Cegah Virus Radikal, BNPT Perkuat Moderasi Beragama Guru SMA/SMK se-DIY
loading...
A
A
A
Sementara bagi mereka yang termasuk sudah radikal akut, kemudian bergabung dengan kelompok teror, kemudian unsur tindak dipidana sudah terpenuhi, maka akan dilakukan dengan preventif justice akan ditangkap dan diproses hukum yang menjadi ranah Densus 88 Antiteror Mabes Polri dibawah kooordinasi BNPT.
Dia menegaskan bahwa moderasi beragama itu bukan moderasi agama. Disebut moderasi beragama karena agama itu itu sendiri sudah moderat. Sebaliknya kalau gak moderat itu biasanya lupa beragama.
“Kenapa kita bicara moderasi beragama? Karena agama sejatinya wasathiyah, Tuhan menciptakan atau menjadikan agama untuk moderat yaitu di tengah-tengah, sehingga bisa rahmatan lil alamin, bisa menebar kasih sayang untuk semuanya. Tidak rahmatan lil islam, bukan rahmatan lil muslim, tapi semuanya,” tutur Nurwakhid.
Tapi, lanjutnya, agama dibajak oleh oknum umat beragama dengan memanipulasi, mendistorsi, dan mempolitisasi agama sehingga tidak lagi moderat. Tetapi dijadikan alat propaganda untuk menciptakan tujuan. itulah yang disebut radikalisme terorisme mengatasmakan agama.
Menurutnya, bicara terorisme harus mulai dari hilir. Aksi dan tindakan terorisme dalam kontek UU No 5 Tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme, dinyatakan bahwa terroisme adalah tindakan atau perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, bisa fisik atau non fisik, termasuk verbal mengancam dengan kata-kata.
Kemudian menimblkan suasana teror dan rasa takut secara massif, menimbulkan korban jiwa, dan atau menimbulkan kehancuran faslilitas publik, linkungan hidupp, fasilitas internasional dan obyek vital. Dan dari motif itulah, yang mendorong pemerintah menetapkan separatis KKB di Papua sebagai organisasi terorisme karena memenuhi unsur sebagaimana Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 2018 tersebut.
Terorisme dijiwai ata dilatarbelakang radikalisme, dalam terminomogi asing, ekstremisme. Dapat dikatakan bahwa semua terorisme pasti ekstrem, meskipun mereka yang terpapar paham radikal atau ekstrem tidak otomatis jadi terorisme. Hal itu karena teroris bukan satu tujuan, tapi propaganda untuk mencapati tujuan.
“Terorisme yang dijiwai radikalisme sejatihnya gerakan politik kekuasaan dengan tujuan mengambil alih kekuasaan dan mendirikan negara agama menurut mereka. Melalui manipuluasi, distorsi, dan politisasi agama,” tegasnya.
Tapi terorisme yang dilatarbekalakgni radikalisme terkait dengan pemahaman dan cara beragama yang salah dan menyimpang dari oknum umat beragama, sehingga moderasi beragama sangat penting melawan semua itu. Supaya tidak salah dan terjebak dalam memahami agama.
Ia menegaskan bahwa terorisme fitnah bagi agama. Semua aksi terorisme yang dijiwai ekstremisme dan radikalisme mengatasnamakan agama adalah fitnah bagi agama dan musuh agama serta musuh negara. Karena jelas terorisme bertentangan dengan agama yang rahmatan lil alamian, mewajibkan dan menghormati pemimpin, akhlakul kharimah.
Dia menegaskan bahwa moderasi beragama itu bukan moderasi agama. Disebut moderasi beragama karena agama itu itu sendiri sudah moderat. Sebaliknya kalau gak moderat itu biasanya lupa beragama.
“Kenapa kita bicara moderasi beragama? Karena agama sejatinya wasathiyah, Tuhan menciptakan atau menjadikan agama untuk moderat yaitu di tengah-tengah, sehingga bisa rahmatan lil alamin, bisa menebar kasih sayang untuk semuanya. Tidak rahmatan lil islam, bukan rahmatan lil muslim, tapi semuanya,” tutur Nurwakhid.
Tapi, lanjutnya, agama dibajak oleh oknum umat beragama dengan memanipulasi, mendistorsi, dan mempolitisasi agama sehingga tidak lagi moderat. Tetapi dijadikan alat propaganda untuk menciptakan tujuan. itulah yang disebut radikalisme terorisme mengatasmakan agama.
Menurutnya, bicara terorisme harus mulai dari hilir. Aksi dan tindakan terorisme dalam kontek UU No 5 Tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme, dinyatakan bahwa terroisme adalah tindakan atau perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, bisa fisik atau non fisik, termasuk verbal mengancam dengan kata-kata.
Kemudian menimblkan suasana teror dan rasa takut secara massif, menimbulkan korban jiwa, dan atau menimbulkan kehancuran faslilitas publik, linkungan hidupp, fasilitas internasional dan obyek vital. Dan dari motif itulah, yang mendorong pemerintah menetapkan separatis KKB di Papua sebagai organisasi terorisme karena memenuhi unsur sebagaimana Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 2018 tersebut.
Terorisme dijiwai ata dilatarbelakang radikalisme, dalam terminomogi asing, ekstremisme. Dapat dikatakan bahwa semua terorisme pasti ekstrem, meskipun mereka yang terpapar paham radikal atau ekstrem tidak otomatis jadi terorisme. Hal itu karena teroris bukan satu tujuan, tapi propaganda untuk mencapati tujuan.
“Terorisme yang dijiwai radikalisme sejatihnya gerakan politik kekuasaan dengan tujuan mengambil alih kekuasaan dan mendirikan negara agama menurut mereka. Melalui manipuluasi, distorsi, dan politisasi agama,” tegasnya.
Tapi terorisme yang dilatarbekalakgni radikalisme terkait dengan pemahaman dan cara beragama yang salah dan menyimpang dari oknum umat beragama, sehingga moderasi beragama sangat penting melawan semua itu. Supaya tidak salah dan terjebak dalam memahami agama.
Ia menegaskan bahwa terorisme fitnah bagi agama. Semua aksi terorisme yang dijiwai ekstremisme dan radikalisme mengatasnamakan agama adalah fitnah bagi agama dan musuh agama serta musuh negara. Karena jelas terorisme bertentangan dengan agama yang rahmatan lil alamian, mewajibkan dan menghormati pemimpin, akhlakul kharimah.