Wajib Rapid Test Sebelum UTBK, Calon Mahasiswa Menjerit
loading...
A
A
A
SURABAYA - Para calon mahasiswa yang mau menjalani Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dalam Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) mulai menjerit.
Aturan baru dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang mengeluarkan surat edaran Wali Kota Surabaya nomor 421.4/5853/436.8.4/2020 tanggal 2 Juli 2020 yang mewajibkan mereka membawa hasil rapid test dinilai menyulitkan. Di tengah pandemi COVID-19, mereka masih harus mengeluarkan biaya rapid test yang cukup mahal.
Sebelum masuk ke ruang ujian, mereka diwajibkan menunjukkan bukti rapid test dengan hasil non reaktif atau swab test dengan hasil negatif. Dengan batas paling lambat 14 hari sebelum mengikuti ujian kepada panitia. (BACA JUGA: Ekskavasi Kedua Situs Pendarmaan Raja Singasari Akan Dilakukan Bulan Depan)
Ilham Adu Sukma, salah satu peserta UTBK mengaku bingung ketika harus menjalani rapid test. Biaya rapid test yang mahal menjadi salah satu alas an utamanya. Apalagi penghasilan kedua orang tuanya juga terus menyusut selama pandemi COVID-19 ini. “Mau ke mal saja nggak pakai rapid test, ini ujian yang tempatnya sudah diatur dengan menjaga jarak malah disuruh rapid test,” kata Ilham, Kamis (2/7/2020).
Sementara itu, Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Irvan Widyanto ketyika dikonfirmasi menuturkan, keselamatan dan kesehatan warga adalah hal yang paling utama. Upaya ini diharapkan dapat menjadi salah satu antisipasi terjadinya penularan COVID-19, khususnya di lingkungan kampus.
"Pada prinsipnya keselamatan dan kesehatan warga adalah hukum tertinggi. Jadi prinsip itu yang harus dipahamkan kepada semuanya. Jadi kita tidak melihat apa-apa, tapi semata-mata kesehatan dan keselamatan warga adalah hukum yang tertinggi," kata Irvan.
Pemkot, lanjutnya, juga memberikan solusi bagi warga Surabaya yang kesulitan ekonomi untuk melakukan rapid test. Khususnya bagi mereka calon mahasiswa yang tergabung dalam program bidik misi.
"Jadi pemerintah kota sudah memberikan solusi, tapi kan itu tidak mungkin untuk semuanya, dan ini khusus untuk warga Surabaya. Terutama yang mereka tergabung dalam bidik misi itu mereka nanti akan kita siapkan rapid test massal secara gratis," ungkapnya,
Sedangkan untuk rencana penempatan rapid test massal, pihaknya mengaku masih berdiskusi dengan pihak kampus. "Kemungkinan bertempat di kampus-kampus itu, di Unair, ITS dan UPN," katanya. (BACA JUGA: Prajurit Marinir Rampungkan 957 Rumah Tahan Gempa di Lombok)
Tak hanya itu, Kepala BPB dan Linmas Kota Surabaya ini juga menyatakan sedang mempertimbangkan alternatif lain bagi calon peserta yang merasa kesulitan akses transportasi menuju lokasi rapid test. Bagi mereka yang kesulitan akses transportasi, nantinya Pemkot Surabaya akan menyiapkan alternatif lain lokasi rapid test.
"Kalau untuk para peserta dari bidik misi ini yang kesulitan transportasi maka mereka nanti juga akan disiapkan alternatif, mereka bisa menghubungi Puskesmas yang terdekat, mereka langsung bisa melaporkan itu," katanya.
Aturan baru dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang mengeluarkan surat edaran Wali Kota Surabaya nomor 421.4/5853/436.8.4/2020 tanggal 2 Juli 2020 yang mewajibkan mereka membawa hasil rapid test dinilai menyulitkan. Di tengah pandemi COVID-19, mereka masih harus mengeluarkan biaya rapid test yang cukup mahal.
Sebelum masuk ke ruang ujian, mereka diwajibkan menunjukkan bukti rapid test dengan hasil non reaktif atau swab test dengan hasil negatif. Dengan batas paling lambat 14 hari sebelum mengikuti ujian kepada panitia. (BACA JUGA: Ekskavasi Kedua Situs Pendarmaan Raja Singasari Akan Dilakukan Bulan Depan)
Ilham Adu Sukma, salah satu peserta UTBK mengaku bingung ketika harus menjalani rapid test. Biaya rapid test yang mahal menjadi salah satu alas an utamanya. Apalagi penghasilan kedua orang tuanya juga terus menyusut selama pandemi COVID-19 ini. “Mau ke mal saja nggak pakai rapid test, ini ujian yang tempatnya sudah diatur dengan menjaga jarak malah disuruh rapid test,” kata Ilham, Kamis (2/7/2020).
Sementara itu, Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Irvan Widyanto ketyika dikonfirmasi menuturkan, keselamatan dan kesehatan warga adalah hal yang paling utama. Upaya ini diharapkan dapat menjadi salah satu antisipasi terjadinya penularan COVID-19, khususnya di lingkungan kampus.
"Pada prinsipnya keselamatan dan kesehatan warga adalah hukum tertinggi. Jadi prinsip itu yang harus dipahamkan kepada semuanya. Jadi kita tidak melihat apa-apa, tapi semata-mata kesehatan dan keselamatan warga adalah hukum yang tertinggi," kata Irvan.
Pemkot, lanjutnya, juga memberikan solusi bagi warga Surabaya yang kesulitan ekonomi untuk melakukan rapid test. Khususnya bagi mereka calon mahasiswa yang tergabung dalam program bidik misi.
"Jadi pemerintah kota sudah memberikan solusi, tapi kan itu tidak mungkin untuk semuanya, dan ini khusus untuk warga Surabaya. Terutama yang mereka tergabung dalam bidik misi itu mereka nanti akan kita siapkan rapid test massal secara gratis," ungkapnya,
Sedangkan untuk rencana penempatan rapid test massal, pihaknya mengaku masih berdiskusi dengan pihak kampus. "Kemungkinan bertempat di kampus-kampus itu, di Unair, ITS dan UPN," katanya. (BACA JUGA: Prajurit Marinir Rampungkan 957 Rumah Tahan Gempa di Lombok)
Tak hanya itu, Kepala BPB dan Linmas Kota Surabaya ini juga menyatakan sedang mempertimbangkan alternatif lain bagi calon peserta yang merasa kesulitan akses transportasi menuju lokasi rapid test. Bagi mereka yang kesulitan akses transportasi, nantinya Pemkot Surabaya akan menyiapkan alternatif lain lokasi rapid test.
"Kalau untuk para peserta dari bidik misi ini yang kesulitan transportasi maka mereka nanti juga akan disiapkan alternatif, mereka bisa menghubungi Puskesmas yang terdekat, mereka langsung bisa melaporkan itu," katanya.
(vit)