10 Aksi Heroik Pahlawan Nasional Berkhidmat Membela Rakyat dan Bangsa
Selasa, 10 November 2020 - 07:42 WIB
Usia Srikandi Aceh ini saat itu sudah relatif tua serta kondisi tubuh yang digrogoti berbagai penyakit seperti encok dan rabun membuat satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.
Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Keberadaan Cut Nyak Dhien yang dianggap masih memberikan pengaruh kuat terhadap perlawanan rakyat Aceh serta hubungannya dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap membuat Belanda mengasingkannya ke Sumedang hingga dia wafat dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. (BACA JUGA: Peringati Hari Pahlawan, Warga Solo Gelorakan Jaga Indonesia)
2. Sisingamangaraja XII
Adalah pahlawan nasional sesuai SK Presiden RI No 590/1961. Lahir di Bakara, 18 Februari 1845. Perjuangan heroik Sisingamangaraja XII dimulai usai penobatannya sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia Belanda.
Saat itu Belanda mengancam yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatra terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya.
Di sisi lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.
Pada 1824 Perjanjian Belanda Inggris (Anglo-Dutch Treaty of 1824) memberikan seluruh wilayah Inggris di Sumatera kepada Belanda. Hal ini membuka peluang bagi Hindia Belanda untuk menganeksasi seluruh wilayah yang belum dikuasai di Sumatera. (BACA JUGA: Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) II Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional)
Pada tahun 1873 Belanda melakukan invasi militer ke Aceh dilanjutkan dengan invasi ke Tanah Batak pada 1878. Raja-raja huta Kristen Batak menerima masuknya Hindia Belanda ke Tanah Batak. Sementara Raja Bakkara, Sisingamangaraja yang memiliki hubungan dekat dengan Kerajaan Aceh menolak dan menyatakan perang.
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII di Bakara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Keberadaan Cut Nyak Dhien yang dianggap masih memberikan pengaruh kuat terhadap perlawanan rakyat Aceh serta hubungannya dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap membuat Belanda mengasingkannya ke Sumedang hingga dia wafat dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. (BACA JUGA: Peringati Hari Pahlawan, Warga Solo Gelorakan Jaga Indonesia)
2. Sisingamangaraja XII
Adalah pahlawan nasional sesuai SK Presiden RI No 590/1961. Lahir di Bakara, 18 Februari 1845. Perjuangan heroik Sisingamangaraja XII dimulai usai penobatannya sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia Belanda.
Saat itu Belanda mengancam yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatra terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya.
Di sisi lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.
Pada 1824 Perjanjian Belanda Inggris (Anglo-Dutch Treaty of 1824) memberikan seluruh wilayah Inggris di Sumatera kepada Belanda. Hal ini membuka peluang bagi Hindia Belanda untuk menganeksasi seluruh wilayah yang belum dikuasai di Sumatera. (BACA JUGA: Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) II Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional)
Pada tahun 1873 Belanda melakukan invasi militer ke Aceh dilanjutkan dengan invasi ke Tanah Batak pada 1878. Raja-raja huta Kristen Batak menerima masuknya Hindia Belanda ke Tanah Batak. Sementara Raja Bakkara, Sisingamangaraja yang memiliki hubungan dekat dengan Kerajaan Aceh menolak dan menyatakan perang.
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII di Bakara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Lihat Juga :
tulis komentar anda