Jejak Peradaban Eropa Abad ke-19 di Delta Mahakam, dari Keramik hingga Botol

Sabtu, 09 Januari 2021 - 05:00 WIB
Seorang warga menunjukkan pecahan piring yang diduga milik orang eropa yang banyak ditemukan di kawasan Delta Mahakam. Bukan hanya piring, tapi keramik yang unik hingga botol yang masih utuh juga banyak dijumpai di kawasan itu. Foto: iNews/Tsabita
Kawasan Delta Mahakam adalah muara dari Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, yang merupakan sungai terpanjang kedua di Indonesia setelah Kapuas. Lokasinya berada di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) .

Sejak dahulu kala, saat kawasan ini masih bagian dari Kerajaan Kutai, Delta Mahakam adalah pintu masuk utama. Beragam sejarah perkembangan kehidupan daratan Kaltim, Delta Mahakam selalu menjadi bagian dari cerita. Tak heran jika banyak sekali jejak sejarah ditemukan di beberapa titik yang sempat menjadi pusat kehidupan manusia kala itu.

Namun yang unik, baru-baru ini ditemukan jejak peradaban eropa abad ke-19 di Delta Mahakam. Salah satunya di Desa Sepatin. Desa ini terdiri dari 30 pulau yang tersusun di Muara Sungai Mahakam. Di hamparan panjang pesisir di salah satu pulau, terhampar pecahan keramik dan kaca. Jika dilihat sekilas, tempat ini seperti tak pernah ada kehidupan. Namun jika diperhatikan dengan seksama, beberapa tunggul menunjukkan formasi sebuah bangunan di atas air. Sementara di antara tunggul itu ditemukan keramik. (Baca Juga: Sejarah Jam Gadang di Bukittinggi dan Berkibarnya Bendera Merah Putih)

Bukan sembarang keramik, keramik itu kebanyakan buatan Eropa abad 19. Keramik-keramik ini kebanyakan bekas pecahan piring, mangkuk, gelas, teko, botol dan peralatan rumah lainnya. Ada juga fragmen patung kecil, kelereng kuno,koin dan uang kupeng Cina. Kebanyakan tenggelam di dalam lumpur sungai. Saat air sungai surut, hamparan keramik bisa dilihat hingga ke tengah sungai.

Padahal, Delta Mahakam merupakan habitat buaya. Di sekitar tempat ini, banyak ditemukan buaya sedang berjemur sambil membuka mulut. Belum diketahui asal keramik sebanyak ini. Penduduk desa percaya keramik ini dari bekas toko-toko warga Tianghoa di sekitar lokasi. Penduduk lain percaya, keramik tersebut dibawa oleh penjajah Belanda.





Ketua Badan Permusyawaratan Desa Sepatin, Tindarman menceritakan, informasi yang banyak dipercaya penduduk adalah tempat ini merupakan perkampungan awal di Desa Sepatin yang sudah tidak ditinggali lagi. “Informasi dari orang tua dulu, disini adalah perkampungan besar, ketika dari orang luar mau masuk ke Samarinda harus lewat daerah sini. Di sini juga dulu dipercaya banyak pedagang Cina yang membangun toko,” ujar Tindarman.

Uniknya, kebanyakan keramik dan barang pecah belah berasal dari eropa. Timbul pertanyaan, kalau kawasan itu merupakan toko Tionghoa atau perkampungan awal Desa Sepatin, kenapa banyak sekali perkakas asal eropa. (Baca Juga: Gereja Katedral Santo Petrus, Dibangun 1921 Saksi Perjalanan Keuskupan di Bandung)

SINDONEWS.com mencoba mengambil salah satu pecahan keramik. Dari hasil penelusuran, keramik itu diketahui sebagai keramik Eropa yang lazim diproduksi pada abad ke-19 Masehi.Ada juga serpihan keramik sekilas mirip buatan China abad ke-16. Label yang masih jelas terbaca adalah Petrus Regout Maastricht. Label Petrus Regout Maastricht merujuk pada nama Petrus Regout (1801-1878), pedagang kaca dan gerabah di Kota Maastricht, Belanda. Ada juga label Société Céramique. Label ini merujuk pada sebuah perusahaan tembikar Belanda yang berdiri pada tahun 1863 dan Keramik buatan Jerman dengan tulisan “Made in Germany” buatan Bremen Germany tahun 1890.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More