10 Aksi Heroik Pahlawan Nasional Berkhidmat Membela Rakyat dan Bangsa

Selasa, 10 November 2020 - 07:42 WIB
Pelajar memperhatikan mural edukasi di dinding tembok Gang 22 dan Gang 33 di kawasan Jalan Pademangan 2 RT 13 RW 003, Jakarta Utara pada November 2019. (Foto/SINDOphoto/Isra Triansyah)
Hari ini 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan . Presiden Joko Widodo pun direncanakan akan berziarah ke Taman Makan Pahlawan (TMP) Kalibata , Jakarta Selatan.

Disetiap daerah mempunyai sejarah perjuangan yang heroik melawan penjajahan. Setiap daerah mempunyai tokoh pahlawan yang patut diteledani karena semangatnya melawan ketidakadilan penjajahan.

Kisah-kisah perjuangannya sangat patut diketahui generasi muda saat ini. Dengan begitu mereka tahu bahwa bangsa ini mempunyai tokoh yang ikhlas berjuang.

Berikut 10 nama tokoh Pahlawan Nasional yang berjuang di daerahnya masing-masing. (BACA JUGA: Bandung Lautan Api, Taktik Bumi Hangus Melawan Penjajah)

1. Cut Nya Dhien



Cut Nyak Dhien adalah seorang pahlawan nasional dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh

Perempuan tangguh ini dilahirkan di Lampadang, Kerajaan Aceh pada 1848 dan wafat di pengasianganya di Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908.

Setelah suaminya Teuku Umar gugur pada 11 Februari 1899 setelah bertempur menghadapi Belanda, Cut Nyak Dhien pun memilih berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama unit kecil pasukannya.



Usia Srikandi Aceh ini saat itu sudah relatif tua serta kondisi tubuh yang digrogoti berbagai penyakit seperti encok dan rabun membuat satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.

Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Keberadaan Cut Nyak Dhien yang dianggap masih memberikan pengaruh kuat terhadap perlawanan rakyat Aceh serta hubungannya dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap membuat Belanda mengasingkannya ke Sumedang hingga dia wafat dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. (BACA JUGA: Peringati Hari Pahlawan, Warga Solo Gelorakan Jaga Indonesia)

2. Sisingamangaraja XII

Adalah pahlawan nasional sesuai SK Presiden RI No 590/1961. Lahir di Bakara, 18 Februari 1845. Perjuangan heroik Sisingamangaraja XII dimulai usai penobatannya sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia Belanda.

Saat itu Belanda mengancam yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatra terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya.

Di sisi lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.

Pada 1824 Perjanjian Belanda Inggris (Anglo-Dutch Treaty of 1824) memberikan seluruh wilayah Inggris di Sumatera kepada Belanda. Hal ini membuka peluang bagi Hindia Belanda untuk menganeksasi seluruh wilayah yang belum dikuasai di Sumatera. (BACA JUGA: Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) II Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional)

Pada tahun 1873 Belanda melakukan invasi militer ke Aceh dilanjutkan dengan invasi ke Tanah Batak pada 1878. Raja-raja huta Kristen Batak menerima masuknya Hindia Belanda ke Tanah Batak. Sementara Raja Bakkara, Sisingamangaraja yang memiliki hubungan dekat dengan Kerajaan Aceh menolak dan menyatakan perang.

Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII di Bakara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.



Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan.

Namun kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian mengumumkan perang pada 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.

Pada 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari SibolgaPada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara pusat pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 dan seluruh Bangkara dapat ditaklukkan. Namun Sisingamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. (BACA JUGA: Penuhi Syarat, Hoegeng, Kariadi dan Soegarda Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional)

Sementara para raja yang tertinggal di Bakara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah Hindia Belanda.

Walaupun Bakara telah ditaklukkan, Sisingamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara gerilya, tetapi sampai akhir Desember 1878 beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda.

Di antara tahun 1883-1884, Singamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Kemudian bersama pasukan bantuan dari Aceh, secara ofensif menyerang kedudukan Belanda antara lain Uluan dan Balige pada Mei 1883 serta Tangga Batu pada 1884.

Sisingamangaraja meninggal dunia di Dairi pada 17 Juni 1907. Sisingamangaraja XII dimakamkan di Tarutung, Tapanuli Utara, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada 1953.

3. Tuanku Imam Bonjol

Perang Padri adalah satu perang besar terjadi di Nusantara melawan kekuatan pasukan Belanda. Adalah Tuanku Imam Bonjol yang lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat 1772 memimpin perjuang dan berperang melawan Belanda kurun waktu 1803-1838.

Tuanku Imam Bonjol wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotta, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864.

Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.

Kaum Adat dan Kaum Padri akhirnya bersatu dan melawan Belanda pada awal 1833. Kedua belah pihak yang awalnya berkonflik kemudian bahu-membahu melawan Belanda.



Bersatunya kaum Adat dan kaum Padri ini dimulai dengan adanya kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah yang mewujudkan konsensus Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah (Adat berdasarkan Agama, Agama berdasarkan Kitabullah (Al-Qur'an). (BACA JUGA: Tuan Rondahaim Saragih Raja ke-14 Simalungun Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional)

Pada Oktober 1837 Belanda berhasil mengalahkan kekuatan Tuanku Imam Bonjol Imam Bonjol lalu diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian dipindahkan lagi ke Ambon dan akhirnya ke Lotta, Minahasa, dekat Manado.

Di tempat terakhir itu dia meninggal dunia pada 8 November 1864. Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di tempat pengasingannya tersebut.

Perjuangan yang telah dilakukan oleh Tuanku Imam Bonjol dapat menjadi apresiasi akan kepahlawanannya dalam menentang penjajahan.

4. Bandung Lautan Api

Bandung Lautan Api adalah peristiwa besar dan sangat bersejarah pada 23 Maret 1946. Sekitar 200.000 penduduk Bandung, Jawa Barat membakar seluruh rumah dan bangunan mereka lainnya dalam waktu tujuh jam.

Hal ini mereka lakukan karena ketidakrelaannya Belanda ingin menduduki Kota Bandung dan menguasai aset bangunan dan rumah milik rakyat Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada 12 Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR, diserahkan kepada mereka.

Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari.

Malam 21 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata. (BACA JUGA: Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) II Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional)



Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumi-hangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA.

Kolonel AH Nasution selaku Komandan Divisi III TRI memerintahkan evakuasi warga Kota Bandung. Rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan Kota Bandung menuju pegunungan di daerah selatan Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung. Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) juga berhasil menghancurkan gudang amunisi milik Belanda.

5. Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro atau Pangeran Harya Dipanegara lahir di Yogyakarta Hadiningrat, 11 November 1785 dan wafat di Makassar, Sulawesi Selatan pada 8 Januari 1855 atau pada umur 69 tahun.

Siapa yang tak mengenal sosoknya yang memimpin Perang Diponegoro atau Perang Jawa selama periode tahun 1825 hingga 1830 melawan pemerintah Hindia Belanda.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More