Kisah Penculikan Gubernur Bali Sutedja, Jejaknya hingga Kini Belum Terungkap
Minggu, 04 Oktober 2020 - 05:00 WIB
Gubernur Bali pertama Anak Agung Bagus Sutedja menjadi salah satu pejabat negara yang hilang saat bertugas di Jakarta tahun 1966. Bertahun-tahun pihak keluarga berusaha mencari, namun nasibnya sampai kini tidak diketahui.
Mobil Jeep Nissan Patrol berhenti di depan rumah Sutedja di Kompleks Senayan Nomor 261/262, Jakarta pada 29 Juli 1966 pukul 09.00 pagi. (Baca juga: Polda Bali Berang, Bongkar Penyegelan Rumah Oleh Oknum Anggota TNI)
Tiga orang pria berseragam tentara turun, sedangkan satu lagi menunggu di dalam mobil. Mereka lalu berjalan menuju rumah. Satu orang sebagai komandan bersenjata pistol, sementara 2 anggotanya memegang laras panjang. (Baca juga: Enak Sekali, 2 Oknum Polisi Pemeras Turis Jepang Cuma Disanksi Disiplin)
Seperti dikisahkan dalam buku "Kisah Penculikan Gubernur Bali, Sutedja 1966" yang ditulis oleh wartawan senior harian Sinar Harapan, Aju, komandan berpangkat Sersan Satu itu kemudian bertanya "Apakah Bapak ada di rumah?"
"Bapak ada," jawab Anak Agung Istri Ngurah Sunitri, istri Sutedja yang menerima mereka. Tak lama kemudian, Sutedja keluar. Ada apa ?," tanya dia. Tiga tentara itu spontan memberi hormat, sebagaimana layaknya kepada seorang pejabat negara selevel gubernur. (Baca juga: Ondo Herman Yoku: Pelaku Pembakaran Warga Saya, Penanganan Jangan Berlebihan)
Penjemput yang berpangkat sersan satu menjawab "Bapak Gubernur diminta datang oleh Kapten Teddy di Jalan Perwira, Medan Merdeka". Tempat yang dimaksud adalah Markas Staf Komando Garnizun Medan Merdeka, Jakarta.
Karena tamu yang datang bertutur kata sangat sopan, Sutedja yang ketika itu berusia 43 tahun sama sekali tidak menaruh curiga. Ia menyatakan bersedia dan segera mempersiapkan diri dengan berpakaian rapi. (Baca juga: Kapal Pengangkut Solar Ilegal Ditangkap di Selat Singapura)
Sebelum naik mobil, Sutedja tak lupa pamit dengan istrinya. Sebelum mobil jemputan meninggalkan rumah, Sunitri mencatat pelat nomor mobil yang membawa suaminya. Tapi dia lupa menanyakan surat tugas penjemput suaminya.
Mobil Jeep Nissan Patrol berhenti di depan rumah Sutedja di Kompleks Senayan Nomor 261/262, Jakarta pada 29 Juli 1966 pukul 09.00 pagi. (Baca juga: Polda Bali Berang, Bongkar Penyegelan Rumah Oleh Oknum Anggota TNI)
Tiga orang pria berseragam tentara turun, sedangkan satu lagi menunggu di dalam mobil. Mereka lalu berjalan menuju rumah. Satu orang sebagai komandan bersenjata pistol, sementara 2 anggotanya memegang laras panjang. (Baca juga: Enak Sekali, 2 Oknum Polisi Pemeras Turis Jepang Cuma Disanksi Disiplin)
Seperti dikisahkan dalam buku "Kisah Penculikan Gubernur Bali, Sutedja 1966" yang ditulis oleh wartawan senior harian Sinar Harapan, Aju, komandan berpangkat Sersan Satu itu kemudian bertanya "Apakah Bapak ada di rumah?"
"Bapak ada," jawab Anak Agung Istri Ngurah Sunitri, istri Sutedja yang menerima mereka. Tak lama kemudian, Sutedja keluar. Ada apa ?," tanya dia. Tiga tentara itu spontan memberi hormat, sebagaimana layaknya kepada seorang pejabat negara selevel gubernur. (Baca juga: Ondo Herman Yoku: Pelaku Pembakaran Warga Saya, Penanganan Jangan Berlebihan)
Penjemput yang berpangkat sersan satu menjawab "Bapak Gubernur diminta datang oleh Kapten Teddy di Jalan Perwira, Medan Merdeka". Tempat yang dimaksud adalah Markas Staf Komando Garnizun Medan Merdeka, Jakarta.
Karena tamu yang datang bertutur kata sangat sopan, Sutedja yang ketika itu berusia 43 tahun sama sekali tidak menaruh curiga. Ia menyatakan bersedia dan segera mempersiapkan diri dengan berpakaian rapi. (Baca juga: Kapal Pengangkut Solar Ilegal Ditangkap di Selat Singapura)
Sebelum naik mobil, Sutedja tak lupa pamit dengan istrinya. Sebelum mobil jemputan meninggalkan rumah, Sunitri mencatat pelat nomor mobil yang membawa suaminya. Tapi dia lupa menanyakan surat tugas penjemput suaminya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda