Habib Luthfi: Bentengi Generasi Muda dengan Nasionalisme dan Sejarah Kejayaan Bangsa
Kamis, 10 Februari 2022 - 03:23 WIB
Oleh karena itu, Habib Luthfi mendukung upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam melindungi generasi muda dari paham radikal terorisme. Menurutnya, kegiatan silaturahmi dan dialog kebangsaan ini sangat bagus untuk menggugah pemerintah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk bersatu memerangi paham kekerasan tersebut. Sekaligus memberikan pemahaman kepada generasi muda tentang pentingnya nasionalisme.
"Generasi muda harus mencontoh bagaimana dulu Kerajaan Majapahit mampu menyatukan Indonesia. Saat itu Raja Hayam Wuruk atau Brawijaya dalam melakukan pendekatan terhadap umat Islam sampai memberikan tanah di Ampel.Pada waktu itu, menteri pertanian dan menteri ekonomi yang diangkat adalah Maulana Malik Ibrahim, sementara Menkeu Maulana Asmorodono," tuturnya.
Contoh lainnya, kata Habib Luthfi, di zaman Sunan Kudus di mana mampu mencegah pertumpahan darah hanya karena masa itu Kudus dipimpin seorang raja bernama Poncowati yang beragama Hindu.
Saat itu hampir terjadi pertumpahan hanya gara-gara sapi, karena umat Hindu memang menganggap sapi sebagai hewan yang diagungkan. Sunan Kudus berkeliling sambil menuntun sapi dan menerangkan secara ilmiah agar tidak ada penyembelihan sapi. Alhasil sampai saat ini orang Kudus tidak ada yang memotong sapi.
"Di situlah kita harus terus belajar membangun ukhuwah, persatuan dan kesatuan yang dirintis Sunan Kudus. Dan akhirnya, keraton Poncowati diberikan kepada Sunan Kudus, tapi Sunan Kudus tidak mau karena sudah ada Kerajaan Demak. Sunan Kudus tidak ingin membuat negara dalam negara. Kurang apa sejarah Indonesia ini, kalau mau kita pelajari," tandas Ketua Forum Ulama Sufi dunia itu.
Masih banyak contoh lainnya, seperti bagaimana dulu candi-candi seperti Borobudur, Prambanan, dan Mendut dibangun. Saat itu bangsa Indonesia sudah memiliki teknologi canggih sehingga candi-candi itu sekarang masih berdiri kokoh, meski hampir setiap tahun terkena terdampak erupsi gunung Merapi. Padahal zaman itu tidak teknologi canggih seperti sekarang.
Lebih luar biasa lagi, sekarang candi-candi itu mampu mendatangkan devisi yang bisa dinikmati oleh tidak satu agama saja, tetapi seluruh umat beragama yang tinggal di sekitarnya.
"Ini PR (pekerjaan rumah) apakah kita mampu melanjutkan amanat para sesepuuh dan pendiri bangsa ini? Atau jadi generasi yang mengecewakan para pendahulu," tandasnya Habib Luthfi.
Ketua Umum JATMAN berharap semua pihak perlu bersama BNPT bersama-sama menyelematkan generasi akan datang. Sehingga generasi muda ikut andil membangun bangsa dan tertanam rasa cinta tanah air ‘kami bangga menjadi anak Indonesia, kami bangga menjadi bangsa Indonesia.
"Silakah hidup di Timur Tengah, hidup di Eropa silakan, tapi itu jangan mengubah sikap ‘i am Indonesia, i love Indonesia, karena kalimant Indonesia tanah air telah melekat tiap generasi, bukan semata-mata dalam lagu Indonesia Raya. Kita harus tanggung jawab menyelamatkan bangsa ini," tandas Habib Luthfi.
"Generasi muda harus mencontoh bagaimana dulu Kerajaan Majapahit mampu menyatukan Indonesia. Saat itu Raja Hayam Wuruk atau Brawijaya dalam melakukan pendekatan terhadap umat Islam sampai memberikan tanah di Ampel.Pada waktu itu, menteri pertanian dan menteri ekonomi yang diangkat adalah Maulana Malik Ibrahim, sementara Menkeu Maulana Asmorodono," tuturnya.
Contoh lainnya, kata Habib Luthfi, di zaman Sunan Kudus di mana mampu mencegah pertumpahan darah hanya karena masa itu Kudus dipimpin seorang raja bernama Poncowati yang beragama Hindu.
Saat itu hampir terjadi pertumpahan hanya gara-gara sapi, karena umat Hindu memang menganggap sapi sebagai hewan yang diagungkan. Sunan Kudus berkeliling sambil menuntun sapi dan menerangkan secara ilmiah agar tidak ada penyembelihan sapi. Alhasil sampai saat ini orang Kudus tidak ada yang memotong sapi.
"Di situlah kita harus terus belajar membangun ukhuwah, persatuan dan kesatuan yang dirintis Sunan Kudus. Dan akhirnya, keraton Poncowati diberikan kepada Sunan Kudus, tapi Sunan Kudus tidak mau karena sudah ada Kerajaan Demak. Sunan Kudus tidak ingin membuat negara dalam negara. Kurang apa sejarah Indonesia ini, kalau mau kita pelajari," tandas Ketua Forum Ulama Sufi dunia itu.
Masih banyak contoh lainnya, seperti bagaimana dulu candi-candi seperti Borobudur, Prambanan, dan Mendut dibangun. Saat itu bangsa Indonesia sudah memiliki teknologi canggih sehingga candi-candi itu sekarang masih berdiri kokoh, meski hampir setiap tahun terkena terdampak erupsi gunung Merapi. Padahal zaman itu tidak teknologi canggih seperti sekarang.
Lebih luar biasa lagi, sekarang candi-candi itu mampu mendatangkan devisi yang bisa dinikmati oleh tidak satu agama saja, tetapi seluruh umat beragama yang tinggal di sekitarnya.
"Ini PR (pekerjaan rumah) apakah kita mampu melanjutkan amanat para sesepuuh dan pendiri bangsa ini? Atau jadi generasi yang mengecewakan para pendahulu," tandasnya Habib Luthfi.
Ketua Umum JATMAN berharap semua pihak perlu bersama BNPT bersama-sama menyelematkan generasi akan datang. Sehingga generasi muda ikut andil membangun bangsa dan tertanam rasa cinta tanah air ‘kami bangga menjadi anak Indonesia, kami bangga menjadi bangsa Indonesia.
"Silakah hidup di Timur Tengah, hidup di Eropa silakan, tapi itu jangan mengubah sikap ‘i am Indonesia, i love Indonesia, karena kalimant Indonesia tanah air telah melekat tiap generasi, bukan semata-mata dalam lagu Indonesia Raya. Kita harus tanggung jawab menyelamatkan bangsa ini," tandas Habib Luthfi.
tulis komentar anda