Kisah Penculikan Gubernur Bali Sutedja, Jejaknya hingga Kini Belum Terungkap
Minggu, 04 Oktober 2020 - 05:00 WIB
Di dalam mobil, Sutedja yang berkemeja lengan panjang biru muda dipadu celana panjang 'kheki' dan sepatu hitam duduk di kursi tengah. Sementara tiga pria dengan seragamtentara duduk di kursi paling belakang.
Sutedja Sutedja diangkat menjadi Gubernur Bali pada 1959. Dia ditugaskan di Jakarta sejak 1 Desember 1965 karena dipanggil oleh Presiden Sukarno berdasarkan SK Nomor 380/1965. Dia berkantor di Kementerian Dalam Negeri dan Dewan Pertimbangan Agung.
Malam harinya, Sutedja tak kunjung pulang dan tidak ada kabar. Pihak keluarga mulai curiga. Pukul 23.00 WIB, Sunitri ditemani staf kementerian pertanian MAE Sutedja membuat laporan ke polisi.
Markas Staf Komando Garnizun Medan Merdeka justru mengaku tidak pernah menjadwalkan berkoordinasidengan Sutedja. Nama Kapten Teddy yang disebut tim penjemput Sutedja juga tidak dikenal di Markas Staf Komando Garnizun Medan Merdeka. Nomor jeep militer yang dipakai menjemput juga tidak tercatat di Garnizun.
Sunitri juga melapor kepada Presiden Soekarno yang sudah berstatus tahanan rumah terhitung 3 Oktober 1965 oleh Menteri/Panglima Angkatan Darat, Letjen TNI Soeharto di Istana Negara Bogor.
Namun Presiden Soekarno mengaku tidak pernah memanggil Sutedja. Kementerian dalam negeri dan kantor DPA memberi jawaban yang sama.
Upaya mencari kejelasan nasib Sutedja akhirnya mulai dilakukan putra sulungnya, Anak Agung Gde Agung Benny Sutedja. Saat penculikan, Benny sedang mengikuti operasi Trikora di Irian Jaya.
Setelah tahun 1970, Benny dimutasi dari Irian Jaya ke Jakarta. Kesempatan itu dia gunakan untuk menggali informasi lebih banyak terkait keberadaan ayahnya. Tapi jawaban Menteri Dalam Negeri Basuki Rachmat dan Kepala Skrining Nasional Gatot Subroto selalu tidak memuaskan.
Keluarga besar di Puri Negara Djembrana dari Kabupaten Jembrana Bali menyebut Anak Agung Bagus Sutedja meninggal dunia sebagai korban konspirasi penculikan politik.
Selama tiga dasawarsa, Puri Agung Negara Djembrana terpaksa menanggung stigma terlibat gerakan PKI. Tudingan ini kemudian dianulir oleh Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Sudomo yang menyatakan "Tidak ada bukti Gubernur Bali terlibat PKI".
Sutedja Sutedja diangkat menjadi Gubernur Bali pada 1959. Dia ditugaskan di Jakarta sejak 1 Desember 1965 karena dipanggil oleh Presiden Sukarno berdasarkan SK Nomor 380/1965. Dia berkantor di Kementerian Dalam Negeri dan Dewan Pertimbangan Agung.
Malam harinya, Sutedja tak kunjung pulang dan tidak ada kabar. Pihak keluarga mulai curiga. Pukul 23.00 WIB, Sunitri ditemani staf kementerian pertanian MAE Sutedja membuat laporan ke polisi.
Markas Staf Komando Garnizun Medan Merdeka justru mengaku tidak pernah menjadwalkan berkoordinasidengan Sutedja. Nama Kapten Teddy yang disebut tim penjemput Sutedja juga tidak dikenal di Markas Staf Komando Garnizun Medan Merdeka. Nomor jeep militer yang dipakai menjemput juga tidak tercatat di Garnizun.
Sunitri juga melapor kepada Presiden Soekarno yang sudah berstatus tahanan rumah terhitung 3 Oktober 1965 oleh Menteri/Panglima Angkatan Darat, Letjen TNI Soeharto di Istana Negara Bogor.
Namun Presiden Soekarno mengaku tidak pernah memanggil Sutedja. Kementerian dalam negeri dan kantor DPA memberi jawaban yang sama.
Upaya mencari kejelasan nasib Sutedja akhirnya mulai dilakukan putra sulungnya, Anak Agung Gde Agung Benny Sutedja. Saat penculikan, Benny sedang mengikuti operasi Trikora di Irian Jaya.
Setelah tahun 1970, Benny dimutasi dari Irian Jaya ke Jakarta. Kesempatan itu dia gunakan untuk menggali informasi lebih banyak terkait keberadaan ayahnya. Tapi jawaban Menteri Dalam Negeri Basuki Rachmat dan Kepala Skrining Nasional Gatot Subroto selalu tidak memuaskan.
Keluarga besar di Puri Negara Djembrana dari Kabupaten Jembrana Bali menyebut Anak Agung Bagus Sutedja meninggal dunia sebagai korban konspirasi penculikan politik.
Selama tiga dasawarsa, Puri Agung Negara Djembrana terpaksa menanggung stigma terlibat gerakan PKI. Tudingan ini kemudian dianulir oleh Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Sudomo yang menyatakan "Tidak ada bukti Gubernur Bali terlibat PKI".
Lihat Juga :
tulis komentar anda