Habib Luthfi: Bentengi Generasi Muda dengan Nasionalisme dan Sejarah Kejayaan Bangsa
loading...
A
A
A
LEBAK - Generasi muda sebagai generasi penerus bangsa harus dibentengi dari paham-paham yang ingin merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seperti intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Di antaranya dengan nasionalisme serta kiprah para pendahulu bangsa baik itu pejuang kemerdekaan, kiprah wali songo, dan juga sejarah kerajaan-kerajaan besar Indonesia dulu.
"Generasi muda harus tahu bagaimana pejuang meraih kemerdekaan, juga kiprah wali songo yang menyebarkan agama Islam dengan penuh toleransi tanpa harus menyakiti agama lain. Juga bagaimana dulu kerajaan-kerajaan besar lewat peninggalan-peninggalannya yang luar biasa," kata Habib Luthfi bin Yahya dalam silaturahmi dan dialog kebangsaan BNPT dengan Forkopimda, tokoh masyarakat dan agama di Lebak, Banten dikutip Rabu (9/2/2022).
Dialog yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Nurul Falah, Rangkasbitung, Lebak itu dalam rangka pencegahan paham radikal terorisme di Banten.
Habib Luthfi yang merupakan anggota Wantimpres RI ini menyatakan, telah mempelajari makna kebhinnekaan dan toleransi di Indonesia. Dari situ ia mengaku kagum dengan para pendahulu bangsa yang mampu menyatukan Indonesia dari Sabang sampai Merauke dalam bingkai NKRI.
Ia pun berkesimpulan bahwa setelah membolak-balik sejarah, bangsa Indonesia ternyata bukan keturunan bangsa penjajah, tetapi bangsa yang rasional, intelektual. Ini menjadi tantangan bersama agar NKRI tetap jaya di tengah gangguan berbagai paham-paham transnasional.
"Yang jadi pertanyaan, apakah generasi penerus ini sudah dipersiapkan untuk menjawab tantangan tersebut," ujarnya.
Oleh karena itu, Habib Luthfi mendukung upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam melindungi generasi muda dari paham radikal terorisme. Menurutnya, kegiatan silaturahmi dan dialog kebangsaan ini sangat bagus untuk menggugah pemerintah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk bersatu memerangi paham kekerasan tersebut. Sekaligus memberikan pemahaman kepada generasi muda tentang pentingnya nasionalisme.
"Generasi muda harus mencontoh bagaimana dulu Kerajaan Majapahit mampu menyatukan Indonesia. Saat itu Raja Hayam Wuruk atau Brawijaya dalam melakukan pendekatan terhadap umat Islam sampai memberikan tanah di Ampel.Pada waktu itu, menteri pertanian dan menteri ekonomi yang diangkat adalah Maulana Malik Ibrahim, sementara Menkeu Maulana Asmorodono," tuturnya.
Contoh lainnya, kata Habib Luthfi, di zaman Sunan Kudus di mana mampu mencegah pertumpahan darah hanya karena masa itu Kudus dipimpin seorang raja bernama Poncowati yang beragama Hindu.
Saat itu hampir terjadi pertumpahan hanya gara-gara sapi, karena umat Hindu memang menganggap sapi sebagai hewan yang diagungkan. Sunan Kudus berkeliling sambil menuntun sapi dan menerangkan secara ilmiah agar tidak ada penyembelihan sapi. Alhasil sampai saat ini orang Kudus tidak ada yang memotong sapi.
"Di situlah kita harus terus belajar membangun ukhuwah, persatuan dan kesatuan yang dirintis Sunan Kudus. Dan akhirnya, keraton Poncowati diberikan kepada Sunan Kudus, tapi Sunan Kudus tidak mau karena sudah ada Kerajaan Demak. Sunan Kudus tidak ingin membuat negara dalam negara. Kurang apa sejarah Indonesia ini, kalau mau kita pelajari," tandas Ketua Forum Ulama Sufi dunia itu.
Masih banyak contoh lainnya, seperti bagaimana dulu candi-candi seperti Borobudur, Prambanan, dan Mendut dibangun. Saat itu bangsa Indonesia sudah memiliki teknologi canggih sehingga candi-candi itu sekarang masih berdiri kokoh, meski hampir setiap tahun terkena terdampak erupsi gunung Merapi. Padahal zaman itu tidak teknologi canggih seperti sekarang.
Lebih luar biasa lagi, sekarang candi-candi itu mampu mendatangkan devisi yang bisa dinikmati oleh tidak satu agama saja, tetapi seluruh umat beragama yang tinggal di sekitarnya.
"Ini PR (pekerjaan rumah) apakah kita mampu melanjutkan amanat para sesepuuh dan pendiri bangsa ini? Atau jadi generasi yang mengecewakan para pendahulu," tandasnya Habib Luthfi.
Ketua Umum JATMAN berharap semua pihak perlu bersama BNPT bersama-sama menyelematkan generasi akan datang. Sehingga generasi muda ikut andil membangun bangsa dan tertanam rasa cinta tanah air ‘kami bangga menjadi anak Indonesia, kami bangga menjadi bangsa Indonesia.
"Silakah hidup di Timur Tengah, hidup di Eropa silakan, tapi itu jangan mengubah sikap ‘i am Indonesia, i love Indonesia, karena kalimant Indonesia tanah air telah melekat tiap generasi, bukan semata-mata dalam lagu Indonesia Raya. Kita harus tanggung jawab menyelamatkan bangsa ini," tandas Habib Luthfi.
Sementara Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan bahwa nasionalisme menjadi sangat penting diberikan generasi muda di tengah serangan ideologi radikal terorisme.
Karena itu, BNPT menggunakan tagline “Indonesia Harmoni” karena dengan menjaga kerukunan, semangat persatuan, yang bisa mewujudkan tujuan akhir bagaimana Indonesia tetap harmoni.
"Mengapa nasionalisme dan harmoni ini harus dibicarakan di tengah kemajemukan Indonesia? Karena salah satu tentangan bangsa saat ini adalah mengatasi paham radikal terorisme yang berkembang sebagia idelogi berbasis kekerasan," terang Boy Rafli.
Ia menegaskan bahwa kekerasan dalam bentuk apapun adalah sebuah hal yang tabu dan dilarang di Indonesia oleh konstitusi NKRI. Karena itu, keseimbangan dan harmoni dalam berbangsa dan bernegara harus terus dijaga untuk mencegah idelogi berbasis kekerasan, intoleran, tidak mengakui negara, menghalalkan kekerasan dalam mencapai tujuan, dan sangat mungkin anti kemanusiaan dan melanggar ajaran agama.
Ia memaparkan bahwa ideologi kekerasan berkembang dalam 20 tahun terakhir. Tidak hanya berdampak di Indonesia, tapi seluruh negara di dunia. Umumnya ideologi terorime berlatarbelakang pemaksaan ideologi, tujuan politik, dan ingin mengganggu ketentraman masyarakat.
Boy Rafli mengungkapkan bahwa Banten menyumbang beberapa warga berangkat ke Suriah dan Irak bersama istri dan anak untuk bergabung dengan ISISdengan menjual harta benda.
“Ini fakta ideologi berbasis kekerasan yang dikembangkan ISIS. Mereka rela anak istri diajak bom bunuh diri. Ini kondisi obyektif yang tidak sesuai dengan kepribadian kita. Agama apapun, Islam, Kristen, Hindu, Budha, kami yakin tidak ada hal-hal yang mengajarkan seperti itu."
"Tapi ini berkembang dalam 20 tahun terkahir. Indonesia kalau tidak memiliki ketahanan pada aspek ideologi kita akan mudah terpengaruh. Kalau tidak dilawan, akan banyak anak bangsa yang menjadi korban," ungkap mantan Kapolda Banten ini.
Selain Habib Luthfi dan Kepala BNPT, hadir juga dalam kegiatan itu tokoh Karismatik Banten, Abuya Muhtadi, Wakil Gubernur Banten Andhika Hazrumy, anggota Komisi III DPR RI Adde Rosi Khaerunnisa. Dari jajaran pejabat BNPT hadir Sestama BNPT Mayjen Dedi Sambowo, Deputi Bidang Pencegahan Perlindungan, dan Deradikalisasi Mayjen TNI Nisan Setiadi, dan Deputi Bidang Penindakan dan Penegakkan Hukum Irjen Pol Ibnu Suhendra.
Di antaranya dengan nasionalisme serta kiprah para pendahulu bangsa baik itu pejuang kemerdekaan, kiprah wali songo, dan juga sejarah kerajaan-kerajaan besar Indonesia dulu.
"Generasi muda harus tahu bagaimana pejuang meraih kemerdekaan, juga kiprah wali songo yang menyebarkan agama Islam dengan penuh toleransi tanpa harus menyakiti agama lain. Juga bagaimana dulu kerajaan-kerajaan besar lewat peninggalan-peninggalannya yang luar biasa," kata Habib Luthfi bin Yahya dalam silaturahmi dan dialog kebangsaan BNPT dengan Forkopimda, tokoh masyarakat dan agama di Lebak, Banten dikutip Rabu (9/2/2022).
Dialog yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Nurul Falah, Rangkasbitung, Lebak itu dalam rangka pencegahan paham radikal terorisme di Banten.
Habib Luthfi yang merupakan anggota Wantimpres RI ini menyatakan, telah mempelajari makna kebhinnekaan dan toleransi di Indonesia. Dari situ ia mengaku kagum dengan para pendahulu bangsa yang mampu menyatukan Indonesia dari Sabang sampai Merauke dalam bingkai NKRI.
Ia pun berkesimpulan bahwa setelah membolak-balik sejarah, bangsa Indonesia ternyata bukan keturunan bangsa penjajah, tetapi bangsa yang rasional, intelektual. Ini menjadi tantangan bersama agar NKRI tetap jaya di tengah gangguan berbagai paham-paham transnasional.
"Yang jadi pertanyaan, apakah generasi penerus ini sudah dipersiapkan untuk menjawab tantangan tersebut," ujarnya.
Oleh karena itu, Habib Luthfi mendukung upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam melindungi generasi muda dari paham radikal terorisme. Menurutnya, kegiatan silaturahmi dan dialog kebangsaan ini sangat bagus untuk menggugah pemerintah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk bersatu memerangi paham kekerasan tersebut. Sekaligus memberikan pemahaman kepada generasi muda tentang pentingnya nasionalisme.
"Generasi muda harus mencontoh bagaimana dulu Kerajaan Majapahit mampu menyatukan Indonesia. Saat itu Raja Hayam Wuruk atau Brawijaya dalam melakukan pendekatan terhadap umat Islam sampai memberikan tanah di Ampel.Pada waktu itu, menteri pertanian dan menteri ekonomi yang diangkat adalah Maulana Malik Ibrahim, sementara Menkeu Maulana Asmorodono," tuturnya.
Contoh lainnya, kata Habib Luthfi, di zaman Sunan Kudus di mana mampu mencegah pertumpahan darah hanya karena masa itu Kudus dipimpin seorang raja bernama Poncowati yang beragama Hindu.
Saat itu hampir terjadi pertumpahan hanya gara-gara sapi, karena umat Hindu memang menganggap sapi sebagai hewan yang diagungkan. Sunan Kudus berkeliling sambil menuntun sapi dan menerangkan secara ilmiah agar tidak ada penyembelihan sapi. Alhasil sampai saat ini orang Kudus tidak ada yang memotong sapi.
"Di situlah kita harus terus belajar membangun ukhuwah, persatuan dan kesatuan yang dirintis Sunan Kudus. Dan akhirnya, keraton Poncowati diberikan kepada Sunan Kudus, tapi Sunan Kudus tidak mau karena sudah ada Kerajaan Demak. Sunan Kudus tidak ingin membuat negara dalam negara. Kurang apa sejarah Indonesia ini, kalau mau kita pelajari," tandas Ketua Forum Ulama Sufi dunia itu.
Masih banyak contoh lainnya, seperti bagaimana dulu candi-candi seperti Borobudur, Prambanan, dan Mendut dibangun. Saat itu bangsa Indonesia sudah memiliki teknologi canggih sehingga candi-candi itu sekarang masih berdiri kokoh, meski hampir setiap tahun terkena terdampak erupsi gunung Merapi. Padahal zaman itu tidak teknologi canggih seperti sekarang.
Lebih luar biasa lagi, sekarang candi-candi itu mampu mendatangkan devisi yang bisa dinikmati oleh tidak satu agama saja, tetapi seluruh umat beragama yang tinggal di sekitarnya.
"Ini PR (pekerjaan rumah) apakah kita mampu melanjutkan amanat para sesepuuh dan pendiri bangsa ini? Atau jadi generasi yang mengecewakan para pendahulu," tandasnya Habib Luthfi.
Ketua Umum JATMAN berharap semua pihak perlu bersama BNPT bersama-sama menyelematkan generasi akan datang. Sehingga generasi muda ikut andil membangun bangsa dan tertanam rasa cinta tanah air ‘kami bangga menjadi anak Indonesia, kami bangga menjadi bangsa Indonesia.
"Silakah hidup di Timur Tengah, hidup di Eropa silakan, tapi itu jangan mengubah sikap ‘i am Indonesia, i love Indonesia, karena kalimant Indonesia tanah air telah melekat tiap generasi, bukan semata-mata dalam lagu Indonesia Raya. Kita harus tanggung jawab menyelamatkan bangsa ini," tandas Habib Luthfi.
Sementara Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan bahwa nasionalisme menjadi sangat penting diberikan generasi muda di tengah serangan ideologi radikal terorisme.
Karena itu, BNPT menggunakan tagline “Indonesia Harmoni” karena dengan menjaga kerukunan, semangat persatuan, yang bisa mewujudkan tujuan akhir bagaimana Indonesia tetap harmoni.
"Mengapa nasionalisme dan harmoni ini harus dibicarakan di tengah kemajemukan Indonesia? Karena salah satu tentangan bangsa saat ini adalah mengatasi paham radikal terorisme yang berkembang sebagia idelogi berbasis kekerasan," terang Boy Rafli.
Ia menegaskan bahwa kekerasan dalam bentuk apapun adalah sebuah hal yang tabu dan dilarang di Indonesia oleh konstitusi NKRI. Karena itu, keseimbangan dan harmoni dalam berbangsa dan bernegara harus terus dijaga untuk mencegah idelogi berbasis kekerasan, intoleran, tidak mengakui negara, menghalalkan kekerasan dalam mencapai tujuan, dan sangat mungkin anti kemanusiaan dan melanggar ajaran agama.
Ia memaparkan bahwa ideologi kekerasan berkembang dalam 20 tahun terakhir. Tidak hanya berdampak di Indonesia, tapi seluruh negara di dunia. Umumnya ideologi terorime berlatarbelakang pemaksaan ideologi, tujuan politik, dan ingin mengganggu ketentraman masyarakat.
Boy Rafli mengungkapkan bahwa Banten menyumbang beberapa warga berangkat ke Suriah dan Irak bersama istri dan anak untuk bergabung dengan ISISdengan menjual harta benda.
“Ini fakta ideologi berbasis kekerasan yang dikembangkan ISIS. Mereka rela anak istri diajak bom bunuh diri. Ini kondisi obyektif yang tidak sesuai dengan kepribadian kita. Agama apapun, Islam, Kristen, Hindu, Budha, kami yakin tidak ada hal-hal yang mengajarkan seperti itu."
"Tapi ini berkembang dalam 20 tahun terkahir. Indonesia kalau tidak memiliki ketahanan pada aspek ideologi kita akan mudah terpengaruh. Kalau tidak dilawan, akan banyak anak bangsa yang menjadi korban," ungkap mantan Kapolda Banten ini.
Selain Habib Luthfi dan Kepala BNPT, hadir juga dalam kegiatan itu tokoh Karismatik Banten, Abuya Muhtadi, Wakil Gubernur Banten Andhika Hazrumy, anggota Komisi III DPR RI Adde Rosi Khaerunnisa. Dari jajaran pejabat BNPT hadir Sestama BNPT Mayjen Dedi Sambowo, Deputi Bidang Pencegahan Perlindungan, dan Deradikalisasi Mayjen TNI Nisan Setiadi, dan Deputi Bidang Penindakan dan Penegakkan Hukum Irjen Pol Ibnu Suhendra.
(shf)