Tumpes Kelor, Cara Keji Belanda Menghabisi Keturunan Untung Surapati di Jawa Timur
Senin, 21 Juni 2021 - 05:00 WIB
Operasi militer langsung diarahkan ke Kabupaten Malang, yang dianggap sebagai tempat berkumpulnya para pemberontak. Belanda membuat sayembara. Siapapun yang mampu menangkap Pangeran Singasari dan putranya hidup atau mati dihadiahi 1.000 dollar Spanyol.
Sedangkan kepala Bupati Malang, Malayakusuma dan keluarganya dibandrol 500 dollar Spanyol. Perang meletus. Malayakusuma mengerahkan 800 pasukan kavaleri yang dipimpin Tirtanagara, saudara termudanya. Mereka menjaga perbatasan Malang , dan Lumajang.
Dalam serangan gerilya di kawasan Gunung Mandaraka, ratusan orang orang Madura dan Surabaya dari pihak Kompeni mati terbunuh. Catatan VOC 3215 menyebut Tirtanagara juga terluka. Pundaknya tertembak dan salah seorang anaknya tewas. Namun ia berhasil menyelamatkan diri dengan berkuda.
Belanda yang sempat mundur kembali memperkuat pasukan dengan meminta kiriman 600 prajurit Madura dari Panembahan Madura. Kekuatan semakin tidak seimbang di pihak keturunan Surapati . Paska pertempuran di Gunung Mandaraka, Bupati Malang Malayakusuma beserta seluruh keluarganya meninggalkan Malang.
Saudaranya, yakni Bupati Lumajang Kartanagara meninggal dunia dan dimakamkan di sebuah tempat selatan Gunung Semeru. Pasukan Belanda dengan mudah menguasai Malang. Kota Malang nyaris dalam kondisi kosong saat pasukan Kompeni tiba. Sementara Malayakusuma bersembunyi di Wulu Laras.
Di tempat yang tidak jauh dari Malang itu ia berharap bisa bergabung dengan pasukan Pangeran Singasari dan Raden Mas, putranya. Kekuatan pasukan yang tidak seimbang membuat kekuatan kolaborasi keturunan Surapati dan Pangeran Singasari kocar-kacir. Mereka lari dikejar-kejar.
Sebanyak 186 prajurit Eropa, 500 Madura dan 1.600 prajurit Surabaya, Bangil, dan Pasuruan, dikerahkan Kapten Casper Ledowijk Tropponegro untuk memburu mereka. Pertempuran pecah di Rajegwesi (Sekarang Bojonegoro) yang membuat Raden Mas, putra Pangeran Singasari terpaksa harus keluar dari Rajegwesi.
Bersama Pangeran Singasari , ayahnya Raden Mas bergeser ke wilayah selatan. Mereka berada di Samperak, utara Lodalem dan bergabung dengan pemberontak lain. Mereka berencana kembali ke Malang. Sementara Malayakusuma, dan Tirtanagara berada di Sambi Geger, barat daya Samperak.
Sedangkan kepala Bupati Malang, Malayakusuma dan keluarganya dibandrol 500 dollar Spanyol. Perang meletus. Malayakusuma mengerahkan 800 pasukan kavaleri yang dipimpin Tirtanagara, saudara termudanya. Mereka menjaga perbatasan Malang , dan Lumajang.
Dalam serangan gerilya di kawasan Gunung Mandaraka, ratusan orang orang Madura dan Surabaya dari pihak Kompeni mati terbunuh. Catatan VOC 3215 menyebut Tirtanagara juga terluka. Pundaknya tertembak dan salah seorang anaknya tewas. Namun ia berhasil menyelamatkan diri dengan berkuda.
Baca Juga
Belanda yang sempat mundur kembali memperkuat pasukan dengan meminta kiriman 600 prajurit Madura dari Panembahan Madura. Kekuatan semakin tidak seimbang di pihak keturunan Surapati . Paska pertempuran di Gunung Mandaraka, Bupati Malang Malayakusuma beserta seluruh keluarganya meninggalkan Malang.
Saudaranya, yakni Bupati Lumajang Kartanagara meninggal dunia dan dimakamkan di sebuah tempat selatan Gunung Semeru. Pasukan Belanda dengan mudah menguasai Malang. Kota Malang nyaris dalam kondisi kosong saat pasukan Kompeni tiba. Sementara Malayakusuma bersembunyi di Wulu Laras.
Di tempat yang tidak jauh dari Malang itu ia berharap bisa bergabung dengan pasukan Pangeran Singasari dan Raden Mas, putranya. Kekuatan pasukan yang tidak seimbang membuat kekuatan kolaborasi keturunan Surapati dan Pangeran Singasari kocar-kacir. Mereka lari dikejar-kejar.
Sebanyak 186 prajurit Eropa, 500 Madura dan 1.600 prajurit Surabaya, Bangil, dan Pasuruan, dikerahkan Kapten Casper Ledowijk Tropponegro untuk memburu mereka. Pertempuran pecah di Rajegwesi (Sekarang Bojonegoro) yang membuat Raden Mas, putra Pangeran Singasari terpaksa harus keluar dari Rajegwesi.
Bersama Pangeran Singasari , ayahnya Raden Mas bergeser ke wilayah selatan. Mereka berada di Samperak, utara Lodalem dan bergabung dengan pemberontak lain. Mereka berencana kembali ke Malang. Sementara Malayakusuma, dan Tirtanagara berada di Sambi Geger, barat daya Samperak.
tulis komentar anda