Tumpes Kelor, Cara Keji Belanda Menghabisi Keturunan Untung Surapati di Jawa Timur

Senin, 21 Juni 2021 - 05:00 WIB
Sejarawan Belanda, Hermanus Johannes de Graaf dalam buku "Terbunuhnya Kapten Tack, Kemelut di Kartasura Abad XVII" mengatakan: Surapati bukanlah satu-satunya komandan laskar petualang di daerah perbatasan. Tetapi ia dianggap jagonya yang paling unggul.

Sejak berselisih dengan Willem Kuffeler, serta dianggap bertanggung jawab atas kematian Kapten Francois Tack di Kartasura, Belanda terus menaruh dendam kesumat kepada Surapati. Dalam kemelut suksesi raja Jawa (1704), dendam itu makin menyala. Surapati berdiri di pihak Amangkurat III yang saat itu berperang melawan Pakubowono I yang dibekingi Belanda.

Tahun 1686, Surapati mendirikan kraton di Pasuruan, Jawa Timur. Kraton yang tidak tunduk pada kekuasaan siapapun. Termasuk kolonial Belanda. Sebelum menutup mata, Surapati melakukan pertempuran di Bangil (Sekarang masuk wilayah Kabupaten Pasuruan). Surapati meninggal tahun 1705, dengan luka serius akibat pertempuran pamungkasnya . Namun api pemberontakan tidak padam.



Estafet perlawanan dilanjutkan keturunan dan para pengikutnya. Seperti kakeknya, di depan Belanda Bupati Lumajang, Kartanagara yang merupakan cucu Surapati muncul sebagai pemberontak. Bersama saudaranya Bupati Malang, Malayakusuma, Kartanagara memilih bersekutu dengan Singasari, atau Prabujaka, anak Amangkurat IV (1719-1726) yang menolak pembagian kerajaan Jawa. Usulan membelah kerajaan yang pada tahun 1755-1757 berhasil dilaksanakan (Perjanjian Giyanti), datangnya dari Belanda.

Pangeran Singasari memilih keluar istana dan memberontak. Mangkubumi, dan Raden Mas Sahid (Mangkunegara), dua saudaranya yang didukung Belanda, ia lawan. Diajaknya serta putranya yang bernama Raden Mas ke Malang, untuk berkoalisi dengan Bupati Malang, Malayakusuma.

Kolaborasi antara Pangeran Mataram, Singasari dengan keturunan Surapati membuat Belanda ketar-ketir. Tidak hanya berhadapan dengan pasukan Pangeran Mataram, Singasari. Ekspedisi militer Belanda juga akan menghadapi kekuatan trah Surapati yang berkuasa di wilayah Lumajang, Malang, Antang (Ngantang) dan Porong.



"Kolaborasi antara Singasari , dan Malayakusuma di Malang, sebenarnya adalah kebangkitan kembali aliansi lama antara kedua keluarga yang telah dijalin sejak 60 tahun sebelumnya," kata Sri Margana dalam buku "Ujung Timur Jawa, 1763-1813 Perebutan Hegemoni Blambangan".

Belanda urung angkat senjata. Mereka tidak ingin gegabah. Jalur diplomasi lebih diutamakan. Dengan baik-baik Komandan Belanda di Pasuruan, Kapten Casper Ledowijk Tropponegro meminta Kartanagara (Bupati Lumajang), untuk tunduk sekaligus tidak melindungi Pangeran Singasari , dan putranya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content