Misteri Patih Kerajaan Sumedang dan Larangan Mengenakan Baju Batik
Senin, 13 Maret 2023 - 07:22 WIB
Embah Jaya Perkasa yang telah banyak membunuh, makin bersemangat, dia terus mengejarnya, makin lama makin jauh dari ketiga temannya. Setelah sekian lamanya Embah Jaya Perkasa tidak kelihatan kembali.
Karena tidak kunjung datang, ketiga patih lainnya pulang ke Sumedang Larang, akan mengabarkan keadaan Embah Jaya Perkasa kepada Prabu Geusan Ulun. Mendengar berita hilangnya Embah Jaya Perkosa, Prabu Geusan Ulun bingung, tidak tahu apa yang harus dikerjakan.
Akhirnya tanpa melihat pohon hanjuang di sudut alun-alun, sang prabu memerintahkan agar semua rakyat yang mau mengabdi segera meninggalkan Sumedang Larang. Mendengar titah rajanya itu segeralah rakyat mengikuti rajanya dengan membawa apa saja yang dapat dibawanya.
Rombongan Prabu Geusan Ulun sudah sampai di Batugara. Di sana permaisuri baginda, yang bernama Nyi Mas Gedeng Waru, sakit keras sampai wafatnya. Karena Batugara tidak cocok untuk keraton kemudian terus menuju lereng sebuah gunung, di sana dapat melihat pemandangan ke mana-mana.
Sesudah beristirahat, lereng gunung itu dibuka dan didirikanlah keraton serta alun-alun. Bekas alun-alun itu sekarang masih ada disebut Dayeuhluhur. Syahdan, Embah Jaya Perkasa yang mengejar-ngejar sisa tentara Cirebon, kemudian kembali ke tempat ketiga patih menunggu.
Ketika tiba di sana ketiganya tidak ada, dicarinya ke mana-mana tidak dijumpainya, kemudian dia menuju Kutamaya. Setiba di sana seorang pun tidak ditemukannya, terus dia lari ke alun-alun melihat pohon hanjuang yang ditanamnya dahulu. Ternyata pohon itu tumbuh subur, daunnya banyak. Dengan demikian dia bertambah marah.
Ketika berpaling ke sebelah timur terlihat olehnya asap mengepul-ngepul di lereng gunung. Dengan mengentakkan kakinya keras-keras ke bumi, seketika itu juga dia sudah berdiri, di lereng gunung itu. Gunung itu sekarang disebut Gunung Pangadegan.
Tidak lama Embah Jaya Perkasa sudah berhadapan dengan Prabu Geusan Ulun, dia menyembah kemudian berkata. "Gusti! Mengapa kerajaan Gusti tinggalkan? Tidaklah Gusti percaya kepada hamba?".
Prabu Geusan Ulun bertitah dengan suara perlahan-lahan. "Oh, Eyang! Eyanglah tulang punggung Kerajaan Sumedang Larang. Kami merasa gugup setelah mendengar berita bahwa Eyang tewas dalam medan perang. Kami ingin menyelamatkan rakyat maka kami pergi meninggalkan Kutamaya. Dari sini terlihat jelas ke mana-mana dan musuh pun dari jauh sudah terlihat,".
Karena tidak kunjung datang, ketiga patih lainnya pulang ke Sumedang Larang, akan mengabarkan keadaan Embah Jaya Perkasa kepada Prabu Geusan Ulun. Mendengar berita hilangnya Embah Jaya Perkosa, Prabu Geusan Ulun bingung, tidak tahu apa yang harus dikerjakan.
Akhirnya tanpa melihat pohon hanjuang di sudut alun-alun, sang prabu memerintahkan agar semua rakyat yang mau mengabdi segera meninggalkan Sumedang Larang. Mendengar titah rajanya itu segeralah rakyat mengikuti rajanya dengan membawa apa saja yang dapat dibawanya.
Rombongan Prabu Geusan Ulun sudah sampai di Batugara. Di sana permaisuri baginda, yang bernama Nyi Mas Gedeng Waru, sakit keras sampai wafatnya. Karena Batugara tidak cocok untuk keraton kemudian terus menuju lereng sebuah gunung, di sana dapat melihat pemandangan ke mana-mana.
Baca Juga
Sesudah beristirahat, lereng gunung itu dibuka dan didirikanlah keraton serta alun-alun. Bekas alun-alun itu sekarang masih ada disebut Dayeuhluhur. Syahdan, Embah Jaya Perkasa yang mengejar-ngejar sisa tentara Cirebon, kemudian kembali ke tempat ketiga patih menunggu.
Ketika tiba di sana ketiganya tidak ada, dicarinya ke mana-mana tidak dijumpainya, kemudian dia menuju Kutamaya. Setiba di sana seorang pun tidak ditemukannya, terus dia lari ke alun-alun melihat pohon hanjuang yang ditanamnya dahulu. Ternyata pohon itu tumbuh subur, daunnya banyak. Dengan demikian dia bertambah marah.
Ketika berpaling ke sebelah timur terlihat olehnya asap mengepul-ngepul di lereng gunung. Dengan mengentakkan kakinya keras-keras ke bumi, seketika itu juga dia sudah berdiri, di lereng gunung itu. Gunung itu sekarang disebut Gunung Pangadegan.
Tidak lama Embah Jaya Perkasa sudah berhadapan dengan Prabu Geusan Ulun, dia menyembah kemudian berkata. "Gusti! Mengapa kerajaan Gusti tinggalkan? Tidaklah Gusti percaya kepada hamba?".
Prabu Geusan Ulun bertitah dengan suara perlahan-lahan. "Oh, Eyang! Eyanglah tulang punggung Kerajaan Sumedang Larang. Kami merasa gugup setelah mendengar berita bahwa Eyang tewas dalam medan perang. Kami ingin menyelamatkan rakyat maka kami pergi meninggalkan Kutamaya. Dari sini terlihat jelas ke mana-mana dan musuh pun dari jauh sudah terlihat,".
tulis komentar anda