Cerita Mbah Moedjair, Penemu Ikan Mujair asal Blitar
Minggu, 28 Juni 2020 - 05:00 WIB
Mbah Moedjair juga diangkat sebagai pegawai yang khusus mengurusi masalah perikanan. Sejak itu ikan mujair menjadi ikan favorit rakyat. Dikenal sejak jaman kolonial Belanda, Jepang dan mencapai keemasan di masa pemerintahan Bung Karno.
Tidak hanya di kolam kolam penangkaran. Di sungai, bendungan, bahkan parit parit di sawah, semuanya menjadi habitat mujair. Selain bergizi dan mudah diternakkan, ikan mujair juga memiliki harga ekonomis.
Namun sejak adanya program penggalakan ikan lele dumbo, gurami di masa rezim orde baru, keberadaan ikan mujair mulai tergeser. Sebagai ikan konsumsi, posisi mujair digantikan lele dan gurami serta nila. Situasi itu diperparah dengan munculnya propaganda mujair sebagai ikan hama.
Propaganda itu mengacu pada prilaku ikan mujair yang cepat berbiak sekaligus mengalahkan ikan lain dalam urusan makan. Bahkan mulai tahun 90 an dan puncaknya tahun 2000 an hingga sekarang, ikan mujair terancam punah.
Bahkan saat ini Wibowo hanya memiliki seekor mujair betina, dan sudah bertahun tahun mencari ikan mujair lain kesana kemari, namun tidak kunjung menemukan.
Menurut Wibowo, karena penyakit asma yang diderita, pada 7 September 1957, Mbah Moedjair tutup usia. Mbah Moedjair dikebumikan di pemakaman umum Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro.
Pada tahun 1960, Departemen Perikanan Indonesia memugar makam Mbah Moedjair, sekaligus mendirikan semacam monumen bergambar ikan pada batu nisan disertai tulisan : Moedjair Penemu Ikan Moedjair.
"Harapan keluarga dan masyarakat Blitar, khususnya warga Desa Papungan, bagaimana mengembalikan ikan mujair sebagai ikan rakyat. Bahkan bisa menjadi ikon perikanan Kabupaten Blitar, "kata Wibowo yang menambahkan beberapa keturunan Mbah Moedjair menjadi pegawai perikanan pemerintah.
Tidak hanya di kolam kolam penangkaran. Di sungai, bendungan, bahkan parit parit di sawah, semuanya menjadi habitat mujair. Selain bergizi dan mudah diternakkan, ikan mujair juga memiliki harga ekonomis.
Namun sejak adanya program penggalakan ikan lele dumbo, gurami di masa rezim orde baru, keberadaan ikan mujair mulai tergeser. Sebagai ikan konsumsi, posisi mujair digantikan lele dan gurami serta nila. Situasi itu diperparah dengan munculnya propaganda mujair sebagai ikan hama.
Propaganda itu mengacu pada prilaku ikan mujair yang cepat berbiak sekaligus mengalahkan ikan lain dalam urusan makan. Bahkan mulai tahun 90 an dan puncaknya tahun 2000 an hingga sekarang, ikan mujair terancam punah.
Bahkan saat ini Wibowo hanya memiliki seekor mujair betina, dan sudah bertahun tahun mencari ikan mujair lain kesana kemari, namun tidak kunjung menemukan.
Menurut Wibowo, karena penyakit asma yang diderita, pada 7 September 1957, Mbah Moedjair tutup usia. Mbah Moedjair dikebumikan di pemakaman umum Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro.
Pada tahun 1960, Departemen Perikanan Indonesia memugar makam Mbah Moedjair, sekaligus mendirikan semacam monumen bergambar ikan pada batu nisan disertai tulisan : Moedjair Penemu Ikan Moedjair.
"Harapan keluarga dan masyarakat Blitar, khususnya warga Desa Papungan, bagaimana mengembalikan ikan mujair sebagai ikan rakyat. Bahkan bisa menjadi ikon perikanan Kabupaten Blitar, "kata Wibowo yang menambahkan beberapa keturunan Mbah Moedjair menjadi pegawai perikanan pemerintah.
(msd)
tulis komentar anda