Kisah Pilu Ronggolawe, Prajurit Pemberani Majapahit tapi Berakhir Tragis
loading...
A
A
A
Teringat jasa besar Ronggalawe yang ikut mendirikan Kerajaan Majapahit. Bersama Lembu Sora, dan Nambi serta para loyalis Raden Wijaya lain, Lawe bertempur habis-habisan mengusir ratusan ribu prajurit Khubilai Khan. Ronggalawe bersama Raden Wijaya juga berperang melawan pasukan Kediri.
Di saat Raden Wijaya masih dikejar-kejar pengikut Jayakatwang, Adipati Sumenep, Banyak Wide juga yang menjadi pelindungnya. Di Kadipaten Sumenep, menantu Raja Kertanegara itu bersembunyi. Atas saran Banyak Wide juga, Raden Wijaya memperoleh Hutan Tarik yang kelak berdiri Kerajaan Majapahit.
Banyak Wide hanya bisa tertegun dan merenung. Ronggalawe, putranya telah gugur secara tragis. Mati dengan cap sebagai pemberontak karena melawan Kerajaan Majapahit. Kerajaan yang ia pernah ikut mendirikannya.
Sementara usai menyatakan tekad berbela pati menyusul suami (Ranggalawe), Nyi Tirtawati dan Nyi Mertaraga, langsung meminta restu Ki Ageng Palandhongan, ayahnya. Kaki Ki Ageng Palandhongan dan istri, dicium sekaligus memohon pamit.
Melihat suasana duka yang berlarut-larut itu, Arya Adikara atau Banyak Wide, mencoba mencairkan suasana. "Marilah kita sabar dan tawakal, menerima apa adanya. Rupanya semua ini sudah takdir belaka. Tentu baginda raja tak akan melupakan jasa-jasa dan darmabakti si Lawe," kata Banyak Wide seperti dikisahkan Serat Ranggalawe.
Keesokan harinya. Diiringi upacara, rombongan dari Kadipaten Tuban berangkat menuju Kerajaan Majapahit. Ki Ageng Palandhongan dan Arya Adikara mengiringi kedua istri Ronggalawe yang ingin bertemu jenazah suaminya yang berada di Istana Majapahit.
Kuda Anyampiani, putra Ronggalawe yang masih berusia anak-anak, turut serta. Setiba di Majapahit, rombongan disambut langsung Raja Wijaya. Di depan Banyak Wide, dengan wajah muram, Raja Wijaya menyatakan rasa duka yang mendalam. Meski akhirnya harus berperang, baginya Ronggalawe sudah seperti saudara.
"Agaknya sudah menjadi nasibku pula, memiliki saudara terkasih harus putus dan kehilangan sampai di sini," kata Raja Wijaya kepada Banyak Wide. Jenazah Ronggalawe disemayamkan di tengah balairung yang luas. Selembar kain hijau menutupinya. Raja Wijaya mempersilahkan kedua istri Ronggalawe melihat jenazah suaminya.
Dengan hati remuk redam Nyi Tirtawati dan Nyi Mertaraga menciumi jasad Ronggalawe. Sebentar terdengar sedu sedan serta ratapan pilu. Begitu selesai berbela sungkawa dengan suara tersendat-sendat, kedua istri Ranggalawe melanjutkan rencana bela patinya. Masing-masing menghunus keris.
Di saat Raden Wijaya masih dikejar-kejar pengikut Jayakatwang, Adipati Sumenep, Banyak Wide juga yang menjadi pelindungnya. Di Kadipaten Sumenep, menantu Raja Kertanegara itu bersembunyi. Atas saran Banyak Wide juga, Raden Wijaya memperoleh Hutan Tarik yang kelak berdiri Kerajaan Majapahit.
Banyak Wide hanya bisa tertegun dan merenung. Ronggalawe, putranya telah gugur secara tragis. Mati dengan cap sebagai pemberontak karena melawan Kerajaan Majapahit. Kerajaan yang ia pernah ikut mendirikannya.
Sementara usai menyatakan tekad berbela pati menyusul suami (Ranggalawe), Nyi Tirtawati dan Nyi Mertaraga, langsung meminta restu Ki Ageng Palandhongan, ayahnya. Kaki Ki Ageng Palandhongan dan istri, dicium sekaligus memohon pamit.
Melihat suasana duka yang berlarut-larut itu, Arya Adikara atau Banyak Wide, mencoba mencairkan suasana. "Marilah kita sabar dan tawakal, menerima apa adanya. Rupanya semua ini sudah takdir belaka. Tentu baginda raja tak akan melupakan jasa-jasa dan darmabakti si Lawe," kata Banyak Wide seperti dikisahkan Serat Ranggalawe.
Baca Juga
Keesokan harinya. Diiringi upacara, rombongan dari Kadipaten Tuban berangkat menuju Kerajaan Majapahit. Ki Ageng Palandhongan dan Arya Adikara mengiringi kedua istri Ronggalawe yang ingin bertemu jenazah suaminya yang berada di Istana Majapahit.
Kuda Anyampiani, putra Ronggalawe yang masih berusia anak-anak, turut serta. Setiba di Majapahit, rombongan disambut langsung Raja Wijaya. Di depan Banyak Wide, dengan wajah muram, Raja Wijaya menyatakan rasa duka yang mendalam. Meski akhirnya harus berperang, baginya Ronggalawe sudah seperti saudara.
"Agaknya sudah menjadi nasibku pula, memiliki saudara terkasih harus putus dan kehilangan sampai di sini," kata Raja Wijaya kepada Banyak Wide. Jenazah Ronggalawe disemayamkan di tengah balairung yang luas. Selembar kain hijau menutupinya. Raja Wijaya mempersilahkan kedua istri Ronggalawe melihat jenazah suaminya.
Dengan hati remuk redam Nyi Tirtawati dan Nyi Mertaraga menciumi jasad Ronggalawe. Sebentar terdengar sedu sedan serta ratapan pilu. Begitu selesai berbela sungkawa dengan suara tersendat-sendat, kedua istri Ranggalawe melanjutkan rencana bela patinya. Masing-masing menghunus keris.