugun, yakni tentara sukarela semacam PETA.