Misteri Patih Kerajaan Sumedang dan Larangan Mengenakan Baju Batik
Senin, 13 Maret 2023 - 07:22 WIB
Pada suatu waktu terbetiklah berita oleh Embah Jaya Perkasa bahwa Cirebon, akan menyerang Sumedang Larang. Berita itu segera disampaikan kepada ketiga temannya dan kemudian keempat orang itu menghadap Prabu Geusan Ulun untuk dirundingkan.
Keris Panunggul Naga milik raja kerakhir Kerajaan Sumedang Larang, Prabu Geusan Ulun. Foto/Dok. Museum Prabu Geusan Ulun
Dalam perundingan diputuskan bahwa tentara Cirebon, sebelum menyerang harus dihadang di perbatasan jangan sampai Sumedang Larang dijadikan medan pertempuran. Embah Jaya Perkasa berkata kepada Prabu Geusan Ulun.
"Paduka yang mulia!. Hamba berempat sanggup menghadap musuh. Gusti jangan khawatir dan jangan gentar, diam saja di keraton. Hanya hamba akan memberi tanda yaitu hamba akan menanamkan pohon hanjuangi) di sudut alun-alun. Nanti, jika perang sudah selesai, lihatlah! Jika pohon hanjuang itu rontok daunnya suatu tanda bahwa hamba gugur di medan perang, tetapi jika pohon itu tetap segar dan tumbuh subur itu suatu tanda bahwa hamba unggul di medan perang,".
Setelah berkata demikian Embah Jaya Perkasa segera menanamkan pohon hanjuang di sudut alun-alun. Pohon hanjuang itu tumbuh dengan suburnya bagai ditanam sudah beberapa minggu saja. Selesai menanamkan pohon hanjuang, berangkatlah keempat andalan negara itu ke medan perang, mempertaruhkan nyawanya.
Sesampainya di perbatasan, terlihat tentara Cirebon sedang berjalan berbaris menuju Sumedang Larang. Melihat barisan tentara Cirebon yang sangat panjang itu segeralah keempat patih bersujud memohon perlindungan kepada Yang Maha Agung.
Terjadilah perang yang seru sekali. Berkat kesaktian keempat patih itu tentara Cirebon banyak yang tewas. Embah Jaya Perkasa mengamuk di tengah-tengah barisan tentara Cirebon, terus mengobrak-abrik.
Mayat bergelimpangan bertumpang tindih tak terhitung banyaknya, sehingga beberapa tentara Cirebon yang masih hidup lari tunggang-langgang. Tentara Cirebon yang masih hidup itu terus dikejar oleh keempat patih.
Keris Panunggul Naga milik raja kerakhir Kerajaan Sumedang Larang, Prabu Geusan Ulun. Foto/Dok. Museum Prabu Geusan Ulun
Dalam perundingan diputuskan bahwa tentara Cirebon, sebelum menyerang harus dihadang di perbatasan jangan sampai Sumedang Larang dijadikan medan pertempuran. Embah Jaya Perkasa berkata kepada Prabu Geusan Ulun.
"Paduka yang mulia!. Hamba berempat sanggup menghadap musuh. Gusti jangan khawatir dan jangan gentar, diam saja di keraton. Hanya hamba akan memberi tanda yaitu hamba akan menanamkan pohon hanjuangi) di sudut alun-alun. Nanti, jika perang sudah selesai, lihatlah! Jika pohon hanjuang itu rontok daunnya suatu tanda bahwa hamba gugur di medan perang, tetapi jika pohon itu tetap segar dan tumbuh subur itu suatu tanda bahwa hamba unggul di medan perang,".
Setelah berkata demikian Embah Jaya Perkasa segera menanamkan pohon hanjuang di sudut alun-alun. Pohon hanjuang itu tumbuh dengan suburnya bagai ditanam sudah beberapa minggu saja. Selesai menanamkan pohon hanjuang, berangkatlah keempat andalan negara itu ke medan perang, mempertaruhkan nyawanya.
Sesampainya di perbatasan, terlihat tentara Cirebon sedang berjalan berbaris menuju Sumedang Larang. Melihat barisan tentara Cirebon yang sangat panjang itu segeralah keempat patih bersujud memohon perlindungan kepada Yang Maha Agung.
Terjadilah perang yang seru sekali. Berkat kesaktian keempat patih itu tentara Cirebon banyak yang tewas. Embah Jaya Perkasa mengamuk di tengah-tengah barisan tentara Cirebon, terus mengobrak-abrik.
Baca Juga
Mayat bergelimpangan bertumpang tindih tak terhitung banyaknya, sehingga beberapa tentara Cirebon yang masih hidup lari tunggang-langgang. Tentara Cirebon yang masih hidup itu terus dikejar oleh keempat patih.
tulis komentar anda