Cerita Mbah Moedjair, Penemu Ikan Mujair asal Blitar
loading...
A
A
A
"Kekerasan hati itu salah satunya soal mengembang biakkan ikan mujair," tambah Wibowo.
Pertama kali melihat gerombolan ikan di muara Pantai Serang, Mbah Moedjair langsung terpikat. Di matanya, ikan bersisik kehijauan yang gesit dan liar itu punya banyak kelebihan. Ia pernah mencicipi dagingnya. Selain cukup tebal, juga lebih kesat dan gurih.
Ia juga melihat ikan ikan itu cepat berkembang biak. Memiliki daya tahan hidup lebih tinggi, sekaligus tidak berwatak kanibal, terutama kepada anak anaknya. "Mujair sangat melindungi anak anaknya. Bahkan demi keamanan, induk mujair menyembunyikan anak anaknya di dalam mulut," terang Wibowo.
Mbah Moedjair tidak punya latar belakang pendidikan perikanan. Satu satunya pendidikan formal yang pernah dienyam hanya sekolah rakyat (SR). Pernah berdagang sate di Blitar, dan sempat sukses, namun bangkrut karena kebiasaan berjudi.
Konon, pergi Pantai Serang juga dalam rangka mencari jalan bangkit dari keterpurukan ekonomi. Mbah Moedjair berfikir, jika ikan di Pantai Serang bisa dibiakkan di kolam air tawar, tentu akan lebih bermanfaat buat masyarakat.
"Disitulah Mbah Moedjair mulai melakukan eksperimennya," terang Wibowo.
Beberapa ekor ikan dimasukkan ke dalam tempayan tanah liat yang berisi air laut. Dengan berjalan kaki ia panggul tempayan dari pantai Serang menuju Desa Papungan yang berjarak tempuh sekitar 35 kilometer.
Saat itu sepanjang jalan menuju Pantai Selatan masih berbatu batu. Melintasi sejumlah tebing, menerobos semak belukar serta hutan rimba. Seolah tak sabar lagi. Sesampai di Papungan, percobaan mengurangi kadar garam dengan menambahkan sedikit demi sedikit air tawar ke dalam tempayan, langsung ia kerjakan.
"Semuanya dilakukan sendirian. Dan percobaan pertama gagal. Ikan mati semua," kata Wibowo. Tidak patah arang. Mbah Moedjair bergegas kembali ke Pantai Serang. Upaya mengubah habitat hidup ikan air asin ke air tawar kembali dilakukan. Dan lagi lagi gagal.
Pertama kali melihat gerombolan ikan di muara Pantai Serang, Mbah Moedjair langsung terpikat. Di matanya, ikan bersisik kehijauan yang gesit dan liar itu punya banyak kelebihan. Ia pernah mencicipi dagingnya. Selain cukup tebal, juga lebih kesat dan gurih.
Ia juga melihat ikan ikan itu cepat berkembang biak. Memiliki daya tahan hidup lebih tinggi, sekaligus tidak berwatak kanibal, terutama kepada anak anaknya. "Mujair sangat melindungi anak anaknya. Bahkan demi keamanan, induk mujair menyembunyikan anak anaknya di dalam mulut," terang Wibowo.
Mbah Moedjair tidak punya latar belakang pendidikan perikanan. Satu satunya pendidikan formal yang pernah dienyam hanya sekolah rakyat (SR). Pernah berdagang sate di Blitar, dan sempat sukses, namun bangkrut karena kebiasaan berjudi.
Konon, pergi Pantai Serang juga dalam rangka mencari jalan bangkit dari keterpurukan ekonomi. Mbah Moedjair berfikir, jika ikan di Pantai Serang bisa dibiakkan di kolam air tawar, tentu akan lebih bermanfaat buat masyarakat.
"Disitulah Mbah Moedjair mulai melakukan eksperimennya," terang Wibowo.
Beberapa ekor ikan dimasukkan ke dalam tempayan tanah liat yang berisi air laut. Dengan berjalan kaki ia panggul tempayan dari pantai Serang menuju Desa Papungan yang berjarak tempuh sekitar 35 kilometer.
Saat itu sepanjang jalan menuju Pantai Selatan masih berbatu batu. Melintasi sejumlah tebing, menerobos semak belukar serta hutan rimba. Seolah tak sabar lagi. Sesampai di Papungan, percobaan mengurangi kadar garam dengan menambahkan sedikit demi sedikit air tawar ke dalam tempayan, langsung ia kerjakan.
"Semuanya dilakukan sendirian. Dan percobaan pertama gagal. Ikan mati semua," kata Wibowo. Tidak patah arang. Mbah Moedjair bergegas kembali ke Pantai Serang. Upaya mengubah habitat hidup ikan air asin ke air tawar kembali dilakukan. Dan lagi lagi gagal.